Chapter 13

101K 4.7K 20
                                    

Tidak ada yang bisa Ela katakan selain diam tanpa berkomentar apapun. Mencoba untuk sabar dan menahan rasa cemburu, ketika pria yang ia sukai sejak kecil akan melamar wanita lain.

Di masalalu, ia sudah kagum dengan Danish yang masih seragam putih abu-abu. Saat itu, ia tidak berani mendekati pria itu bahkan hanya mengangguminya dari kejauhan sampai akhirnya, ia terluka ketika Danish yang dewasa menikah dengan Alina. Dan sekarang, hal itu terluka lagi. Didepan matanya secara langsung, pria itu melamar wanita lain.

Ela tak habis pikir, kenapa untuk urusan cinta dan patah hati kembali terlihat didepan matanya langsung? Bahkan dari raut wajah Aminah saja terlihat bahagia. Apakah kebahagiaan beliau saat ini bisa ia rasakan seandainya posisi itu di tukar dan ia yang di lamar Danish?

"

Alhamdulillah, Tante senang akhirnya Diyah bisa kemari. Oh iya, bagaimana keadaan Ibu dan Bapak sekarang?"

Danish menatap Mama Nafisah yang kini menuangkan teh hangat ke dalam cangkir didepannya. Papa Nafisah pun hanya tersenyum tipis sambil meminum secangkir teh pemberian istrinya. Sementara Nafisah memilih berada di ruang tengah bersama Diyah saling melepas rindu dan mengobrol banyak hal.

"Alhamdulillah, kami baik Bu. Kebetulan beberapa hari yang lalu baru pulang dari rumah sakit."

"Alhamdulillah kalau begitu. Maaf belum sempat ke Balikpapan untuk bersilaturahim kerumah Ibu Aminah." ucap Latifah dengan senyuman hangatnya.

"Iya, Ibu tidak apa-apa. Kami mengerti."

Danish menyeruput secangkir teh hangat dan rasa manis yang melegakan memasuki tenggorokannya. Setidaknya mengurangi sedikit rasa gugupnya.

"Oh iya, nak Danish dan sekeluarga ke kota ini, apakah ada urusan pekerjaan atau sedang berkunjung ke rumah neneknya Diyah? Baru saja tadi pagi Tante bertemu dengan Mamanya Alina di pasar, kami mengobrol sejenak."

Danish tersenyum. "Kebetulan saya memang ingin membawa Diyah untuk bertemu dengan neneknya di kota ini. Sekaligus bertemu dengan.."

Danish terdiam, bingung hendak melanjutkan ucapannya. Lebih tepatnya mencari kata-kata yang tepat untuk mengungkapkan tujuan yang sebenarnya.

"Bertemu dengan Nafisah?"

Danish terkejut, tidak menyangka kalau Lestari mengetahui apa yang ingin ia ucapkan. Lestari sadar, Danish terlihat gugup. Ia pun tersenyum tipis.

"Waktu di masalalu, Tante dan Mama kamu memang berniat menjodohkan kalian. Namun kami tidak bisa berbuat apapun ketika kamu memiliki wanita pilihan lain yang kamu cintai, nak Danish. Tante tentu tahu bagaimana keinginan itu masih tersimpan di dalam hati Aminah hingga sekarang. Sebagai orang tua, kami serahkan semuanya kepada Allah dan kalian. Kamu dan Nafisah lah yang memiliki keputusan tersebut. Tante mengerti, tidak mudah bagimu untuk memulai hidup baru dengan seseorang yang tidak pernah pikiran selama ini. Sebagai orang tua, kami hanya bisa mendoakan yang terbaik untuk semuanya."

Rasa takut dan gugup pun perlahan sirna. Lestari memang seorang Mama yang pengertian sebagai orang tua. Suara tawa riang dan canda terdengar dari dalam. Bukti bahwa keceriaan Diyah kembali terukir di wajahnya.

Seketika Danish merasa hatinya tenang. Kebahagiaan Diyah adalah kebahagiaannya juga. Keceriaan Diyah adalah rasa syukur yang ia rasakan sebagai sosok Papa. Namun kesedihan dan ketakutan Diyah adalah luka baginya.

"Terima kasih sudah mengerti dengan apa yang saya rasakan saat ini Tante. Saya.."

"Ya?"

Danish merasa dahinya berpeluh. Jantungnya berdebar-debar. Bukan karena gugup, namun berusaha bersiap diri dan meyakini diri kalau ini adalah keputusan yang tidak salah. Tatapan Danish pun beralih ke arah Papa Nafisah

Jodoh Dari Lauhul MahfudzTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang