Chapter 39

65.8K 3K 41
                                    

Setelah berhasil membaringkan Nafisah di brankar pasien, Danish ikut mendorong brankar tersebut menuju ruang perawatan pasien. Kali ini, ia membawa Nafisah ke puskesmas terdekat. Wajah Nafisah terlihat pucat, bahkan belum siuman dari pingsannya. Dalam hati Danish berdoa, semoga Nafisah baik-baik saja dan tidak ada hal yang perlu di khawatirkan mengenai kondisi medisnya.

"Ada apa dengan pasien?" tanya seorang Dokter wanita ketika menyambut kedatangan mereka.

"Pingsan, Dok. Tolong periksa apakah kondisinya parah?"

Dokter tersebut hanya mengangguk. Wajah Nafisah memang pucat, bibirnya juga terlihat kering. Dokter memeriksa detak jantung Nafisah dan urat nadi di pergelangan tangannya.

"Pasien syok berat. Jantungnya berdetak lebih cepat dan tidak beraturan. Untuk sementara, kami akan merawatnya sampai  pasien pulih kembali."

"Apakah kondisinya parah?"

"Selain syok, pasien juga mengalami dehidrasi."

Danish tak lagi bertanya pada Dokter tersebut. Hati dan pikirannya di sibukkan dengan doa dan harapan pada Allah agar semuanya bisa berjalan dengan baik dan Nafisah bisa sehat kembali.

"Tolong pasien di infus sekarang juga." Perintah Dokter tersebut kepada salah satu petugas medis yang ada disebelahnya.

Danish memberikan jarak dan ruang untuk mereka, sementara ia berusaha menekan rasa khawatirnya. Tak hanya itu, pekerjaannya juga terpikirkan olehnya. Randi memang mengizinkan, namun tetap saja ia merasa tidak enak hati. Baginya, Randi terlalu baik padanya. Pekerja lain belum tentu mendapatkan persetujuan seperti ini dengan mudahnya.

Danish pun berinisiatif untuk menghubungi Randi. Namun sayang, pria itu tidak merespon panggilannya. Di sisi lain, Tentu saja Randi tidak merespon ketika kali ini pria itu menatap Lisa dengan pandangan muak.

Lisa bersedekap. "Kenapa tiba-tiba kamu memblokir jalanku? Kangen?" cela Lisa dengan entengnya dan rasa percaya dirinya.

Randi berkacak pinggang. Ia tersenyum meremehkan. "Kangen? Ini sudah siang, jangan kebanyakan mimpi."

"Kalau mimpi bersamamu? Tentu saja tidak masalah."

Lisa mendekati Randi dan berdiri saling berhadapan. Sementara Randi memundurkan langkahnya, seolah-olah menjaga jarak pada wanita itu yang jelas-jelas bukan mahramnya.

"Itu masalah karena sangat menganggu. Lebih baik aku bermimpi yang baik-baik ketimbang bertemu manusia penjahat sepertimu. Itu sama saja mimpi buruk."

"Kamu-"

"Sekali lagi kamu berniat jahat pada Nafisah, aku akan melaporkanmu pada pihak kepolisian apalagi sampai membuatnya celaka!"

Setelah mengatakan itu, Randi membalikkan badannya dan pergi. Ia sudah bisa menebak kalau Lisa lah yang sudah mencelakai Nafisah.

"Perduli sama istri orang lain. Nggak malu apa, jadi laki-laki? Kayak perempuan cuma dia aja di dunia ini."

Randi mendengar semuanya. Namun tetap tak menggubris omelan wanita itu. Meladeni Lisa sama saja seperti membuang waktu dan tenaga. Sementara Lisa, ia tak akan tinggal diam. Obsesinya terhadap Randi tidak bisa di hilangkan begitu saja.

Jodoh Dari Lauhul MahfudzTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang