BAB 29 -- Hate Him

24.5K 2.4K 62
                                    

Don't tell me you need me
If you don't believe it
So let me know the truth

(Ed Sheeran - Dive)

*****

SKYLIN

Tepat pukul empat sore aku sampai di Chocoffee. Aku beruntung keduanya belum datang. Jelas aku manfaatkan untuk mencari tempat yang bagus agar bisa mengatamati diam-diam. Bahkan aku sudah menyiapkan penyamaran untuk mengelabui mas Akhtar. Sebuah gaun polos panjang berwarna maroon, pasmina corak bunga-bunga terpasang rapi di kepalaku, serta kacamata berbingkai kotak menghiasi wajahku. Suamiku tidak akan menyadari bahwa gadis berhijab yang duduk sendirian ini adalah istrinya.

Mbak Ayang tersenyum lebar seraya mengantarkanku ke meja kosong yang berada di sudut terdalam kafe. Tangannya membawakan kue pesananku. Aku segera mengucapkan terima kasih kepada Mbak Ayang setelah meletakkan kue ku di meja. Sesaat setelah Mbak Ayang pergi, aku memfokuskan diri pada pintu masuk.

"Lama sekali!" keluhku. Kepalaku merunduk memeriksa jam tangan, seketika kekesalanku semakin bertambah. "Ini beneran janjian jam empat, kan? Hampir setengah jam belum datang."

Bunyi ting dari pintu kafe membuatku refleks menoleh menuju sumber suara. Mas Akhtar berjalan memasuki kafe. Dia langsung memilih meja di dekat jendela yang bersebrangan dengan tempatku berada. Bersyukurnya dia tidak menyadari kehadiranku.

Melihat kedatangan mas Akhtar, seketika aku merasa sedih. Patricia tidak berbohong, mas Akhtar memang mengajaknya bertemu sore ini. Tapi aku tetap berusaha untuk tidak terpancing emosi. Perhatianku terus tertuju pada suamiku yang terlihat sedang menunggu seseorang.

Terdengar bunyi ting lain, tak beberapa lama terdengar teriakan seorang wanita memanggil nama suamiku. Kepalaku menoleh, benar dugaanku Patricia sudah datang. Wajahnya memamerkan senyum lebar seolah melihat kekasihnya. Aku terus memperhatikan gerak-gerik keduanya dari jauh.

Mas Akhtar berdiri dari kursinya. Wajahnya tak menampakkan senyum. Patricia seolah tidak peduli. Kakinya berlari cukup cepat untuk menubruk tubuh mas Akhtar. Emosi yang sejak tadi berusaha aku tahan, seketika siap untuk aku keluarkan saat menemukan gadis itu tiba-tiba saja menempelkan bibirnya pada bibir suamiku.

Tubuhku otomatis berdiri. Langkahku dengan cepat menyebrangi ruangan. Tanganku segera terangkat untuk menjambak rambut panjang terurai Patricia. Suaranya yang mengaduh kesakitan berhasil menambah kekuatan tarikanku pada rambutnya.

"Dasar jalang! Menjauh dari suami gue!" teriakku tanpa sadar. Patricia menoleh. Senyum kemenangan tersungging di wajahnya.

"Kenapa? Sudah berfikir untuk menceraikan suami tercinta lo?" tanyanya. Dia tertawa pelan. Tangannya berusaha untuk melepaskan jambakkanku, namun sayangnya aku malah semakin menarik rambutnya hingga kepalanya menengadah semakin tinggi.

Aku menggeleng tegas. "Lo memang sakit jiwa, Pat! Bermimpilah! Lo pikir gue bakal diam aja sama kelakuan lo? Nggak! Dasar jalang nggak tahu diri. Percuma lo cantik tapi suami orang masih lo kejar. Masih mending dia mau sama lo, tapi nyata lo cuma pungguk yang merindukan bulan. Ngerti lo?" Aku kembali meneriakkinya.

Nafasku tersengal. Tanganku yang bebas sudah bersiap untuk menamparnya. Sayangnya, sebuah tangan lain menahanku. Aku menoleh, mas Akhtar ternyata sudah berdiri di sampingku. Kepalanya menggeleng tidak setuju. Ingatan akan ciumannya dengan Patricia berputar di kepala. Kesedihan dan juga kekecewaan seketika menyelimuti hatiku.

Refleks aku melepaskan jambakkanku pada Patricia. Perhatianku kini tertuju pada mas Akhtar. Segera saja aku menghentak keras cekalannya. "Dan kamu mas ... AKU BENCI, TERAMAT BENCI SAMA KAMU!"

Call You HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang