[19] Menangislah

2.8K 230 35
                                    

Hari semakin sore,  suara burung bersautan semakin terdengar lantang. 

Iqbaal dan Steffi masih Setia berdiam diri dibalik pohon besar.

Iqbaal beberapa kali menghela nafas.  Ia menekan perasaannya.  Tentu dia masih merasa kehilangan meski ini sudah 1 tahun. 

Perkenalannya dengan Dea bukan waktu yang singkat. Mereka sudah bersama sejak masih duduk dibangku sekolah dasar,  ya karena kakak dari Dea adalah sahabat Iqbaal.  Dan sejak saat itu Dea ikut bergabung. 

Ingin rasanya Steffi menggenggam tangan Iqbaal untuk sekedar menyalurkan semangat.  Tapi tidak,  Steffi harus menghargai Dea. 

"Apa mereka belum pulang?" tanya Steffi. 

Steffi tak bisa lihat keluarga Dea karena Iqbaal menutupi aksesnya untuk melihat kedepan barang sedikit saja.

"Udah, mereka lagi jalan keluar makam."

Steffi mengangguk. Dan tak lama Iqbaal mengajak Steffi untuk mengikutinya dibelakang.

Steffi melihat makam yang cantik. Penuh dengan bunga juga terlihat lebih terawat dibanding yang lainnya. 

Iqbaal berjongkok tepat didepan makam Dea. 

"Aku dateng." lirih Iqbaal sambil memegang batu nisan bertuliskan Andea Putri binti Prawijaya.

Steffi ikut berjongkok disamping Iqbaal sambil menaruh lily yang ia bawa. 

"Udah setahun kamu pergi, dan selama itu aku masih belum bisa lupain kesalahan aku." mata Iqbaal memerah tanda air mata yang akan segera turun.

"Kamu disana pasti bahagia kan?  Kamu malaikat.  Kamu berhati baik.  Kamu cantik."

"Kamu tau?  Aku sama siapa sekarang?"

"Steffi. Cewe yang kamu tolong waktu itu,  dia sehat.  Dia selamat. Kamu pasti seneng kan, Dea?"

Steffi tak bisa menahan air matanya,  disini Steffi bisa lihat sisi berbeda dari seorang Iqbaal. 
Iqbaal terlihat rapuh,  Iqbaal terlihat lembut dan begitu tulus. Bukan seperti biasanya yang mengeluarkan aura dinginnya. 

"Hhh-- hhay Dea." sapa Steffi dengan susah payah karena tenggorokan seakan kering. 

"Aku Steffi.  Cewe yang kamu tolong." ujar Steffi. 

"Aku kesini mau berterima Kasih sama kamu,  aku tau ini terlambat.  Bahkan aku baru tau kalo malaikat penolong aku udah pergi jauh,  maafin aku Dea.  Aku terlambat. Terimakasih kamu udah mau nolong aku, ngasih aku kesempatan untuk tetap hidup." Steffi berhenti sejenak karena tak bisa menahan tangisnya. 

"Kalo bukan karena kamu, aku mungkin yang sekarang udah pergi jauh. Terimakasih Dea, kamu mau nolong aku disaat kamu juga lagi kesakitan saat itu." ucap Steffi kemudian sambil sedikit terdengar terisak.

"Tee-- terima Kasih." lanjutnya.

Air mata Iqbaal jatuh, Dea adalah kelemahannya setelah neneknya.  Iqbaal gabisa berpura-pura kuat.  Dan mungkin sekarang bertambah Steffi yang sudah beberapa kali melihat kelemahan Iqbaal. 

Steffi dan Iqbaal mendoakan Dea dengan khusyuk setelahnya. Keduanya memejamkan mata larut dalam doa yang mereka panjatkan untuk Dea. 

"NGAPAIN LO DISINI!"

Tiba-tiba seseorang menarik kerah seragam Iqbaal hingga Iqbaal berdiri dan langsung terdorong kedepan akibat dorongan orang itu. 

"Devano??" Steffi tentu terkejut dengan kedatangan Devano dan apa yang Devano lakukan pada Iqbaal. 

Semesta (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang