Bahkan di pagi yang dingin, satu sudut di kelas 12-2 itu terasa panas. Jiyeon dan Renjun harus kembali bertemu meskipun mereka telah melakukan rolling tempat duduk.
"Ah, anjing. Kenapa harus ketemu dia lagi, sih," gumam Jiyeon seraya melempar kertas berisikan nomor yang baru saja diambilnya.
Renjun pertamanya tak sadar, tetapi selepas itu ia langsung melengos. Apa salahnya sampai harus berulang kali bertemu dengan Jiyeon, seseorang yang membuatnya patah hati?
"Jen, boleh tukeran gak sih?" Renjun mendekati kawannya, Jeno, yang merupakan petugas rolling.
"Emang kenapa? Lo gak keliatan kalo duduk di tempat yang baru?" tanya Jeno sembari memasukkan kertas-kertas yang baru dikembalikan.
"Liat aja anjir gua duduk sama siapa." Renjun menunjuk papan tulis dengan kepalanya.
Jeno menengok dan membelalakkan matanya yang tak begitu besar. Ia kembali menatap kawannya yang masih cemberut. Laki-laki berambut pirang itu mencubit mulut temannya.
"Terima aja dulu. Lagian, lo berdua butuh deket tau. Bentar lagi lomba, harus dapet chemistry-nya."
Renjun memutar bola matanya. Ia benar-benar muak dengan segala hal ini.
***
Jiyeon mencoba sangat keras untuk tidak berkomunikasi ataupun sekedar menatap teman sebangkunya itu.
Namun, rumus yang tertulis di papan tulis itu memecahkan segalanya. Ia menatap Renjun yang tampak seratus persen mengerti.
Hati dan otaknya kini tidak sinkron. Di satu sisi, hatinya merasa sangat berat untuk bertanya karena gengsi. Di sisi lain, otaknya ingin segera mengetahui apa maksud dari rumus tersebut.
"Ngerti, gak?" tanya Renjun menyadari tingkah Jiyeon.
Jika ada award untuk laki-laki paling peka, maka nobatkanlah Renjun menjadi pemenangnya.
Jiyeon gugup dan mengangguk perlahan. Renjun tersenyum tulus dan mulai menunjuk rumus yang telah ia tulis di bukunya.
"Jadi gini, rumus ini dipake kalo...," jelas Renjun panjang lebar. Jiyeon manggut-manggut selama mendengarkan kawannya itu.
Jaemin yang duduk dekat keduanya tersenyum senang dan menyikut lengan Jeno yang tengah menulis.
"Apaan anjir? Tulisan gua jadi jelek gara-gara lo!" protes Jeno sambil balik menyikut Jaemin.
Jaemin terkekeh dan menunjuk Renjun dan Jiyeon dengan jempolnya. Ia mengangkat-angkat alisnya sambil menatap Jeno.
Jeno menengok dan menyadari situasi yang sedang terjadi. Laki-laki bernetra tipis itu tertawa pelan dan menutup mulutnya.
"Tadi aja ngomel, sekarang? Ckckck, dasar remaja," bisik Donghyuk seraya meminjam penghapus Renjun.
"Gak jelas!" seru Renjun dan Jiyeon bersamaan. Tentu saja, disambut gelak tawa dari tiga yang lainnya.
Bu Kahi memukul papan tulis dengan penghapus sambil berseru, "Itu yang duduk berenam kecuali Eunsung, jangan berisik!"
Kesunyian pun memenuhi ruangan, sebelum terdengar ceramah sepanjang jalan.
***
Jiyeon bersungut. Ia ingin menendang apapun yang berada di depannya, kecuali Chani dan sosis goreng.
"Ah, ngeselin banget! Kenapa coba aku mesti duduk sama orang itu?" Jiyeon terus memukul pelan meja makannya, mencoba mengeluarkan seluruh kekesalannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Chairmate | huang renjun✔
FanfictionJika ada satu kalimat yang cocok untuk menggambarkan kisah Renjun dan Jiyeon, itu adalah "Jauh di hati, dekat di mata." ? SNHS-00 Series 1/5