Hyunbin tersenyum. Senyuman yang terlihat sangat tulus. Ia bertepuk tangan, diikuti oleh Taeyang.
"Heh, gua sama Woojae bukan burung merpati." Sewoon masih mode galak, tapi entah mengapa, kata-katanya lucu.
"Gak ada waktu, Woon."
Jaehyun merangsak maju dan menonjok pipi Hyunbin berulang kali, membuat lawannya terpelanting ke belakang.
"Gua gak akan pernah bersabar sama lo! Dari dulu! Sampe! Sekarang!" Jaehyun memenggal tiap kata dengan diikuti pukulan kencang. Beberapa kali, ia juga menendang Taeyang yang mencoba membantu.
Sewoon tak mau kalah, ia kini yang menghajar Taeyang. Meskipun ukuran badannya jauh lebih kecil dari Jaehyun, pukulannya tak kalah kuat.
"SERANG!" Renjun dan yang lainnya mendekati geng Hyunbin dan Taeyang yang tersebar di sekitar, dibantu oleh kakak mereka masing-masing.
Pekikan kesakitan dan jeritan kekesalan terus bersahutan satu sama lain di lapangan itu. Lapangan yang terletak di ujung kompleks itu kini telah hancur berantakan.
Jaehyun dan Hyunbin masih bergelut, dibantu oleh Mingyu, karena tinggi ketiganya tak jauh berbeda. Mereka berseteru dengan sangat gila.
Sewoon dan Taeyang juga sama, mereka adu kekuatan yang sama sekali tidak dapat diduga siapa pemenangnya.
Sanha menyerah, ia merebahkan dirinya yang telah tergores silet ke pinggir lapangan. Jinyoung yang berada di dalam rumah langsung keluar menghampiri sahabatnya.
"Udah cukup gua aja yang sakit, lo gak usah ikutan gini juga, San!" Jinyoung ingin menangis melihat sahabatnya seperti itu.
"Gak apa-apa, Jin." Sanha tersenyum lemah. Ia tertatih-tatih berjalan sambil dibopong.
Jinyoung marah, ia berseru, "Gak apa gimana? Gua sama yang lain bisa diomelin Sookyung, tau!"
Sanha hanya terkekeh mendengar nama perempuan yang ia taksir itu. Pipinya bersemu merah, sedikit menyamarkan lukanya.
***
"Pak! Cepetan dong!" Siyeon memburu supir taksi yang mereka tumpangi sambil terus menatap ke depan.
"Sebentar lagi sampai, Dek! Tunggu!" Supir itu menghentikan taksinya tak jauh dari lapangan tempat para laki-laki bertengkar.
Siyeon mengeluarkan sejumlah uang dan segera keluar, dengan menarik lengan Hina juga Jiyeon, tanpa memerdulikan seruan supir.
"Ngapain, sih?" Hina dan Jiyeon bertanya bersamaan, kebingungan.
Siyeon melepaskan genggamannya. Tangannya beralih ke bahu kedua sahabatnya itu.
"Dengerin. Renjun sama yang lain lagi berantem. Ada kakak mereka semua dan kakak lu juga!" Siyeon menunjuk dahi Jiyeon yang terlonjak kaget.
"Ya udah, ayo kesana!" Jiyeon berlari cepat ke arah lapangan. Ia ingin menghentikan waktu sekarang juga rasanya. Ia ingin menghentikan perkelahian mengerikan itu.
Lebih tepatnya,
Ia ingin Renjun tetap selamat.
***
Satu per satu tim Renjun tumbang. Bahkan, Sewoon sudah membalikkan badan menuju basecamp. Rambutnya acak-acakan, bajunya nampak tak beraturan, tampak seperti gembel.
Kini, yang tersisa hanyalah Renjun, Sicheng, dan Jaehyun. Mereka bertiga mendekat, memasang ancang-ancang jika akan dihajar.
"Terima kasih, telah bertahan sampai akhir, para pahlawan." Chani keluar dari persembunyiannya, meskipun masih tampak luka di beberapa bagian di mukanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Chairmate | huang renjun✔
FanfictionJika ada satu kalimat yang cocok untuk menggambarkan kisah Renjun dan Jiyeon, itu adalah "Jauh di hati, dekat di mata." ? SNHS-00 Series 1/5