"Hati-hati kalau cuci piring." tegur Danish pelan. Malam ini baru saja ia dan Nafisah menyelesaikan jam makan malam. Sementara, Diyah sibuk mencuci piring, Danish mendatangi istrinya.
"Kamu habis minum apa?"
Dengan cepat Nafisah menoleh ke belakang, buru-buru ia meneguk sisa air putih di tenggorokannya.
"Em, habis minum vitamin."
"Vitamin apa?"
"Vitamin.. " Nafisah terdiam. "Ya.. Ya vitamin."
Danish terlihat tidak yakin. Namun pada akhirnya ia percaya dan tersenyum tipis.
"Yaudah, kamu istirahat. Aku mau datangin Diyah dulu."
"Iya Mas."
Setelah Danish pergi, Nafisah menghembuskan napasnya secara perlahan. Hampir saja ketahuan. Tapi apa yang ia minum memang vitamin dari Dokter agar kondisi imunnya tetap terjaga.
Nafisah memilih segera memasuki Kamar nya. Ia duduk di depan meja rias sambil melepas hijab nya.
"Nafisah, aku-"
"Astagfirullah. Ih Mas Danish kalau masuk ketuk pintu dulu! Nggak sopan."
Bukannya menjawab, Danish tersenyum tipis. Dengan santai ia menutup pintu kamar mereka bahkan menguncinya. Tiba-tiba hati Nafisah jadi deg-degan apalagi saat Danish berjalan ke arahnya. Ia berdiri dengan rasa canggung dan mencoba bersikap biasa.
"Kok malah senyum-senyum sih, Mas? Aku-"
Tanpa diduga Danish melepas hijab yang di kenakan Nafisah. Nampaklah mahkota rambut yang tergerai indah. Wajah Nafisah bersemu merah.
"Untuk apa kamu mengenakan hijab jika di dalam rumah tanpa adanya orang lain selain kita?"
"Itu karena-" Nafisah terdiam. Apalagi Danish memegang sisi pipinya.
"Kamu cantik kalau seperti ini. Kita Sudah halal. Tidak masalah ketika aku melihat auratmu."
Tiba-tiba posisi Danish semakin mendekat. Nafisah bingung harus berbuat apa sampai-sampai ia memegang erat pinggiran meja rias yang ada di belakangnya. Apalagi wajah mereka sudah saling dekat.
Tok! Tok! Tok!
"Papa! Papa! Buka pintunya."
Dengan cepat Danish menjauhkan dirinya dari Nafisah. Karena sama-sama malu, yang ada Nafisah menghindari suaminya terlebih dahulu.
"Biar aku saja yang mendatangi Diyah."
Danish berdeham. "Em baiklah," ucap Danish pelan. Tak lupa ia mengusap Kepala istrinya dengan sayang.
Nafisah pergi dan membuka pintunya. Samar-samar Danish mendengar suara Nafisah yang bertanya ada apa dengan Diyah. Namun tatapan Danish teralihkan dengan telapak tangannya.
"Kenapa rambut Nafisah rontok? Bahkan sebanyak ini?"
"Atau dia salah pakai sampo?"
****
Nafisah memutuskan untuk ke mini market bersama Diyah. Hari ini kebetulan cuaca begitu cerah. Dengan menggunakan layanan taksi online, semua menjadi mudah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Dari Lauhul Mahfudz
RomanceTidak mudah bagi Danish untuk menjalin sebuah hubungan baru, ketika istri yang ia cintai meninggal dunia. Tidak mudah juga bagi Nafisah, ketika pria yang ia cintai malah mencampakkan dirinya. Namun siapa sangka, Danish dan Nafisah malah di pertemuk...