BAB 23 -- Failed

24.6K 2.3K 63
                                    

So I got good at keeping secrets
I used to blend in with the crowd
On the inside I was screaming
With you I did not have to hide
Only you

(Calum Scott - Only You)

*****

SKYLIN

Ketika semua penonton seminar mulai bertepuk tangan riuh menyambut salam penutup yang kuucapkan, seketika aku senyumku merekah terlalu lebar. Salah satu Dosen penguji yang mengikuti rangkaian seminar hasilku juga terlihat tersenyum puas padaku, bahkan tanpa basa-basi dia segera beranjak dari kursi untuk meninggalkan ruangan. Aku sendiri tidak menyangka akan melalui ini dengan baik dan juga benar. Padahal sepagian tadi aku harus merasakan morning sick di tengah-tengah kegugupan luar biasa.

Ingatan akan pelukan hangat mas Akhtar sepanjang pagi ini berhasil meluruhkan seluruh perasaan gugup yang sempat aku rasakan. Percaya diriku mulai tumbuh, apalagi saat mengetahui bahwa dia juga selalu mendoakan yang terbaik untukku, walaupun dia tidak mungkin melihat langsung bagaimana prosesnya.

"Ky, keluar yuk!" suara Adisti menyentakku pelan.

Saat melihatnya menatapku dengan alis mengernyit bingung, buru-buru aku mengangguk. Segera saja aku menutup laptop begitu saja, merapikan jurnal-jurnal yang tercecer di atas meja untuk kumasukkan secara paksa ke dalam tas ransel miliiku. Kemuidan, barulah aku menyusul seluruh teman-temanku yang tadi sempat menjadi peserta seminar.

Kakiku berjalan cepat meninggalkan ruangan yang sudah sepi. Baru beberapa langkah keluar, tiba-tiba saja seseorang sudah menerjang tubuhku untuk dipeluknya. Aroma parfum yang begitu familiar tercium. Mataku melirik dan benar saja Adisti lah pelaku yang membuatku hampir saja terdorong menatap pintu kayu yang berada di belakang punggungku.

"Gue bangga sama lo, Ky!" bisiknya dengan suara serak. "Selamat, Skylin."

Tanganku refleks mengusap punggungnya Adisti sembari membalas pelukannya. Terdengar suara isakan pelan darinya, membuatku jadi ikut terharu dan hampir saja ikut terisak. Walaupun ini bukan sidang final, alias aku belum benar-benar lulus tapi tetap saja ini sudah hampir memasuki tahap terakhir. Lagipula seminggu lagi aku sudah harus menghadapi sidang akhir. Selepas sidang, mas Akhtar pasti akan melarangku untuk menginjakkan kaki di tempat ini, kecuali jika terpaksa seperti harus mengurus surat-surat penting untuk yudisium ataupun wisuda. Itu juga artinya aku akan meninggalkan Adisti dan Jupiter berjuang berdua di kampus neraka ini.

"Makasih ya, Dis."

"These beautiful flowers for our beautiful and smart best friend." Sebuah suara lain melepaskan pelukanku dengan Adisti. Aku menoleh, Jupiter sudah berdiri di samping Adisti. Wajahnya menyunggingkan senyum bangga, sahabatku ini semakin membuatku haru saja. Bahkan dia yang tidak pernah memberi kado apapun di setiap ulang tahunku, hari ini untuk pertama kalinya dia memberiku sebuah buket bunga berukuran besar.

Aku terkekeh pelan sembari menerimanya. "Makasih, Peter. Gue terharu lo kasih sesuatu ke gue."

Kini giliran dia yang terkekeh, sepertinya dia menyadari maksudku. "I'm so proud of you, Ky. Lo benar-benar membuat gue terpukau. Doa gue cuma satu, semoga semua lancar ya sampai lo mendapatkan gelar sarjana lo."

Aku mengamini dalam hati.

Tak lama kemudian terdengar banyak suara langkah kaki mendekat. Kepalaku sontak menengadah mencari tahu. Ketika menemukan teman-teman satu angkatanku mulai mengerubuniku, aku merasa semakin terharu. Seperti Jupiter, beberapa di antara mereka membawa hadiah untukku sebagai bentuk ucapan selamat. Walaupun aku hampir jarang bersosialisasi dengan mereka, tapi melihat ketulusan mereka yang masih mau hadir serta memberiku hadiah benar-benar membuatku semakin terenyuh.

Call You HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang