6. Tolak ya?

37 11 12
                                    

R A I N B O W

Apa sesusah itu buat nolak?

***

Dua hari berlalu. Bella masih tetap berada di ranjang kamarnya. Suhu tubuhnya masih tinggi. Untuk membuka mata saja rasanya sangat berat. Mungkin demamnya itu untuk mengistirahatkan fisik dan menghilangkan sejenak beban fikirannya mengenai Theo, dia, dan Audi.

Laki-laki itu, Theo. Semenjak kejadian di UKS itu, perlahan rasa peduli dan perhatiannya mulai kembali dirasakan Bella. Bahkan Theo rela sampai berbohong pada ibunya hanya untuk menemani Bella yang sedang sakit. Dua hari ini, Theo berangkat sekolah hanya mengikuti jam pertama saja, selanjutnya dia bolos dan pergi ke rumah Bella.

"Ih gak bosen apa tiduran terus?!" omel Theo yang tengah berada di samping ranjang Bella seraya menggenggam erat tangan gadis itu.

"Dasar. Gue sendirian terus tau!"

"Buruan bangun kek!"

"Gue kangen lo, Bella"

Bella hanya memejamkan matanya. Ia masih bisa mendengar semua yang diucapkan Theo padanya. Perlahan ia pun membuka matanya yang terlihat sayu.

"Theo," erangnya pelan dengan suara serak. Kemudian dia mulai berusaha mendudukkan dirinya, namun Theo tidak memperbolehkannya.

"Udah gak usah. Tiduran aja," katanya lembut.

"Kok bolos lagi?"

"Pengen nungguin lo,"

"Kenapa?"

"Gue kangen lo. Gue gak suka liat lo sakit kaya gini. Gue mendingan liat lo pecicilan."

Bella tersenyum tipis menanggapinya.

"Audi?"

Seketika Theo menepuk jidatnya. Ia lupa akan gadis itu. "Allahuakbar! Audi. Gue lupa!"

Bella tertawa hambar. Masih sama. Audi masih tetap jadi prioritas utama Theo. Kalau saja Bella tidak demam, mungkin sampai detik ini Theo masih menikmati hari-hari bersama Audi.

"Sana balik ke sekolah. Entar Audi nyariin. Gue gapapa," alibi gadis itu namun dengan harapan Theo menolaknya dan lebih memilih disini bersama Bella.

Tapi ternyata tak sesuai keinginannya. Mata Theo justru terlihat berbinar mendengarnya.

"Serius lo?" tanyanya memastikan.

Bella mengangguk. "Iya"

Dengan cepat Theo langsung menyambar tas dan kuncinya yang ditaruh dekat nakas. "Okelah. Gue duluan. Cepet sembuh, entar gue balik kesini lagi. Bye!"

"Bye!"

Melihat kepergian Theo yang sangat cepat, hatinya kembali teriris. Tidakkah bisa Theo menolaknya? Sesulit itukah mengatakan tidak? Rasanya ingin membenci Audi, namun siapa dia? Apa dia pantas yang kedudukannya hanya sebagai sahabat Theo, membenci gadis yang Theo sukai?

Entah Audi yang membuat Theo berubah atau memang Theo yang berubah karna jatuh cinta.

***

"

Hai!"

"Hai! Masih inget gue ternyata. Kirain lupa,"

"Yakali gue lupa sama cewe cantik kaya lo, Di"

Audi terkekeh mendengarnya. Theo selalu saja menggoda dirinya.

"Dasar, gombal mulu" cibir gadis itu.

Theo menjulurkan lidahnya. "Bukan gombal sayang, gue serius kali"

"Dih, sayang katanya"

"Dibilang gak percaya lagi. Gue serius, Di"

"Apaan coba,"

"Gue sayang lo," goda Theo lagi.

Blush. Pipi Audi langsung merah merona. Ini pertama kalinya dia digoda seperti ini oleh seorang laki-laki. Dan orang itu adalah Theo. Tapi ia mencoba menyembunyikan pipinya yang merah merona itu dengan menundukkan kepalanya, pura-pura memakan mie ayam yang sudah dipesannya.

"Oh iya, sorry waktu itu gue ninggalin lo gitu aja. Abis gue kaget denger Bella demam" jelas Theo.

'Bella lagi,' batin Audi kesal.

"Santai aja,"

"Lo gak marah kan?"

"Enggak"

"Yakin?"

"Tau diri aja. Bella prioritas lo,"

***

Don't forget to vote and comment((:

RAINBOWTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang