Tanpa menunggu lebih lama lagi, Theo bergegas pergi menemui si penelpon. Tak peduli jalanan yang ramai ia tetap melajukan motornya dengan kecepatan tinggi. Membiarkan ada orang yang memakinya kala ia menyelip bahkan menerobos lampu merah.
Kurang dari lima belas menit, Theo memberhentikan motornya di depan rumah Bella.
Ya memang rumah Bella-lah tujuannya.
Theo turun dan melepaskan helmnya. Dengan langkah buru-buru ia memasuki rumah Bella.
"Eh?" Bi Yuni terperangah kaget dengan kehadiran Theo yang berdiri di ambang pintu.
"Bella di dalem kan, Bi?" tanya Theo memastikan.
Bi Yuni lantas mengangguk.
"Yaudah." jawab Theo kemudian mengangkat kakinya menuju kamar Bella.
Sampai di depan kamar Bella, Theo menempelkan telinganya di pintu.
"Choco Girl... Hey! You're not fine!"
"Deon, please. I'm fine. Umm, i just can't control my feelings."
Theo menghembuskan nafas panjang. Kemudian diketuknya tiga kali pintu kamar Bella.
Sosok yang pertama kali Theo liat adalah Deon.
Deon tertawa renyah seraya menepuk pundak Theo dua kali. "Ternyata secepat itu."
"Boleh gue masuk?" tanya Theo tak mengindahkan kata-kata Deom tadi.
"Ah, ya. I'm sorry. Silahkan." Deon mempersilahkan Theo masuk.
Bella yang tengah memperhatikan ke arah pintu mendadak kaget melihat Theo masuk.
Melihat raut wajah Thel seperti orang kesal membuat Bella menjad salah tingkah.
"Jadi? Lo kenapa?" tanya Theo to the point.
Bella menghembuskan nafas pelan. "Akan ada saatnya lo tahu."
"Kenapa? Kenapa gue harus nunggu lagi? Apa nggak bisa lo cerita sama gue sekarang? Atau... Mungkin cuma Deon orang yang bisa lo jadiin tempat curhat?" cetus Theo.
Deon menepuk pundak Theo dari belakang. "Do you know? Right now Bella be the most stupid girl i've ever seen."
"And i wanna ask you some questions. First question is, can you respect about Bella's behaviour when you always stay with 'her'? Second questions is, apa kamu bisa merasakan apa yang Bella rasakan sekarang? In her position. Apa kamu tidak bisa menemukan apa yang Bella sembunyikan? as difficult as is that?"
Theo menatap Deon dengan penuh kebingungan. Sebenarnya apa yang Deon tahu tapi ia tak tahu? Dan itu tentang Bella. Apa?
"Maksud lo?"
Deon memutar bola mata jengah. Dalam hati ia sudah memaki Theo sebagai laki-laki yang memang tidak bisa peka terhadap sekitarnya, termasuk pada Bella.
"Damn! God, i wanna kill you, Theo! Please, i wish you'll answer my last question with 'yes' or 'no'. Are you understand? Just 'yes' or 'no'."
"Oke."
"Are you like her?"
Empat kata yang dirangkai menjadi sebuah pertanyaan itu membuat Theo mengikuti arah yang ditunjukkan Deon.
"Are you kidding me, dude? She is my best friend and always been my best friend around the world."
Bella tersentak atas jawaban Theo. Yang ia butuhkan hanya jawaban 'ya' atau 'tidak', namun Theo sedah menjelaskannya secara rinci.
Hubungannya akan terus berada dalam nama persahabatan.
"Guys, i am so tired. I want to take a rest. Please, get out from my bedroom now!"
Tanpa menatap ke arah Deon maupun Theo, Bella berlalu pergi menuju tempat tidur menenggelamkan dirinya dibalik selimut.
Deon menatap sinis ke arah Theo. Tangannya sudah gatal ingin menampar laki-laki yang notabene nya adalah saudara sepupunya itu.
"See? You were hurt her with your answer. You must to say 'thank you' to her. She is important for me. Sekali lagi aku melihatmu menyakitinya, aku tak akan segan-segan memaki bahkan mungkin berbalik menyakitimu saat itu juga."
Sebuah tonjokan keras melayang mengenai pipi kanan Theo.
"Sialan lo!"
"Itu belum lebih menyakitkan dari apa yang sudah kamu lakukan pada Bella." Deon tersenyum meremehkan.
"Sekarang keluar dari sini!" usir Deon.
Dengan perasaan kesal Theo meninggalkan kamar Bella. Namun sebelum itu ia sempat melirik ke arah Bella yang menurutnya sudah terlelap. Ada rasa ngilu di hatinya mendengar nada bicara Bella tadi. Seperti orang yang sedang menahan sakit.
Sementara itu Deon duduk di tepi ranjang Bella. Suara isakan pelan terdengar olehnya kemudian cepat-cepat ia pun menarik selimut yang Bella pakai.
Gadis itu menangis lagi untuk yang keberapa kali entahlah.
"Sssttt. You have me. I am here, Choco Girl." Deon mencoba mendudukkan tubuh Bella dengan memegangi pundak gadis itu yang menaikkannya pelan-pelan.
Bella menatap Theo sendu. "Aku cuma pengen tahu jawaban dia itu iya atau nggak. Tapi kenapa malah Theo jelasin semuanya secara rinci kalo aku cuma bisa jadi sahabat?"
"Jadi? Rasa itu masih ada?" balas Deon.
Bella bungkam.
"Kamu tau? Jujur semua yang aku lakuin tadi hanya sebatas apa yang sekiranya ada di pikiran aku. Theo suka sama seseorang, and maybe she made you jealous because Theo sering berdua dengan dia. Semua itu hanya sebatas opiniku. Tapi tenyata? That's real, right? Do you know, Bella? Tadinya i wish i'll meet you without the same problem seperti yang lalu. But in fact? We meet with the same problem and my hope was dashed."
***
Haiii!!! Akhirnya bisa up lagii wqwqq
Idk, tapi aku justru suka deh sama karakter Deon.
Kalian juga kah? Atau enggak? hhe (:
Jujur Deon aku masukin disini sebenernya gak pernah ada planning sama sekali. Tiba-tiba aja aku ngetik dan langsung dapet aja karakter Deon ini.
Menurut kalian Deon akan gimana nih? Komen! :D
VoteComment guys(:
KAMU SEDANG MEMBACA
RAINBOW
Teen FictionBagi Theo dan Bella pelangi memiliki arti tersendiri dalam hidup mereka. Menurut mereka pelangi itu cinta. "Pelangi dalam hidup gue itu ibarat cinta. Dimana gue mencintai seseorang, maka disana akan ada pelangi." Keduanya sudah lebih dari 10 tahun b...