BAB 24 -- Surprise

22.6K 2.7K 56
                                    

When the stars are shining brightly in the velvet sky,
I'll make a wish send it to heaven then make you want to cry
The tears of joy for all the pleasure and the certainty.

(Savage Garden - Truly, Madly, Deeply)

*****


AKHTAR

Obrolan bersama dengan Pak Lambang mendadak terputus saat merasakan Pak Rian menepuk pelan pahaku. Aku menoleh kepadanya, tapi saat menemukan kepala Pak Rian malah berfokus ke depan ruangan tempat Sky berada, mau tidak mau kepalaku turut tertuju ke depan ruangan. Sky tengah berlutut di depan laptopnya. Wajahnya terangkat kepada kami. Tapi, ekspresi yang dia tunjukkan, aku tahu dengan jelas bahwa dia sedang menahan tangisnya.

Tubuhku dengan sendirinya berdiri, kemudian berjalan mendekat ke arahnya. Sky yang langsung menyadari kedatanganku, hanya bisa terpaku di tempatnya. Matanya bergerak pelan mengikuti setiap gerikku. Mata kami bersirobok di udara beberapa saat, tapi dengan cepat dia menundukkan kembali wajahnya. Aku tahu, dia sedang bersikap menjadi mahasiswi baik dengan menjaga pandangannya.

"Berdiri, Sky," pintaku dengan suara rendah.

Dia segera berdiri tanpa membantah. Wajah masih merunduk, dia bahkan seperti tidak berani untuk menatapku. Aku menghela nafas pelan, kemudian berbisik. Rasanya aku bersyukur karena jarak dari depan kelas dengan tempat para dosen cukup jauh. "Ada apa?"

"Laptop ... blue screen," suaranya serak, dia terdengar seperti menahan tangis.

"Data skripsi kamu, aman?"

Sky menggeleng pelan. Masih terus merundukkan wajahnya. "Tidak ada backup, Pak."

"Ada." Aku semakin berbisik. Tidak mungkin aku terang-terangan menunjukkan kepada para dosen penguji bahwa aku membantu skripsi Sky, walaupun hanya menyimpan backup data dari skripsi yang dia buat selama beberapa bulan terakhir. "Semalam, aku kirim semua data skripsi dari folder kamu ke email. Sekarang, kamu ambil laptop di mobil. Buka emailku dan kamu langsung presentasi. Segera."

Kepala Sky seketika terangkat. Senyum tipisku merekah ketika menemukan kembali sorot matanya yang bersemangat. Tanganku sudah gatal ini mengusap puncak kepalanya, namun terpaksa harus aku tahan. "Lain kali ... data penting harus ada backup-nya, sayang," gumamku tanpa suara saat memanggilnya sayang.

"Terima kasih, Pak."

Senyumnya kembali merekah lebar. Nada suaranya sedikit lebih baik dari sebelumnya. Aku segera mengangguk sebagai jawaban. Perlahan aku mulai merogoh saku jas untuk mengeluarkan kunci mobil, kemudian menyerahkannya secara diam-diam kepada Sky. Istriku itu menerimanya, lalu dengan cepat menyembunyikan kuncinya ke dalam jas almamaternya. Kami seperti baru saja melakukan transaksi ilegal.

"Tolong bantu saya, Pak."

"Santai saja. Jangan lari-lari."

"Iya."

Dia menyunggingkan senyum sekilas, kemudian langsung berbalik menuju ke pintu keluar.

Segera saja tubuhku berputar menghadap kepada para teman sesama dosen. Para dosen penguji masih terlihat asyik mengobrol, sepertinya mereka belum menyadari bahwa Sky baru saja keluar ruangan. Pak Rian menatapku dengan raut bingung dan bertanya. Tanganku bergerak memberi tanda agar Pak Rian menungguku berbicara.

"Maaf, semuanya. Pak Lambang, Pak Andre dan Pak Rian." Aku berdeham pelan. "Barusan saya mendapat kabar kalau laptop anak bimbingan saya mengalami blue screen, jadi harus mencari laptop pengganti dan sedang diambil sekarang. Mohon kesediaannya menunggu."

Call You HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang