R A I N B O W
Tempat ini berubah seiring berjalannya waktu.
***
Tempat itu beberapa waktu lalu masih diselimuti keceriaan juga kasih sayang. Tapi hari ini? Hanya ada kerinduan, kesunyian, kekecewaan, juga amarah yang terpendam. Akankah bisa waktu mengulang semua kenangan manis yang pernah terjadi di tempat itu? Bella tahu, hanya sebuah kamar yang letaknya tak jauh dari kamarnya, dan berukuran tidak terlalu besar dengan berisikan barang-barang spesial miliknya dan Theo itu tidaklah penting bagi orang lain.
Dulu saat ia demam, di atas ranjang di kamar itu, Theo selalu setia menemaninya. Kamar itu selalu menjadi tempat favorit bagi mereka dari sekian banyak tempat yang pernah mereka kunjungi.
Di depan sebuah televisi berukuran 42 inchi tak jauh dari ranjang, disana tempat mereka menjadi badut dadakan jika kalah bermain playstation.
Yang jelas, semua benda di kamar itu adalah barang berharga.
Dengan senyum getirnya, Bella melangkah ke arah nakas. Matanya tertuju pada sebuah kotak musik pemberian Theo saat ia berulangtahun, tahun lalu.
Kotak musik itu masih terlihat cantik. Ah, Bella semakin merindukan Theo.
Tiba-tiba terdengar suara kenop pintu yang terbuka. Bella pun menoleh.
"Theo?"
"Bella?"
Theo meletakkan tasnya kemudian menghampiri Bella. "Ngapain disini?"
Bella menggeleng. "Kangen aja."
"Mau taruhan main ps?" tawar Theo.
"Boleh." jawab Bella.
Keduanya pun beralih bermain playstation. Kali ini taruhannya adalah siapa yang kalah harus mau menceritakan semua keluh kesahnya. Dan yang menang harus membantu menyelesaikan masalah orang yang kalah itu.
Bella tak tahu harus berharap ia menang atau kalah. Menurutnya semua itu sulit. Kalau dia kalah, itu berarti apa yang dia pendam beberapa lama ini harus ia ceritakan pada Theo. Juga perasaannya kah? Ah mana mungkin.
Kalau dia menang, berarti jika Theo menceritakan masalahnya, maka ia harus bisa membantu menyelesaikan masalah itu. Bagaimana kalau masalah hatinya untuk Audi? Bagaimana kalau ia berniat menembak Audi? Haruskah Bella membantunya?
Dua jam berlalu.
Permainan selesai. Dan yang menang adalah, Theo. Bella sendiri terlihat kelimpungan mencari cara supaya ia tak perlu menceritakan apapun pada Theo.
"Jalanin taruhan, Bella." ujar Theo seraya meletakkan stick playstation nya.
"Gue lagi gak mau cerita apa-apa. Gue cuma lagi pengen minta sesuatu ke lo. Boleh?"
Theo mengernyit bingung. "Yaudah, apa?"
"Hari ini aja, kita bareng-bareng disini kaya dulu lagi. Mau?" tanya Bella sedikit was-was kalau Theo justru menolak.
Alis Theo terangkat. Bibirnya perlahan membuat sebuah lengkungan. "Apa yang enggak sih buat lo." tangan Theo pun beralih mengacak rambut Bella.
'Hati lo. Apa lo akan menyerahkan hati lo dengan mudahnya ke gue? Demi katak terbang pun, itu belum tentu terjadi.' batin Bella melanjutkan.
"Sini." Bella menepuk-nepuk karpet yang diduduki mereka berdua —supaya Theo lebih mendekat, di sampingnya.
Theo pun menggeser duduknya.
"Kenapa?" tanya Theo.
Bella tersenyum seraya menyandarkan kepalanya ke bahu Theo. "Kita udah main ps. Sekarang mau apa?"
Theo nampak berpikir sejenak kemudian terkekeh. "Gue ada ide, dan pasti di challenge ini lo bakal kalah."
Sontak Bella langsung menatap tajam ke arah Theo. "Enak aja. Gak bakal. Gue kan cewe strong, jadi gak mungkin kalah sama lo."
"Oke. Lo yang setuju ya. Sekarang kita turun, ke dapur."
"Oke. Siapa takut." Bella berjalan cepat mendahului Theo yang berada dibelakangnya.
"ALAH GAK USAH BANYAK GAYA DEH BEL. LO PASTI KALAH!" ejek Theo sambil tertawa kecil.
Bella menjulurkan lidahnya. "LO YANG BANYAK GAYA! SAMPE GUE MENANG, LIAT AJA LO!" balasnya.
Samyang challenge ditambah cabai rawit sepuluh biji dan tidak boleh minum sebelum selesai.
Entah seberapa pedas itu. Benar-benar keterlaluan Theo itu. Tapi bukan berarti Bella harus mundur.
Oh tidak-tidak. Itu sama saja dengan menjatuhkan harga dirinya. Masa iya pedasnya samyang akan menang daripada harga dirinya.
"Siap?" tanya Theo setelah samyang mereka jadi.
Bella mengangguk cepat. "Siaplah!"
"Oke. Satu... Dua... Tiga... Mulai!"
Keduanya cepat-cepat menghabiskan samyang masing-masing. Keringat mereka pun mulai bercucuran. Rasanya seperti di neraka. Panas.
Bella sempat berpikir bahwa sudah dapat dipastikan kalau asam lambungnya akan kambuh lagi. Tapi itu bukan apa-apa dibanding kebersamaannya dengan Theo hari ini.
"FINISH!" seru Theo seraya meletakkan garpunya.
Bella menatap Theo dengan melongo. Kalah lagi.
"HEH KADAL! GUE GAK TERIMA! HARUSNYA GUE YANG MENANG!!"
"Tapi nyatanya? Gue yang menang kan?" Theo menampilkan senyum miringnya.
Bella lebih dulu minum agar rasa pedasnya sedikit berkurang. Setelahnya ia melangkah ke arah Theo dengan tatapan seakan ingin membunuh.
"GUE YANG MENANG!" Theo langsung berlari menjauh.
"KECOAK BUNTUNG! SINI GAK LO!"
Berakhirlah keduanya kejar-kejaran diiringi dengan sumpah serapah dari Bella juga ejekan dari Theo.
Sekali lagi kenangan akhirnya ia membuat kenangan lagi dengan Theo.
***
Don't forget to vote and comment(:
KAMU SEDANG MEMBACA
RAINBOW
Fiksi RemajaBagi Theo dan Bella pelangi memiliki arti tersendiri dalam hidup mereka. Menurut mereka pelangi itu cinta. "Pelangi dalam hidup gue itu ibarat cinta. Dimana gue mencintai seseorang, maka disana akan ada pelangi." Keduanya sudah lebih dari 10 tahun b...