R A I N B O W
Dengan kaya gini gue tahu dimana posisi gue dalam hidup lo. Tapi, selama ini lo anggep gue apa?
***
Theo merebahkan tubuhnya di atas kasurnya. Matanya terpejam namun bibirnya menyunggingkan senyuman bahagia.
Jatuh cinta itu indah. Batin Theo senang.
Ia pikir jatuh cinta itu menyakitkan. Jatuh cinta itu sulit. Jatuh cinta itu kebencian. Namun ia salah. Ternyata kata menyenangkan pun tidak cukup mengungkapkan rasa bahagianya saat jatuh cinta.
Saking bahagianya, ia bahkan lupa akan keadaan sekitarnya. Termasuk keadaan sahabatnya.
Theo mengambil ponsel yang berada di saku celananya. Ia tercengang.
137 missed call from Citra.
"Ini bocah kenapa coba? Kangen?" heran Theo dengan kekehan khasnya akhir kata.
Daripada memendam rasa kepo, Theo pun langsung menghubungi Citra.
"Hal-"
"Lo kemana he?! Gue telpon dari tadi kagak diangkat! Lo mikir gak sih?! Lo kemana Theo?! Otak lo dimana sih?! Gila ya lo!"
"Woi! Woles! Gue baru pulang jalan sama Audi. Asal nyerosos aja! Kenapa?!"
"Oh. Pantes. Emang udah bego ya lo! Sahabat lo sendiri masuk rumah sakit dan terus manggil nama lo, tapi lo gak ada di sampingnya saat dia butuh lo! Goblok Theo! Lo goblok! SAHABAT LO SENDIRI! SAHABAT! BELLA!"
"Alah gausah alesan deh! Ngomong jujur. Gue tau Bella gak kenapa kenapa. Jujur aja deh, Cit!"
"What?! Cari otak lo dulu sana di tempat sampah!!! BELLA MASUK RUMAH SAKIT! BELLA! SAHABAT LO! DAN LO LEBIH PEDULI CEWE GANJEN KAYA AUDI?!! Gue kecewa sama lo. Sahabat macem apa yang gak tau keadaan sahabatnya sendiri dan milih cewe yang baru dia kenal?! Terserah lo! Gue tutup!"
"Omong-"
Baru saja Theo hendak memprotes bahwa Audi itu bukan cewe ganjen, tapi telponnya sudah diputuskan sepihak oleh Citra.
Dia sama sekali tidak percaya yang dibilang Citra barusan. Ia yakin gadis itu hanya mengada-ada. Ia juga yakin bahwa Bella baik-baik saja.
Tapi tunggu. Citra mengatakannya dengan menangis bahkan sampai membentak. Apa benar Bella masuk rumah sakit? Tapi mengapa Bella tidak bilang? Apa Bella tidak menganggapnya sebagai sahabat?
Untuk memastikan Theo menelpon ibu Bella.
"Halo?"
"Halo tante, ini Theo."
"Oh Theo. Ada apa?"
"Bella masuk rumah sakit ya tante?"
"Iya. Tadi habis ashar dia masuk rumah sakit."
"Yaudah tante, makasih. Nanti Theo rumah sakit."
"Iya."
Deg. Ternyata apa yang dikatakan Citra itu benar. Tapi tidak. Ia merasa tidak salah. Kenapa bukan Bella langsung yang menghubunginya? Seharusnya Bella-lah yang menghubunginya. Bukan Citra.
Ia akan memarahi Bella nanti.
***
Suara pintu masuk terbuka membuat perhatian Bella teralih. Siapa malam-malam begini yang datang menjenguknya?
"Theo?!"
Astaga, bagaimana ia harus menjelaskan semuanya?
"Udah makan?" tanya Theo lembut.
Bella mengangguk pelan bahkan nyaris tak terlihat. "Udah. Kamu kenapa malem-malem kesini? Gak tidur?"
Kamu.
"Gue mau tanya." Theo tak mengindahkan pertanyaan Bella tadi. Bahkan ia juga tidak sadar bahwa Bella menggunakan aku-kamu. Bukan gue-lo.
"Tanya apa?"
"Kenapa lo gak bilang kalo masuk rumah sakit? Kenapa Citra yang malah telpon gue? Kenapa bukan lo? Lo anggep gue apa? Harusnya gue tahu kedaan lo. Tapi nyatanya? Lo seperti gak anggep gue sebagai sahabat lo. Kemana Bella yang selalu cerita keluh kesahnya ke gue? Lo masih anggep gue sahabat atau nggak?" serentetan pertanyaan Theo membuat mata gadis itu memanas. Sahabatnya salah paham.
"Kamu masih sahabat aku, Theo. Dan gimana aku mau bilang? Hape aku ketinggalan di rumah waktu aku kesini. Aku bahkan gak tau kalo Citra telpon kamu. Waktu itu aku belum sadar. Kamu salah paham," ujar Bella menjelaskan. Ia tidak berbohong. Memang itulah yang terjadi. Ia tidak pandai berbohong pada Theo. Kecuali satu hal yaitu menyembunyikan rasa cintanya pada sahabatnya itu.
"Bohong." cibir Theo.
Bella menghela napasnya sejenak agar air matanya tidak tumpah. "Aku serius Theo."
Theo menaikkan satu alisnya tanda ia tak yakin dengan penjelasan Bella. "Serius? Gue juga serius. Oke anggep aja gue percaya, meskipun kenyataannya enggak. Dengan kaya gini gue tahu dimana posisi gue dalam hidup lo. Tapi lo anggep gue apa? Jawab." tersirat nada sinis di dalamnya.
"Sa-"
"Sabahat? Buat apa lo anggep gue sahabat kalo lo sendiri nyembunyiin keadaan lo dari gue? Gue capek. Ceper sembuh. Gue pulang." Theo langsung beranjak pergi dari sana. Ia merasa tidak betah berlama-lama dengan Bella. Ia tidak suka kebohongan yang Bella katakan.
Bella sendiri ingin mencegah namun apa daya? Ia merasa percuma. Karna pasti Theo tidak akan memperdulikannya.
"Aku yang salah atau kamu, Theo? Citra gak salah. Kemana kamu waktu dia telpon buat ngasih tau keadaanku? Kamu terlalu sibuk dengan dunia barumu. Audi."
***
Sorry for late update.
Don't forget to vote and comment. ((:
KAMU SEDANG MEMBACA
RAINBOW
Teen FictionBagi Theo dan Bella pelangi memiliki arti tersendiri dalam hidup mereka. Menurut mereka pelangi itu cinta. "Pelangi dalam hidup gue itu ibarat cinta. Dimana gue mencintai seseorang, maka disana akan ada pelangi." Keduanya sudah lebih dari 10 tahun b...