Randi memasuki apartemennya dengan keheningan yang menyapa. Biasanya, jam segini, Lisa terlihat duduk santai didepan LCD menonton drama kesukaannya. Tapi kali ini, tidak. Mungkin istrinya itu sudah tidur, itu yang Randi pikirkan saat ini.
Randi mengerutkan dahinya begitu memasuki kamarnya. "Kenapa dia tidak ada?"
"Lisa..?"
"Sa, apakah kamu didalam?" Sekarang Randi mengetuk pintu kamar mandi. Tanpa menunggu, ia membuka pintunya. Lagi-lagi tidak ada.
"Kemana dia?"
Randi menghubungi ponsel Lisa, tetapi Lisa tidak merespon. Seketika ia terkejut. Koper berwarna merah di sudut ruangan tidak ada.
"Serius? Nggak mungkin dia kabur."
Untuk memastikannya, Randi menuju walk in closet. Dan benar saja, pakaian yang sering dipakai Lisa tidak ada. Hanya menyisakan beberapa hanger baju disana. Randi menghela napasnya, ntah dorongan dari mana ia terpikir untuk menghubungi mertuanya karena tadi pagi ia ingat kalau wanita itu ingin mendatangi orang tuanya.
"Halo, Assalamu'alaikum?"
"Wa'alaikumussalam. Iya nak?"
"Maaf, Ma, apakah Lisa sudah tidur?"
"Ada apa, nak? Em Mama tidak tahu. Apakah nomor ponselnya gak aktip?"
"Iya, Ma."
"Sepertinya sudah tidur. Oh iya, kamu sudah balik dari luar kota?"
"Luar kota? Kenapa Mama mengira aku keluar kota? Jangan-jangan semua itu alasan Lisa untuk menginap disana dan menghindariku? " sela Randi dalam hati.
"Halo?"
"Em, Iya, Ma. Aku baru saja balik." ucap Randi akhirnya. Terpaksa ia mengiyakan sesuai nalarnya. "Baiklah, biarkan Lisa istirahat. Besok pagi aku akan menghubunginya lagi. Maaf mengganggu ya, Ma."
"Iya, nak Randi. Tidak apa-apa. Kamu jaga diri baik-baik, ya. Mama tutup dulu telponnya, Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumussalam."
Panggilan berakhir. Randi menatap ponselnya sejenak lalu meletakkannya begitu saja diatas meja. Kenapa wanita itu tiba-tiba membawa koper dan menginap tanpa persetujuannya darinya?
"Mungkin dia rindu rumahnya. Aku yakin itu. Kami tidak ada masalah, jadi untuk apa aku mengkhawatirnya?"
****
"Mas?"
"Ya?"
"Terima kasih untuk semuanya."
"Terima kasih?" Danish mengerutkan dahinya. Ia menatap Nafisah yang tersenyum tipis. Wanita itu terlihat cantik dan sehat. "Terima kasih untuk apa?"
"Telah menjagaku dan memberiku harapan."
"Harapan? Harapan apa?"
"Cinta.. "
Nafisah mendekati Danish. Keduanya saling berhadapan. Perlahan, ia memeluk Danish dengan erat hingga Danish pun membalas pelukannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Dari Lauhul Mahfudz
RomanceTidak mudah bagi Danish untuk menjalin sebuah hubungan baru, ketika istri yang ia cintai meninggal dunia. Tidak mudah juga bagi Nafisah, ketika pria yang ia cintai malah mencampakkan dirinya. Namun siapa sangka, Danish dan Nafisah malah di pertemuk...