Lisa meletakkan beberapa tangkai bunga ke atas pusara yang sudah berusia 9 tahun yang lalu. Setetes air mata mengalir di pipi Lisa. Sesungguhnya ia merindukan sosok wanita yang sangat ia cintai.
"Kak... " suara Lisa terdengar serak. Ia tersenyum tipis. "Aku kangen sama Kakak."
Lisa terdiam sejenak, ntah kenapa rongga dadanya terasa sesak. Ia mengusap pelan batu nisan yang bertuliskan Dara bin Hasan.
"Besok aku sudah nggak sendirian lagi, Kak. Ada seorang pria yang akan menemani seumur hidupku sampai maut memisahkan kami."
"Dia kak, dia orangnya. Orang yang dulunya sempat Kakak benci karena kesombongannya. Kakak yang sering larang aku untuk berteman sama dia bahkan berkomunikasi sama dia, tapi, malah sebentar lagi dia jadi ipar Kakak."
"Dulu, kita anggap dia memang seorang pria yang nggak baik. Tapi dia berubah Kak. Berubah menjadi sosok pria yang baik sampai-sampai bikin aku jatuh cinta."
Lisa berdiri. Sekali lagi, ia berdeham. Lisa mendongakkan wajahnya ke langit. Langit sore yang indah dan cerah.
"Tapi di balik kebahagiaan ini, ada luka yang akan menjadi resiko untuk aku, Kak. Luka yang berasal dari pengorbanan diri aku kepada orang yang tidak mencintaiku. Aku akan menjalani hari tanpa merasakan cinta dari Randi. Tapi... "
Lisa berdeham. "Tapi, semua pernikahan ini terjadi karena sebelumnya aku membalaskan rasa sakit hatiku pada Nafisah! Karena dia, Kakak jadi begini. Karena dia, Kakak pergi selama-lamanya."
****
"Maaf ya, Nak. Kami memang sering merepotkanmu. Nggak di kampung, di kota ini, membuat kami benar-benar tidak enak sama kamu." ucap Aminah dengan rasa syukur.
"Ya Allah, Tante. Saya benar-benar ikhlas kok tolong Tante. Lagian, kita memang tetangga dari lama waktu di kota Bontang. Jadi santai saja."
"Tapi tetap saja, nak. Kami benar-benar tidak enak. Semoga Allah membalas kebaikanmu ya. Aamiin."
"Aamiin, Aamiin ya Allah."
Ela fokus mengemudikan mobilnya setelah ia baru saja menolong Papa Danish yang tiba-tiba sakit. Padahal sebenarnya ia ingin pergi ke suatu tempat, namun ia harus mengubah rute tujuannya setelah tanpa sengaja melihat orang tua Danish berjalan di pinggir jalan.
"Nak Ela tidak kerja?"
"Ini lagi jam istirahat, Tan. Makanya saya bisa keluar."
"Oh begitu." ucap Aminah sambil mengangguk. Disebelahnya ada suaminya yang terlihat lemas. "Hubunganmu sama Danish di kantor baik-baik saja? Kan kalian rekan kerja."
"Alhamdulillah baik, oh iya, Om Mahmud sakit apa?"
"Biasalah, kolestrol. Faktor kelelahan juga dari Kalimantan kesini. Padahal saya sudah menyarankan untuk tinggal dan istirahat dirumah. Apalagi, sesampainya disini Om sampai ikut menjaga Nafisah. Tapi Papanya Danish ini tetap maksa mau ikut. "
"Jelas aja Papa ingin ikut, Ma. Papa juga khawatir dengan Nafisah. Apalagi sekarang dia koma. Kasian Danish dan Diyah."
Seketika Ela terdiam. Ia baru tahu kalau Nafisah koma. Bagaimana nasib Danish dan Diyah sekarang? Setelah mendengarkan semua perkataan itu, Ela memilih tak berkomentar apapun hingga tujuan mereka tiba di rumah sakit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Dari Lauhul Mahfudz
RomanceTidak mudah bagi Danish untuk menjalin sebuah hubungan baru, ketika istri yang ia cintai meninggal dunia. Tidak mudah juga bagi Nafisah, ketika pria yang ia cintai malah mencampakkan dirinya. Namun siapa sangka, Danish dan Nafisah malah di pertemuk...