[22] Devano

2.7K 206 21
                                    

"Makasih pak."

Abimana tersenyum mendengar ucapan dari Umay.

"Samasama." ucap Abi sambil mengusap Puncak kepala remaja 17 tahun itu. 

Arbany mendelik lalu melenggang meninggalkan Umay dan Abi.

Katakanlah Arbany tidak sopan,  dan tidak tau terimakasih.  Tapi itulah Arbany. 

Umay menghela nafas,  lalu pamit pada Abi untuk menyusul Arbany. 

"Besok kalian harus sekolah jangan bolos lagi." ujar Abi setelah mengijinkan Umay mengejar Arbany. 

Umay mengangguk lalu berlari mengejar Arbany. 

Abi memang melepaskan anak muridnya begitu saja,  toh sekarang udah jam setengah satu.  Udah waktunya pulang sekolah,  udah bukan tanggung jawab Abi untuk lebih memberi pencerahan.  Tapi mulai besok Abi akan selalu mengawasi semua murid dikelasnya.  Abi tak mau jadi walikelas yang gagal. 

S E M E S T A

"Oh,  Devano!  Disini!" teriak Steffi saat melihat Devano masuk kedai es krim yang ia sebutkan dan melihat kanan-kiri seperti mencari keberadaannya. 

"Udah lama?" tanya Devano setelah duduk dihadapan Steffi. 

"Belum." Steffi menggeleng.  "Pesen es krim dulu ya? Biar enak ngobrolnya."

"Oke,  asal nanti lo ga malah fokus sama es krimnya." ujar Devano sambil terkekeh. 

"Aku ga kayak anak kecil kok." Steffi mendelik lucu.

Devano hanya kembali terkekeh melihat ekspresi Steffi.  Persis seperti Dea jika sudah ia godai.  Ah, Devano rindu adiknya itu. 

Devano membiarkan Steffi yang memesan es krim,  lagian Devano suka semua rasa es krim,  jadi dia gakkan merasa keberatan sama apa aja yang Steffi pesankan nanti. 

Tak butuh waktu lama,  dua mangkuk es krim yang Steffi pesan sudah berada diatas meja. 
"Jadi,  lo mau ngobrol soal apa?" tanya Devano sambil menyendok es krimnya dan memasukkan kedalam mulutnya setelah selesai bertanya. 

"Kamu,  kakaknya Dea? Heumm.  Pacar Iqbaal?"

Devano menganguk.

"Kenapa kamu kayak benci banget sama Iqbaal?"

"Dia,  penyebab adik gue pergi."

"Ngga." Steffi menggelengkan kepalanya. "Bukan dia Van."

"Lo tau apa Steffi."

"Aku tau, karena aku ada ditempat kejadian."

Mata Devano membulat. "Maksud lo?" tanya Devano sambil menaruh sendok es krimnya dan serius menatap Steffi. 

"Aku juga korban kecelakaan itu." ucap Steffi dan Devano masih setia menatap Steffi dengan serius dan menunggu kelanjutan ceritanya. 

"Sebelum adik kamu jatuh kejurang dia selamatin seseorang dulu." Devano gatau fakta itu. 

"Dan orang yang diselamatin Dea itu,  aku." lanjut Steffi. 

Devano menatap Steffi tak percaya. "Lo gausah bercanda Steffi."

"Aku ga bercanda. Adik kamu emang ngasih aku kesempatan untuk hidup. Dea gakkan jatuh kejurang kalo dia ga selamatin aku. Jadi Dea pergi bukan karena Iqbaal,  tapi karena aku."

Semesta (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang