Pagi menyapa, dipagi ini Anna terbangun tanpa melihat Aurora diatas tempat tidurnya. Kemana Aurora pergi? Kenapa ia bahkan tidak membangunkan Anna? Anna pun lantas bergegas mengenakan sepatu kanvas putihnya, berjalan tergesah-gesah keluar asrama, tentu saja untuk mencari keberadaan sepupunya, Aurora.
Dari taman asrama hingga ke taman kampus, Anna membiarkan matanya berkeliaran menatap ke setiap sudut Kampus Merpati. Masih jam 6, sepagi ini kemana Aurora pergi?
Tapi... Baru saja Anna menapakkan kakinya diatas lantai keras taman bunga Universitas Merpati, tiba-tiba saja seseorang menarik erat pergelangan tangan Anna dan berhasil mengantarkannya bersembunyi dibalik tembok asrama. Varron, orang yang menarik tangan Anna nyatanya adalah Varron.
"Kenapa...?" Tanya Anna bersamaan dengan kerutan kasar didahinya.
"Sstt..." Seru Varron seketika menyuruh Anna untuk diam, dan kemudian mengarahkan sudut pandangnya ke tempat dimana Aurora berada. Ya... Aurora nyatanya tengah berdiri berhadapan dengan Ibunya Adhitya, Ibu Daisy. Mereka terlihat mengobrol serius disana, ketegangan bahkan kecanggung jelas terlihat disekitar mereka.
"Jadi benar, kamu disiram air oleh Gea kemarin nak?" Tanya Ibu Daisy membiaskan keingintahuannya. Aurora yang memutuskan untuk tidak mengeluarkan suaranya, hanya tampak mengangguk dan kemudian berlalu menudukkan kepalanya. Tangan Ibu Daisy yang lembut pun lantas seketika saja menyentuh penuh kasih pundak Aurora yang hampir saja menampakkan kerapuhannya itu.
"Maaf" Tutur Ibu Daisy membuat Aurora seketika saja mengangkat cepat kepalanya.
"Enggak, kenapa Ibu meminta maaf? Gea yang melakukannya, bukan Ibu" Ujar Aurora sendu membuat Ibu Daisy berlalu menatap teduh raut wajah pucat Aurora. Ia menatap detail pula kedua mata indah Aurora yang jelas sekali terlihat masih sembab, karena habis menangis semalaman. Ya... Air mata Aurora rasanya sudah cukup untuk membasahi batalnya tadi malam.
"Semalam Adhitya ke rumah" Cerita Ibu Daisy, kali ini membuat Aurora lah yang sontak saja terkejut mendengarnya.
Ibu Daisy pun sejenak menghela nafasnya dan kemudian melanjutkan kembali kata-katanya, "Mereka perang besar. Adhitya meluapkan amarahnya ke Papanya. Ia mempertanyakan, kenapa dirinya harus dipertemukan dengan Gea? Hems... Terakhir SD Ibu melihatnya menangis, tapi semalam Ibu melihat Adhitya menitihkan air matanya kembali. Adhitya menceritakan semuanya kepada Ibu, tentang apa yang sudah Gea lakukan ke kamu. Ibu benar-benar kaget mendengarnya" Cerita Ibu Daisy, kian membuat pupil kedua mata Aurora membesar. Tak hanya Aurora, Anna yang mendengarnya dari balik tembok pun juga sama terkejutnya.
"Adhitya pergi setelah Papanya menamparnya. Ini yang ketiga kalinya Adhitya menerima tamparan keras dari Papanya sendiri, Ibu benar-benar tidak sanggup lagi melihatnya. Ibu enggak tahu Adhitya sekarang dimana? Varron bilang, Adhitya enggak pulang ke asrama kemarin. Ibu kontak-kontak Adhitya, ponselnya mati. Ibu sangat mengkhawatirkan Adhitya sekarang" Tungkas Ibu Adhitya mengakhiri.
"Maaf Bu" Tapi Aurora tiba-tiba saja melontarkan kata maafnya, seraya menitihkan air matanya yang tentu saja membuat Ibu Daisy tersentak melihatnya. "Karena saya Adhitya cekcok dengan Ayahnya. Maaf sekali lagi Bu"
"Enggak... Enggak. Gea yang melakukannya, bukan Ibu ataupun kamu. Ibu memang dari dulu tidak menyetujui perjodohan antara Adhitya dan Gea. Kehidupan Gea itu terlalu bebas dan manja. Jadi kamu jangan menyalahkan diri kamu, mengerti? Sudah, sekarang lebih baik kamu hapus air mata kamu. Tunjukkan kepada Gea, kalau kamu bukan gadis yang lemah" Seru Ibu Daisy memberikan semangatnya kepada Aurora, selaras ia menghapus air mata Aurora dengan jemari lembutnya, lalu kemudian menarik hangat senyum surganya sehingga membuat Aurora ikut tersenyum pula melihatnya.
**********
"Kira-kira Kak Adhitya kemana ya?" Pikir Anna saat ia sudah berjalan bersama Varron ditaman asrama kampus. Varron pun nampak menghentikan langkah kakinya. Sejenak membisu, ia pun kemudian berlalu menatap lekat wajah Anna, membuat Anna sontak saja terdiam pula karenanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ENIGMA
Teen FictionAda kisah yang harus diceritakan, ada hati yang harus diungkapkan. Andai hidup bisa memilih, maka siapa yang tak ingin memiliki kisah hidup yang bahagia? Dunia ini memang menegangkan, tapi teki-teki Tuhan lah yang lebih menegangkan.