Part 6 -- Problem

34.1K 3.4K 38
                                    

Then I look at you
And the world's alright with me
Just one look at you
And I know it's gonna be
A lovely day

(Bill Withers - Lovely Day)

*****

AKHTAR

Pandanganku beralih sejenak ke arah ponsel saat mendengar deringan pelan seraya meraihnya. Sebuah pesan masuk dari Sky dan hal itu membuatku tanpa sadar melirik seseorang yang tengah duduk di hadapanku. Wajahnya menatap lurus padaku dengan ekspresi tidak senangnya dan hal itu berhasil membuatku semakin bingung dengan apa yang harus kulakukan saat ini. Membaca pesan istriku atau memberikan perhatian penuh kepada lawan bicaraku yang notabennya adalah mantan kekasihku sendiri.

Aku menghela nafas sejenak dan ternyata aku lebih memilih membuka pesan dari Sky.

SAA : Di mana?

Alisku mengeryit bingung. Ini adalah hal yang tidak biasanya gadis itu lakukan. Meskipun kami baru menikah kemarin dan mengenal beberapa hari, tapi yang ku ketahui dari Sky adalah dia tidak pernah mengirimkan pesan terlebih dahulu. Boro-boro mengirimkan pesan lebih dulu, kebanyakan pesan yang kukirimkan darinya saja jarang berbalas.

Akhtar : Di ruangan. Kenapa?

Read. Seketika itu aku mendengus kesal melihat notifikasi pesanku berubah menjadi dua centang biru. Tuh kan apa kubilang, jatuhnya cuma dibaca saja, karena setelah itu sama sekali tidak ada balasan apapun darinya.

"AKHTAR!" teriakan pelan menyentakku.

Kepalaku mendongak dan kembali menemukan wajah Patricia yang masih menatapku kesal. Lagi-lagi aku hanya bisa menghela nafas pasrah saat menghadapi gadis satu ini. Dia bukanlah tipe perempuan yang mudah menyerah. Kupikir beberapa hari lalu setelah aku mengatakan hubungan apapun di antara kami berakhir, dia akan langsung diam dan pergi begitu saja. Tapi ternyata, Patricia tiba-tiba saja muncul di ruanganku siang ini. Untung saja, Bu Aya, dosen yang berbagi ruangan ini bersamaku sedang tidak ada di ruangan.

"Tolong pelankan suaramu, Pat," bisikku.

Patricia mendengus kesal. Kedua tangannya secara sadar langsung disilangkan di depan dada. Gerakan refleksnya itu berhasil menarik perhatian mataku untuk menelusuri penampilannya siang ini. Dia benar-benar memperhatikan detail penampilannya setiap hari, apalagi karena status pekerjaan sampingannya yang sebagai seorang model.

Kemeja kuning muda polos berlengan pendek yang dipadupadankan dengan rok putih bercorak bunga sepanjang lutut. Sementara rambut sebahunya dikuncir yang menampilkan leher jenjangnya. Begitu cantik, tapi begitu salah jika aku terus melihatnya dengan tatapan begitu memuja. Buru-buru aku berdeham pelan seraya mengalihkan tatapanku kembali ke wajahnya.

"Akhtar, please," akhirnya Patricia mulai memelankan suaranya. "Aku nggak mau putus dari kamu. Aku mau kita kembali kayak dulu, Akhtar."

Entah mengapa aku merasa nada suaranya begitu menggoda dan kali ini dia berhasil menyita seluruh perhatianku. Ditambah ekspresi wajahnya yang berubah menjadi lembut dan sangat menggemaskan untuk dicubit. Apalagi ketika tangan Patricia mulai terulur untuk meraih tanganku ke dalam genggamannya. Mulutku seolah keluh. Kepalaku kosong. Tapi, aku tahu aku harus mengatakan sesuatu. Menolak mungkin.

"Pat –"

Tok, tok. Terdengar suara pintu diketuk diiringi dengan pintu ruanganku yang terbuka perlahan. Tanpa bisa kucegah kepalaku menoleh menuju sumber suara dan tak berlangsung lama wajah Sky lah yang muncul dari balik pintu. Refleks kedua mataku melebar dan bersamaan itu pula aku menarik paksa tanganku dari genggaman Patricia. Tuhan, bagaimana bisa aku sebodoh dan seceroboh ini.

Call You HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang