22. Don't u remember?

40 6 1
                                    

Deon perlahan mendengar isakan Bella. Mungkin perasaannya benar. Gadis di pelukannya kini memang sedang butuh seseorang untuk menopangnya sementara waktu.

Berhubung ia libur, Deon memilih membeli tiket pulang ke Jakarta. Tak ada siapapun yang ia kabari bahwa ia pulang. Dari bandara pun Deon langsung menuju lebih dulu ke rumah Bella.

"Hey! Mau sampai kapan kamu nangis terus? Bella, i think you know if i'm not deaf."

Deon merasakan Bella hanya menggelengkan kepalanya. Entah apa maksudnya tapi Deon memilih membiarkan Bella dengan posisi seperti itu.

"Please. Let me be like this. I'm just tired if what happened some time ago." lirih Bella.

Tangan kanan Deon mengelus rambut panjang Bella dan punggung gadis itu.

"Silahkan. Sampai kamu lebih tenang. I'm so glad to be your place to lean like now." ujar Deon tulus.

Waktu terus berjalan. Bella masih tetap berada dalam pelukan Deon sampai sekitar satu jam. Tak ada sepata kata pun terucap dari bibir gadis itu. Sementara Deon tak peduli badannya yang sudah terasa pegal karena ia sama sekali tak mengubah posisinya. Tangan lembutnya senantiasa mengelus punggung Bella yang bergetar.

Bella merasa nyaman bisa menuangkan perasaannya dalam bentuk tangisan pada Deon. Ia sama sekali tak pernah menyangka bahwa Deon yang akan datang menjadi tempat bersandarnya.

"Are you feeling better, Choco Girl?" Deon membuka suara.

Bella memundurkan tubuhnya menjauh dari Deon. Deon bisa melihat jelas bahwa Bella benar-benar menyimpan masalahnya sendiri. 

Mata gadis itu sangat merah juga bekas airmata masih tersisa di pipi Bella. Hal itu membuat tangan Deon terulur menyeka bekas airmata Bella.

"So, Choco Girl, now can you tell me why? Aku harap ada yang bisa aku bantu." Deon mengedikkan bahunya.

Bella mengangkat kepalanya menatap Deon. 

"Oh My God! Choco Girl... 'Call me if you need me. Remember, I'll be there for you.' Bella... kamu lupa tentang -"

Bella menggelengkan kepalanya cepat. "Aku ingat. That's what you said when you left me in city park, Deon."

Deon berdiri seraya berkacak pinggang. Menatap intens ke arah Bella. 

"Ceritakan semuanya sekarang and I will keep this problem or your secret, atau... Kamu ceritakan nanti tapi aku akan membocorkannya. Pilih mana?" ujar Deon mengancam.

Terdengar helaan nafas pasrah dari Bella. Dengan Deon ia akan kalah.

"Okay. Sit down, please. And I'll tell you everything."

'You are still the same girl as before, Choco Girl. I hope this is not the same thing or problem again.' ujar Deon dalam hati.

***

Theo memejamkan matanya dengan tubuh bersandar kepala ranjang. Di sisi kanannya ia menggenggam sebuah gantungan kunci dengan huruf 'B' dan 'T'.

Rasa bersalah muncul seiring berjalannya waktu. Entahlah, rasa itu datang tanpa diminta. Theo merasa salah disisi mana pun ia berada. Sisi Blle maupun sisi Audi.

Bersama Bella artinya ia tak peduli pada Audi, begitu pula sebaiknya.

Dua gadis itu menjadi hal penting dalam hidupnya saat ini.

Dari lubuk hatinya jujur Theo juga merasa bingung. Entah dari sisi mana ia bisa tertarik pada Audi. Tapi pasti selalu ada sesuatu yang menariknya ke arah Audi.

Di tengah pikirannya bergelut hebat, ponsel Theo berbunyi.

Sebuah pesan masuk.

'So, yang aku tahu sekarang adalah ketidakmengertianmu terhadap sekitar.'

Dahi Theo berkerut. Apa maksud pesan itu?

Theo mencoba menelpon ke nomor si pengirim. Tersambung namun tak ada jawaban. Ia terus mencoba sampai sekitar lima kali sampai akhirnya telponnya pun diangkat.

"Halo?" Theo membuka suara lebih dulu.

"I'm in indonesia. I think if you want you'll find it easy. and also you must know where I am."

Sambungan telpon itu diputus sepihak.

Seketika juga Theo diam mematung. Suara itu dan cara orang itu berbicara. Theo mengenalinya.

***

Yayy bisa update lagii!! :D

Huhu siapa tuuhh wqwq ^^

How about this chapt?

VoteComment!! :D

Chapt 23 yay or nay??

Love,

Jeliii yang masih berdoa untuk kesembuhan wattpad.

RAINBOWTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang