Chapter 18

99.5K 4.7K 25
                                    

Nafisah terbangun ketika jam menunjukkan pukul 03.00 pagi. Ia menoleh ke samping, Danish masih tertidur pulas dengan posisi memunggunginya. Sementara ada sebuah guling di antara mereka. Jika malam pertama pasangan pengantin akan menjadi momen yang membahagiakan, tetapi hal itu tidak terjadi padanya. Seingatnya, ia tidak ada meletakan guling diantara mereka. Apakah Danish yang melakukannya?

Nafisah tidak ingin memikirkan hal tersebut, ia memilih membangunkan suaminya dan menggeser posisi tubuhnya sembari menjauhkan guling tadi.

"Mas.. "

"Mas bangun, sudah jam 3 pagi. Apakah Mas tidak melakukan sholat tahajjud?"

Hening, tidak ada jawaban apapun dari Danish. Pria itu masih tertidur pulas. Dengan perlahan Nafisah menyentuh lengan Danish, sedikit menggoyangkannya agar terbangun.

"Mas.."

"Hm."

Nafisah tersenyum tipis. Akhirnya Danish sudah bangun.

"Sudah waktunya sholat tahajjud-"

"Iya aku bangun."

Danish segera membangunkan tubuhnya yang terasa berat dan mengantuk namun berusaha untuk tetap mengumpulkan kesadarannya agar bisa berjalan mengambil air wudhu. Sementara Nafisah terdiam, merasa sedih karena tidak sedikit pun Danish menatapnya. Kenapa sifatnya berubah menjadi dingin?

Nafisah memilih meraih tasbih nya untuk berdzikir. Pagi ini ia tidak akan sholat karena tamu bulanannya datang. Selang beberapa menit kemudian, tatapan Nafisah kini beralih ke arah Danish yang tengah khusyuk dalam menjalankan sholat sunnah di sepertiga malam. Seperti yang di riwayatkan dalam hadist..

"Biasakanlah dirimu untuk shalat malam karena hal itu tradisi orang-orang saleh sebelummu, mendekatkan diri kepada Allah, menghapus dosa, menolak penyakit, dan pencegah dari dosa.” (HR. Ahmad).

Setelah melihat Danish selesai menjalankan sholat sunnah tahajjud, Nafisah berinisiatif mendekati suaminya dan duduk bersila sambil menghadapnya.

"Mas.. "

Danish menatap tangan Nafisah yang kini berada didepannya. Nafisah ingin mencium punggung tangannya, maka ia pun hanya diam sembari menyerahkan tangannya. Setelah itu, Nafisah menundukkan wajahnya.

"Ada yang ingin aku tanyakan padamu. Ku harap kamu menjawabnya dengan jujur." tanya Danish serius.

"Aku.. akan menjawabnya dengan jujur."

"Apakah benar, yang di katakan adiknya Irsyad tadi pagi, soal.. " seketika Danish menghentikan ucapannya, tenggorokannya terasa tercekat. Sesulit itu, bibirnya untuk mengucapkan kata pelakor.

"Maaf, maksud aku, apakah dulu kamu pernah merusak rumah tangga keluarga Irsyad?"

"Aku tidak bermaksud merusaknya." air mata mengalir di pipi Nafisah. "Tapi, aku tidak tahu kalau pria itu-"

"Jadi semua itu benar?" potong Danish cepat.

"Mas, aku bisa jelasin. Semua itu tidak seperti yang Mas pikirkan. Aku.. "

Danish memalingkan wajahnya ke samping, seberusaha apapun ia tidak kecewa, nyatanya rasa itu tetaplah ada. Tanpa diduga, Nafisah memegang kedua pipi Danish, mengarahkan wajah pria itu untuk menatap kearahnya.

"Mas percaya kan sama aku? Sejujurnya, aku tidak bermaksud merusak rumah tangga siapapun-"

"Sekarang, jawab aku untuk pertanyaan terakhir. Setelah itu, aku tidak akan membahasnya lagi.." Danish menatap Nafisah dengan serius, berharap apa yang ia pikiran sejak tadi tidak menjadi kenyataan.

"Kalau memang semua ucapan keluarga Irsyad tidak benar apalagi kamu tidak bermaksud merusak rumah tangganya. Apakah benar kamu.."

"A.. apa Mas?"

"Apakah kamu masih menjaga kehormatanmu hingga detik ini?"

Nafisah terdiam, dengan perlahan ia menurunkan kedua tangannya yang sejak tadi menyentuh pipi Danish. Kedua matanya sudah kabut oleh air mata, hatinya terluka. Bayangan masalalunya kembali hadir bersamaan rasa penyesalan terbesar dalam hidupnya.

"Nafisah, jawab aku." desak Danish.

"Kuharap Mas selalu ada, disaat semua orang tidak berpihak padaku."

"Katakan padaku jika memang semua ucapan Humaira itu tidak benar dan kamu bukanlah wanita seperti yang di katakan oleh mereka. Kamu masih menjaga kehormatanmu, kan?"

"Tidak."

"Apa?" Danish syok.

"Maaf.. Aku gagal menjaganya. Aku, sudah kehilangan kehormatanku dengan pria lain."

Detik berikutnya, Danish merasa hatinya terluka. Rupanya wanita yang selama ini di anggap baik oleh keluarganya justru malah membawa aib buruknya di masalalu bahkan membuat semua keluarganya menanggung malu.

Danish sudah tidak bertanya apapun lagi, ia memilih pergi dari kamarnya. Meninggalkan Nafisah dalam kesunyian yang membuat hatinya perih.

"Kenapa Allah takdirkan hamba bersama wanita yang tidak baik?" lirih Danish pelan. "Bukankah seseorang yang baik akan di pasangkan dengan pasangan hidup yang baik pula?"

❤❤❤❤

Alhamdulillah, sudah up Chapter 18

Kaget Nafisah memiliki masalalu yang seperti itu? Sabar.. 🥺
Ikutin saja alurnya hhe.. ☺

Jazzakallah khairan sudah baca. Sehat selalu buat kalian semua ya.. 😘

With Love ❤
LiaRezaVahlefi

Instagram : lia_rezaa_vahlefii

Jodoh Dari Lauhul MahfudzTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang