[27] Resmi?

3.1K 203 38
                                    

Iqbaal berdiri diam menjaga gawang. 

Ia memang lebih memilih menjadi kiper saat olahraga sepakbola.  Iqbaal terlalu malas untuk berlari kesana kesini mengejar satu bola. 

Yang dijaga memang gawang,  tapi mata Iqbaal ga pernah lepas dari gadis abnormal yang duduk dipinggir lapangan bersama para siswa perempuan lainnya.

Mereka lagi nunggu giliran untuk main, karena sekarang giliran para siswa laki-laki dulu. 

Steffi tau kalo Iqbaal curi-curi pandang pada dirinya. Itu bikin Steffi semakin panas dingin.

Kenapa sekarang Steffi malah berharap Iqbaal yang dulu? Yang cuek? Ga bikin panas dingin gini?.

Iqbaal tersenyum kecil. Dia itu ga tahan liat Steffi yang berulang kali mengubah posisi duduknya jadi memunggunginya atau Steffi yang tiba-tiba buang muka. 

Hey! Iqbaal jadi pengen cubit pipi Steffi.  Gemas! 

Saking fokusnya liatin Steffi, Iqbaal ga sadar kalo Endy dari tim lawan nendang bola dari jarak jauh dan..

Bughhh

Mendaratlah bola sepak itu tepat dimuka Iqbaal. Mengakibatkan keluarnya cairan berwarna merah dari hidungnya dan Iqbaal tersungkur begitu saja ketanah. 

Semuanya berteriak histeris karena kaget. Dan para siswa laki-laki mengangkat tubuh Iqbaal menuju UKS.

Devano yang melihat itu hanya bisa berdiri kaku.

Devano ga tau harus melakukan apa,  bahkan ia melupakan kewajibannya sebagai ketua kelas. 

Steffi melihat Devano sekilas lalu berlari menuju UKS. 

S E M E S T A

"Mampus lo En, Iqbaal anak direktur sekolah. Lo bisa dikeluarin." ujar Cakka. 

"Bacot! Gue ga sengaja! Lagian dianya aja bego.  Udah tau lagi jaga gawang, matanya meleng aja." bela Endy.

"Tetep aja En, lo yang salah.  Lo kan yang nendang bola."

Endy menghembuskan nafasnya kasar. Kalo sampe Iqbaal kenapa-napa nasibnya sekolah disini bisa terancam. 

Gimana ngga? Cewek-cewek aja yang rumornya cuma deketin Iqbaal bisa dikelurin tanpa alasan yang jelas, nah ini.  Endy jelas celakain Iqbaal apa kabarnya?.

"Dia ga mungkin sampe ngeluarin lo."

Satu suara membuat Cakka dan Endy yang tengah menunggu Iqbaal yang sedang diobatipun langsung melihat kesumber suara. Itu Devano. 

"Kalo lo mau minta maaf lo bebas En."

"Tsk! Pantang buat gue ngucapin kalimat haram kayak gitu." Endy berdecih. Satu informasi kalo Endy itu anaknya gengsian.  Dia ga pernah ngucapin kata maaf meskipun ia salah. 

"Sekali ini En,  lo gamau kan keluar dari sekolah?."

Endy menatap Cakka,  lalu menatap kedepan. Endy menggertakkan giginya dan pergi dari depan UKS. 

Emang yang berduit bisa berlaku seenaknya. Gumam Endy.

Cakka tak berniat mengejar temannya itu ia hanya menatap punggung Endy yang semakin lama semakin menjauh. 

Semesta (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang