[12] Memastikan

3K 216 33
                                    

Iqbaal berjalan menyusuri ruang tengah rumahnya.  Ia sedikit mengendap, karena ia tak mau ayahnya mengetahui kepulangannya. 

"Iqbaal."

Iqbaal terkejut.  Matanya membulat. Map kuning yang kini bersembunyi didalam jaketnya belum sempat ia musnahkan. 

"Kamu kenapa kayak maling gitu masuk kerumah sendiri?"

Iqbaal bernafas lega,  saking terkejutnya Iqbaal sampai tak bisa mengenali suara yang tadi memanggilnya.  Jika saja suara itu tak bersuara kembali,  mungkin Iqbaal memilih untuk berlari saat ini. 

Itu suara bundanya. 

Iqbaal berbalik lalu mengeluarkan senyumnya. 

"Iqbaal tadi kehujanan bun, dingin jadi Iqbaal jalan pelan-pelan." jawab Iqbaal yang tentunya saja bohong.  Ia memang kehujanan tapi bajunya kini sudah lumayan kering karena tadi juga tidak seluruh tubuhnya yang kehujanan. Hanya sebagian.

"Yah sudah,  kamu mandi air hangat dulu udah itu makan.  Bunda buatin sup yah."

Iqbaal mengangguk.

"Oh iyah,  ayah ada rapat mendadak dengan cliennya diSurabaya.  Baru aja barusan berangkat,  ayah ga sempet kabarin kamu."

Iqbaal menghembuskan nafasnya kembali.  Setidaknya hari ini ia tak akan bertemu dengan ayahnya. 

"Dan berkas yang ayah suruh kamu ambil,  kamu taro diruang kerja ayah.  3 hari lagi ayah pulang."

Iqbaal mengangguk lalu berlalu dari bundanya. Setidaknya sebelum 3 hari Iqbaal bisa mencari alasan yang pas untuk melenyapkan map ini. 

Iqbaal masuk kedalam kamarnya.  Ia duduk dimeja belajarnya. 

Sebenarnya Iqbaal bingung. Kenapa dia harus lenyapin ini map?  Bukannya kalo Steffi benar-benar dikeluarkan lebih baik?  Hidupnya kembali tentram. 

Dahi Iqbaal mengkerut, harum Steffi masih menempel dijaketnya. Harum Strawberry yang membuat siapapun yang menciumnya akan merasa nyaman. 

Jika dipikir,  hanya Steffi yang berani mendekati seorang Iqbaal meski sudah beberapa kali ditolak. 

Hanya Steffi yang mampu mengeluarkan senyumnya meski mendengar kalimat ketus dari Iqbaal. 

Iyah,  cuma Steffi. 

Sejak perginya Dea,  Iqbaal tak pernah sekalipun mencoba membuka hati. Ia masih teramat merasa bersalah akan kepergian Dea yang diakibatkan olehnya. 

Apalagi, kenangan bersama Dea itu yang sulit Iqbaal hilangkan. 

Jika dipikir Dea itu mirip dengan Steffi.  Hanya bedanya Steffi berambut coklat dan Dea hitam. 

Mereka berdua sama-sama Happy virus,  sama-sama bisa menenangkan hati.  Sama-sama ga jaim juga. 

Iqbaal menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi. Minggu depan adalah tepat 1 tahun Dea pergi.

Apa tak terkesan kurang ajar jika kini Iqbaal bilang kalo dirinya telah membuka hati?  Sedangkan pacarnya itu baru 1 tahun pergi meninggalkanya?.

Aishhh. Iqbaal mengusap rambutnya kasar. 

Tanpa disadari,  keberadaan Steffi membuat Iqbaal terbiasa.  Terbiasa untuk menolongnya dan merasa khawatir. 

Apa itu artinya Iqbaal jatuh cinta? 

Ah,  dia harus memastikannya.

S E M E S T A

"Enak ya pulang sekolah dianterin terus digendong pula." sindir Deviena sambil terkekeh saat dilihatnya Steffi sudah mulai bangun.

Semesta (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang