Dengan lesu Danish memasuki ruang ICU rumah saki. Tubuhnya lelah setelah ia dan drama yang di buat Ela baru saja terjadi. Danish menatap Nafisah yang kini belum sadarkan diri kemudian mendekatinya.
"Aku merindukanmu." Danish menyentuh punggung tangan Nafisah yang dingin akibat ruang AC yang sejuk.
"Kenapa aku jadi takut kalau takdirmu akan sama seperti Alina?"
Danish menundukkan kepalanya. "Ya Allah, berikan kesembuhan untuk istri hamba. Hamba tahu, kami hanya milik Allah. Hanya kepada Engkau kami kembali. Tapi hamba mohon, izinkan kami bersama walau sesaat dalam kebahagiaan. Ya Allah, jamba belum membahagiakan dirinya seutuhnya. Sesungguhnya rasa takut ini membuat hamba risau."
Pintu ruangan terbuka. Seorang Dokter yang menangani Nafisah selama ini masuk bersama suster yang ada di sebelahnya. Danish segera berdiri, dan memberi jarak agar Dokter tersebut memberiksa semua kondisi Nafisah.
"Bagaimana keadaannya, Dok?" tanya Danish pada Dokter bername tag Aulia."
"Kondisi pasien masih kritis. Belum ada tanda-tanda dia akan segera siuman. Kami akan berusaha semaksimal mungkin ya, Pak, dan berharap ada mukjizat dari Allah."
Danish hanya bisa memaksakan senyumnya. Saat ini, Allah sedang menguji iman dan kesabarannya. Tak hanya untuknya, tapi untuk semua keluarga. Akhirnya, Dokter Aulia pun pamit pergi. Danish merunduk, mencium kening Nafisah.
"Setiap aku pergi dari sini, aku selalu berharap pada Allah kalau kamu akan bangun setelah aku kembali. Cepatlah sadar, aku dan Diyah merindukanmu." bisik Danish pelan, mencoba bertahan dari hatinya yang terluka.
Ponsel Danish berbunyi. Orang tuanya menelpon. Danish segera menerimanya.
"Assalamu'alaikum, ya, Ma?"
"Wa'alaikumussalam nak. Alhamdulillah kami sudah tiba di kampung halaman. Pesawat tadi siang delay dan baru malam ini sampai. Kamu baik-baik saja kan, disana? Bagaimana dengan Nafisah? Apakah sudah ada perubahan."
"Belum." Danish tersenyum masam. "Kebetulan aku disini menjenguknya. Keadaannya sama seperti sebelumnya."
"Kamu yang sabar ya, sayang. Perbanyak istighfar dan sholawat pada Baginda Nabi Muhammad SAW serta doa kepada Allah untuk kesembuhan Nafisah. Jangan terlalu banyak pikiran sehingga membuatmu stress dan kelelahan."
"Iya, Ma, aku mengerti."
"Diyah baru saja tidur. Walaupun tadi sempat bertanya kenapa Papanya tidak ikut pulang."
"Bahkan saat ini aku sudah merindukannya."
"Allah sayang banget sama kita. Allah menguji kita agar Allah menaikan derajat kita."
"Iya, Ma. Em, sebaiknya Mama istirahat dulu ya. Kebetulan Danish juga mau pulang."
"Baiklah, kabari Mama kalau Nafisah sudah sadar."
"Iya, Ma. Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumussalam."
****
Akibat kejadian dua hari yang lalu, ternyata apa yang di takutkan Ela menjadi kenyataan. Ntah perasaannya atau bukan, ia merasa saat ini rekan-rekan karyawan lainnya sedang membicarakannya.
"Ya Allah, aku nggak boleh seudzon. Aku nggak boleh prasangka nggak baik. Mungkin hanya perasaan aku saja, kalau saat ini teman-teman pada bicarain diriku."
Ela mencoba menyibukkan diri sambil menyiapkan wardrobe berupa dasi, kemeja navy, dan jas formal yang akan di pakai rekan lainnya ketika on air. Ntah keberanian dari mana, Ela melirik ke samping. Ya Allah, dua orang temannya kini ketangkapan basah sedang menatapnya kemudian terlihat salah tingkah dan melanjutkan pekerjaannya.
Merasa tidak enak hati, Ela mengalah. Ia memilih pergi keluar ruangan. Kedua kakinya melangkah menuju toilet wanita. Ia ingin menangis, tapi tidak. Bukankah kesalahan itu berasal dari dirinya sendiri?
"Aku kasihan sama Mbak Nafisah. Kemarin-kemarin dia rajin banget kesini bawaain bekal makan siang buat suaminya. Eh sekarang nggak ada lagi."
"Memangnya kemana? Apakah Mbak Nafisah sama Danish lagi ada masalah?"
"Bukan. Justru Mbak Nafisah lagi sakit."
"Oh ya? Sakit apa?"
"Aku juga nggak tahu. Aku dengar dari teman-teman yang lain begitu. Danish sendiri sepertinya nggak banyak bicara tentang penyakit istrinya."
"Jahat banget sih, Ela. Mengambil kesempatan dalam kesempitan. Ini sih bukan gosip lagi. Tapi fakta. Buktinya di kejadian itu mereka mengaku sebagai suami istri."
"Sudahlah ya, biarin saja mereka. Yang jelas, aku sih ogah kalau di madu."
"Iya, mereka poligami. Ya Allah, pasti nyesek banget perasaan Mbak Nafisah. Atau jangan-jangan selama ini dia sakit gara-gara suaminya sudah nggak setia lagi?"
Dengan langkah cepat Ela segera pergi dari sana. Air mata yang sejak tadi ia tahan kini meluruh di pipinya. Sudah bisa di pastikan kalau ia akan di cap sebagai perebut suami orang dan kebahagiaan wanita lain.
Ela butuh udara segar yang bisa melonggarkan dadanya yang sesak. Akhirnya ia memutuskan untuk pergi keluar perusahaan sejenak. Beberapa karyawan Media Surya Citra corp memberinya tatapan tidak suka. Ada juga yang memang tidak perduli. Ela belum sampai ke lobby, tapi ia sudah menghentikan langkahnya. Kedua matanya tanpa sengaja menatap Danish bersama seorang wanita berusia pertengahan tahun.
"Bukankah itu si Danish dan.." Ela meneguk ludahnya dengan gugup. Apalagi tatapan wanita itu begitu menusuk terhadapnya. "Dan.. Ibunya Mbak Nafisah?"
****
Hai, Alhamdulillah aku kembali up yaya☺
Nah loh, Emaknya Nafisah tiba-tiba muncul nih 😲
Ela deg-degan dan mulai panik. Sepanik kita yg lagi baca part ini ditambah rasa penasaran 😆
Sekali lagi, makasih ya udh baca. Jgn lupa komentar dan votenya supaya aku makin semangat updatenya 😘🥰
With Love❤
LiaRezaVahlefiInstagram: lia_rezaa_vahlefii
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Dari Lauhul Mahfudz
RomanceTidak mudah bagi Danish untuk menjalin sebuah hubungan baru, ketika istri yang ia cintai meninggal dunia. Tidak mudah juga bagi Nafisah, ketika pria yang ia cintai malah mencampakkan dirinya. Namun siapa sangka, Danish dan Nafisah malah di pertemuk...