[13] Emosi

2.9K 228 30
                                    

Untuk kali ini Steffi lebih memilih untuk tetap dikelas.  Dia merasa malas untuk sekedar berjalan menuju kantin dan makan.  Entah kenapa sejak pagi moodnya ga bagus. 

Steffi lebih memilih untuk menyumpal telinganya dengan headset dan mendengarkan lagu yang melow.  Dia lagi ingin tidur.
Dia itu sebenernya lagi bingung,  dia ingin bantu Rebbeca yang hari ini masuk sekolah,  karena apa? Tadi pagi saat Rebbeca baru saja masuk kelas,  tatapan anak yang lain itu ga pada santai.  Semua menatap Rebbeca tak suka. 

Awalnya Steffi akan membiarkan, kata Salsha itu adalah urusan Rebbeca.  Lebih baik Steffi diem karena Steffi ga punya bukti kuat. 

Steffi menghela nafasnya.  Kalo kayak gitu terus, Rebbeca gakkan kuat disekolah sampai lulus nanti. 

Saling bully disekolah itu udah bukan ha aneh lagi. Bahkan mungkin disetiap sekolah pasti saja ada yang berlakon sebagai penguasa dan suka membully.

Dan itu berlaku juga diDupra. Mungkin Rebbeca adalah salah satunya?.

Duk..

Meja Steffi bergerak karena tendangan orang lain.  Otomatis membuat Steffi yang sedang menyandarkan kepalanya kemeja ikut bergerak. 

Steffi membuka matanya dan menatap siapa orang iseng yang menganggunya. 

Ternyata itu si king Ice. Iqbaal.

Iqbaal melempar pelan sebungkus cilok kemeja Steffi. 

"Makan." titah Iqbaal. 

Steffi kembali menatap Iqbaal setelah beralih dari cilok yang Iqbaal bawa. 

"Buat aku?"

"Menurut lo?"

Steffi tersenyum lucu. "Makasih."
Iqbaal benar deham sebagai jawaban dan kembali keluar kelas. 

Untung saja kelas Steffi kosong,  jadi gakkan ada suara-suara iseng yang sedang menggosipkan Iqbaal dan Steffi. 

Steffi tersenyum menatap cilok dihadapannya. 

Bentar lagi esnya mencair hhihi liat aja kalo udah mencair gabisa beku lagi . Gumam Steffi.

S E M E S T A

"Jadi udah mulai tebar pesona? Gue akuin selera lo bagus,  Steffi polos dan baik. Tapi gue ga yakin dia bakal suka sama lo."

Saat Iqbaal keluar kelas setelah memberikan cilok pada Steffi, ada satu suara yang menginterupsi langkahnya. 

Devano berdiri menghadap Iqbaal dengan menyandarkan tubuhnya kedinding dan memasukkan kedua tangannya. 

Iqbaal malas berurusan sama Devano.  Udah hampir 1 tahun mereka berdua saling menghindar.  Namun,  mungkin setelah pembagian kelas kembali mereka berdua gakkan bisa saling menghindar lagi. 

Iqbaal memilih untuk mengabaikan Devano dengan terus berjalan tanpa melirik Devano.

"Pembunuh."

Satu kata yang terucap dari mulut Devano membuat emosi Iqbaal naik. 

Koridor kelas 11 saat ini masih sepi karena kebanyakan siswa masih memenuhi kantin. 

"Gausah mancing emosi gue. Urus hidup lo sendiri sebelum semua orang tau siapa lo sebenarnya."

Iqbaal masih bisa bersabar, ia ingat didalam kelas masih ada Steffi.  Jika tadi Iqbaal menerkam Devano,  gakkan menutup kemungkinan gadis itu pasti akan banyak bertanya padanya.

Semesta (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang