24

2.1K 270 9
                                    

"Gua panik banget, huee!" seru Jiyeon sambil berulang kali jalan kesana kemari, sudah seperti menyetrika bumi.

Mungkin sebentar lagi, teori flat earth dapat terbukti karena kelakuan Jiyeon yang tak dapat dihentikan ini.

"Jangan panik, kan ada gua."

Renjun mendekati Jiyeon dan berdiri di sampingnya. Ia menggenggam tangan wakil ketuanya itu dan berbicara, "Tangan lo dingin banget. Mana gemeteran lagi. Santai aja, kita semua udah kerja keras."

Perempuan itu kaget. Ia mematung, tangannya menegang, tak mampu membalas genggaman Renjun yang makin erat.

"Kok malah makin dingin? Sana, ambil hotpack aja kalo gitu. Gua mau nyamperin Sanha dulu." Renjun melepasnya dengan santai dan melangkah menuju sahabatnya yang sedang memainkan gitar.

Jiyeon membatu. Otaknya bingung, kejadian apa yang barusan dialaminya. Berulang kali, ia menengokkan kepalanya ke telapak tangan yang barusan dipegang oleh Renjun.

"Kok nyaman, ya?"

"Hayo, apa yang nyaman hayo?" Hina tiba-tiba muncul dari samping Jiyeon, mengagetkannya. Perempuan itu tersenyum iseng melihat ekspresi sahabatnya.

"Gua tau, kok. Udah, jadian aja sana. Gregetan sumpah liat lu berdua," saran Hina seraya memegang bahu Jiyeon erat-erat.

Jiyeon memandang temannya dengan sedikit kesal. Ia berbisik, "Kalo gua bilang tunggu tanggal mainnya, lu heboh gak?"

Tak perlu menunggu jawaban, Hina mengangguk dengan antusias sambil bertepuk tangan layaknya seekor anjing laut. Perempuan itu akan sangat mendukung apapun yang nanti akan dijalani oleh Renjun dan Jiyeon ke depannya.

"Oh, jadi lo diam-diam menunggu Renjun nembak, ya?" kata Sanha secara tiba-tiba. Alisnya terangkat beberapa kali, menggoda Jiyeon yang sekarang wajahnya bersemu merah. Sanha tertawa melihat tingkah kawannya itu.

Sanha berbicara lagi, "Gak salah kok, lo nungguin dia. Bener kata lo, tunggu aja tanggal mainnya."

Siswa bertubuh tinggi itu meninggalkan Jiyeon yang kebingungan. Perempuan itu tak mengerti dengan situasi yang terjadi. Ia memilih meninggalkan lokasi untuk mempersiapkan diri kembali.

***

Perlombaan pun dimulai. Seluruh peserta dan penonton antusias untuk memulai kompetisi paduan suara antarsekolah tingkat kota itu. Para penonton bersorak sorai tiap pembawa acara menyebutkan sekolah yang mereka dukung.

"Sekarang, mari kita sambut penampilan tim paduan suara dari Seoul National Highschool!" seru pembawa acara dengan amat lantang dan ceria.

Para suporter dari SNHS pun heboh. Mereka meneriakkan nama sekolah itu dan masing-masing anggota paduan suara yang akan menyanyikan sebuah lagu setelah ini.

"HUANG RENJUN DAN ZHONG CHENLE SEMANGAAAT! KAKAK DAN JUSTIN MENDUKUNGMU DISINI!" teriak Sicheng dengan penuh semangat. Ia mengepalkan tangan dan mengayunkannya di udara. Adiknya, Justin, ikut melakukan hal yang sama.

"Buset, itu Kak Sicheng? Tumben amat dia heboh," komentar Eunbin sambil menengokkan kepala ke arah tempat duduk dimana para keluarga peserta berada.

Beberapa saat kemudian, lampu di ruangan itu satu per satu mati. Kemudian, sejumlah lampu sorot yang terpasang di pinggir panggung menyala.

Wajah Herin dan Jiyeon yang berada di tengah-tengah terlihat dengan jelas. Disusul beberapa anggota lain yang mulai nampak.

Renjun yang merupakan dirigen mulai mengayunkan tangannya, tanda untuk memulai.

Chairmate | huang renjun✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang