Randi menyeruput secangkir kopi miliknya yang masih hangat. Malam ini dengan terpaksa ia harus lembur karena banyaknya pekerjaan yang belum selesai.
"Jangan banyak begadang Mas, itu tidak baik."
Uhuk!!
Randi terbatuk. Tanpa diduga Lisa duduk disebelahnya sambil mengenakan baju tidur tipis bahkan memeluk lengannya dengan santai. Semua perlakuan istrinya saat ini terlalu tiba-tiba
Lisa tertawa, dan lagi, dengan santainya ia meraih tisu untuk mengelap sisa kopi yang menempel di bibir suaminya. Buru-buru Randi menepisnya. Lisa terkejut karena sikap Randi, namun tetap memasang raut wajah biasa-biasa saja padahal apa yang di lakukan pria itu telah membuatnya tersinggung.
"Aku bisa sendiri, jangan memperlakukanku seperti anak kecil."
"Kamu bayi besarku, Mas. Bukankah seorang suami itu bagaikan bayi besar yang semua keperluannya harus di layani dengan baik?"
"Tapi semua itu tidak berlaku buatku. Aku terbiasa mandiri." ketus Randi sambil menggeser posisinya, memberi jarak antara dirinya dengan Lisa.
Lisa tak menyerah, justru ia malah mendekati suaminya lagi. Bahkan aroma parfum yang di kenakan wanita itu sampai tercium di hidung Randi. Mendadak Randi jadi tidak bisa berkonsentrasi.
"Ck, parfum apa yang sebenarnya dia pakai?" sela Randi dalam hati.
"Parfum yang aku pakai aroma soft dan romantik, tidak mungkin kamu tidak tertarik,Mas."
"Dan.. Pakaian tidur berbahan santin yang aku pakai, bukankah pakaian yang di sukai para suami?"
Randi berusaha tetap fokus meskipun Lisa banyak berbicara sejak tadi. Wanita itu benar-benar mengganggu saja.
"Kalau begitu, aku mau masuk kamar. Sepertinya suamiku ini selalu saja sibuk. Tapi kalau Mas membutuhkanku, Mas bisa datangin aku di kamar."
"Tidak, Terima kasih."
"Terserah, tapi jujur saja, aku belum mengantuk. Lagian aku juga mau nonton tayangan ceramah disosmed. Kebetulan tema malam ini tentang kemunafikan seseorang. Yang katanya lain di mulut, lain di hati."
Suara langkah kaki Lisa terdengar menjauh darinya. Randi menghela napasnya dengan kasar. Dan lagi, untuk kesekian kalinya wanita itu menyindirnya.
"Ucapannya memang tidak bisa di lawan. Dasar perempuan!"
****
Keesokan harinya..
Latifah menatap menantunya dengan diam. Meskipun Danish sekarang terlihat baik-baik saja, namun rasa kecewa itu pasti ada. Kecewa karena putrinya di poligami.
Tanpa berpikir panjang, Latifah segera berdiri dari duduknya. Hanya melihat Danish yang menggenggam punggung tangan Nafisah yang masih koma, ntah kenapa hatinya sesak.
"Mama mau kemana?" tanya Danish kearah Latifah.
"Mama mau kekantin rumah sakit. Mau titip sesuatu?"
"Em, tidak."
Latifah hanya mengangguk dan pergi dalam diam. Sementara Danish menatap kepergiannya. Sejak tadi, ia juga sadar, kalau Mama mertuanya itu menatapnya tidak suka. Rasa kekeluargaan itu sepertinya sudah hilang semenjak ia menikah lagi. Sekalipun Latifah hanya bisa diam, namun ia mengetahui dan menyadarinya.
"Aku tahu, Mama pasti kecewa denganku. Bagaimana dengan Nafisah nantinya?" Danish menoleh ke arah Nafisah. Dan lagi, ia mencium punggung tangan istrinya yang dingin dan pucat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Dari Lauhul Mahfudz
RomanceTidak mudah bagi Danish untuk menjalin sebuah hubungan baru, ketika istri yang ia cintai meninggal dunia. Tidak mudah juga bagi Nafisah, ketika pria yang ia cintai malah mencampakkan dirinya. Namun siapa sangka, Danish dan Nafisah malah di pertemuk...