BAB 18 -- Plan B

30.1K 2.7K 89
                                    

I see this whole world falling apart
But I'm safe with you
I found a home inside your arms
I'm safe with you
I'll never be scared again because
I'm safe with you

(Us The Duo - Safe)

*****

AKHTAR

"Mas Akhta jangan ngebut-ngebut!" Sky lagi-lagi berteriak di sampingku, entah sudah keberapa kalinya.

Hanya saja, aku sama sekali tidak menggubrisnya. Amarah berhasil menguasaiku dan tentu saja Patricia lah pemicunya. Gadis itu benar-benar keterlaluan. Bagaimana aku menyebutnya, Psikopat? Orang gila atau mungkin orang bodoh? Tapi sayangnya, Patricia salah memilih musuh. Seharusnya yang dia benci adalah aku. Bukankah sejak awal di sini aku yang memutuskannya secara sepihak, aku juga yang menolak kembali kepadanya, terutama menolak mentah-mentah untuk bertanggung jawab atas kesalahan yang dia perbuat.

Lalu, kenapa harus Sky yang menanggung kesalahanku?

Tanpa sadar aku memukul stang mobil. Otomatis kakiku dengan sendirinya menekan dalam-dalam gas mobil.

"Mas Akhtar please." Sky kembali bersuara, namun kali ini suaranya terdengar pelan, namun suaranya masih begitu jelas di telingaku. "Jangan ngebut, ya. Kita belum punya anak lho."

Kita belum punya anak lho. Kita belum punya anak lho.

Kata-kata pelan itu seolah berputar di kepalaku berulang kali seperti radio rusak. Mataku melirik ke arah Sky. Wajahnya masih menatap ke arah jalan raya. Matanya menatap jalan raya dengan ekspresi ketakutan. Baiklah, kuakui bahwa aku sedikit berlebihan. Apalagi jalan tol sedang sepi-sepinya siang ini, alhasil aku mengemudikan honda civicku di atas. Aku menghela nafas dalam dan mulai menurunkan kecepatan.

Mataku kembali melirik ke arah Sky. Dia mulai terlihat lebih tenang dan senyum tipisnya tersungging manis di wajahnya. Tak beberapa lama, dia memutar badanya menghadapku. Tangannya terangkat ke atas puncak kepalaku untuk diusapnya pelan. Senyumku turut tersungging saat merasakan kehangatan usapannya. Membuat amarahku perlahan mereda.

"Aku tahu kamu marah, Mas. Kamu boleh marah, tapi jangan sampai kemarahan itu mengusaimu. Apalagi sampai kamu nekat hingga melakukan hal bodoh di luar batas untuk meluapkan kemarahanmu."

"Iya.... Maaf, Sky."

Sky mengangguk pelan. Kami pun segera melanjutkan perjalanan dan untuk pertama kalinya, aku dan Sky memilih untuk ditemani keheningan. Aku diam karena kepalaku terlalu penuh menyusun rencana-rencana yang sama gilanya untuk membalas perbuatan Patricia. Kalau Sky sendiri, aku tidak tahu apa yang membuatnya lebih tertarik menatap jalanan di luar jendela.

Tapi untuk melaksanakan rencanaku, pertama-tama aku harus mengantarkan Sky ke tempat teraman, rumah orang tuanya. Patricia pasti tidak mengetahui tempatnya dan aku juga merasa dia tidak akan berani berbuat macam-macam. Aku harap.

"Loh, kok kita ke rumah Papa, mas?" Akhirnya Sky bersuara tepat saat aku membelokkan mobil memasuki kawasan perumahan mewah di daerah Bogor.

Aku tidak langsung menjawab pertanyaannya. Aku lebih memilih untuk meraih sebelah tangannya untuk ku remas sejenak. Ketika mobil berhenti tepat di depan rumah keluarga Sky, satpam yang melihatku bergegas membuka pagar. Buru-buru aku memarkirkan mobil di pekarangan rumah. Mesin mobil sudah kumatikan, tapi aku tetap terdiam begitu juga dengan Sky. Berkali-kali aku menghela nafas dalam untuk mengatur emosiku, barulah aku berani memutar badanku sepenuhnya menghadap Sky.

Dia mengerustkan alis heran. Tangannya menyilang di depan dada. Tapi dia tidak lagi bertanyanya, malah dia terlihat tenang menunggu apapun yang ingin aku keluarkan dari mulutku. Mata kami bertemu bersamaan itu pula aku kembali menggenggam kedua tangannya erat-erat.

Call You HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang