Chapter 30

84.8K 3.3K 24
                                    

Seminggu kemudian..

"Bagaimana kondisi nya saat ini, Dok? "

"Anda siapanya?"

"Saya keluarganya."

"Keluarga?" Dokter Vania mengerutkan dahinya.

"Apakah itu masalah? Saya adalah keluarganya. Tapi tidak terlalu dekat."

Dokter Vania menatap Randi yang terlihat serius. Tidak mungkin ia menanyakan semuanya secara detail. Ia pun menghela napasnya.

"Kanker darahnya sudah berjalan stadium 2. Tapi pengobatannya tidak lancar. Sayang sekali, padahal saya sudah menyarankan Ibu Nafisah agar rutin supaya kondisinya tidak semakin parah."

"Saya bertemu dengannya beberapa hari yang lalu, namun tidak saling sapa. Tapi wajahnya terlihat pucat. Bahkan sempat berada di pinggir jalan ketika hujan lebat. Kalau boleh tahu, kenapa Ibu Nafisah tidak melanjutkan pengobatannya?"

"Saya juga tidak tahu, Pak. Yang jelas, jika tahap stadium 2 ini terus di biarkan. Itu tidak akan baik buat Ibu Nafisah. Kami hanya bisa berharap kalau Ibu Nafisah kembali melanjutkan pengobatannya."

****

Nafisah baru saja menyelesaikan sholat sunnah Dhuha. Setelah bertasbih dan membaca doa, ia pun segera melipat mukena dengan rapi bersama sajjadahnya.

Nafisah menoleh ke belakang, Danish duduk di pinggiran tempat tidur. Disebelahnya ada meja kecil yang di atasnya sudah terdapat nampan berisi susu hangat dan roti sandwich.

"Aku menunggumu sejak tadi." ucap Danish akhirnya, menatap Nafisah yang masih memakai hijab di kepalanya. Danish tak habis pikir, padahal mereka sudah hampir 2 minggu menikah. Tapi istrinya itu tidak pernah menampakkan rambutnya.

"Kenapa akhir-akhir ini Mas Danish baik padaku? Apakah dia mulai menerima diriku?" sela Nafisah dalam hati.

"Kemarilah."

Danish menepuk-nepuk tempat tidur di sampingnya. Nafisah berdeham. Mencoba menetralkan degupan jantungnya yang tidak biasa. Padahal ia hanya di suruh duduk. Tapi rasanya deg-degan. Sementara Danish mencoba untuk tenang, meskipun hatinya juga berdebar.

Nafisah pun akhirnya duduk. Danish langsung menyerahkan segelas susu hangat buatannya.

"Ini, minumlah."

"Em, apakah aku boleh memakan roti sandwich nya dulu?"

"Tidak mau minum susu, ya?"

Nafisah terdiam. 15 menit yang lalu ia baru saja meminum sisa obat pengobatan kankernya. Kalau ia meminum susu tersebut, tentu saja obatnya tidak akan bekerja.

"Aku, masih kenyang."

"Baiklah, aku tidak akan memaksanya. Tapi jangan lupa di minum."

"Iya, Mas."

Keduanya kembali terdiam. Danish bingung harus membahas apalagi. Nafisah juga tidak ingin lama-lama berada di situasi saat ini apalagi debaran hatinya terus menggangunya. Ini tidak bisa di biarkan, alhasil Nafisah memilih berdiri dan berjalan menuju pintu.

"Aku mau ke dapur dulu. Tadi Diyah minta di buatkan kue."

"Aku minta maaf."

Nafisah syok. Ia berdiri dengan kaku. Padahal ia baru saja berjalan dua langkah dari posisi Danish. Saat ini, tanpa diduga Danish memeluknya dari belakang. Ia menumpukan dagunya pada pundak Nafisah.

"Maafkan semua keegoisanku. Tidak seharusnya aku bersikap tidak baik terhadapmu semenjak kita akad nikah."

Nafisah ingin menolak tangan tangis yang memeluk seputaran perutnya. Namun Danish tetap enggan melepaskan tangannya.

"Aku memang keterlaluan. Tapi setelah mendengarkan semua penjelasan Randi waktu itu, sekarang aku sudah tahu semuanya."

"Apa?"

Danish berpindah posisi, ia berdiri di hadapan Nafisah. Tak hanya itu, ia juga memegang kedua pergelangan tangan istrinya.

"Waktu itu, Randi memanggilku dan berbicara secara pribadi. Begitu aku tahu semuanya, rasanya aku ingin marah. Aku ingin memukulnya. Tapi tidak, aku tidak melakukannya. Aku tidak ingin membuat masalah baru. Dia ingin menyampaikan kata maaf buatmu."

Air mata menetes di pipi Nafisah. Bayangan masalalu itu kembali hadir. Tapi sekarang Danish meminta maaf padanya. Dan semua salah paham tentang dirinya yang dianggap sebagai wanita tidak baik perlahan hilang.

"Kalau kamu ingin menghukumku, memarahiku sekarang, aku akan terima. Aku memang salah. Aku-"

"Tidak." potong Nafisah cepat.

"Kenapa? Aku sudah salah karena menganggapmu wanita yang tidak baik. Padahal sebenarnya istriku hanyalah korban."

"Aku mengerti. Tapi aku ingin Mas Danish menerimaku apa adanya. Jangan pernah menjauhiku hanya karena kekuranganku. Dan.. "

"Apa?"

"Tetap bersamaku. Sampai maut memisahkan kita."

Tiba-tiba, darah segar mengalir di lubang hidung Nafisah. Danish terkejut.

"Nafisah, hidung kamu mengeluarkan darah."

****

Masya Allah Alhamdulillah.. Sudah update ya, Chapter 30 😊

Danish dan Nafisah sudah mulai dekat. Jgn lupa tinggalkan vote dan komentar kalian yaa🥺

Jazzakallah khairan sudah pada baca. With Love ❤ LiaRezaVahlefi

Instagram : lia_rezaa_vahlefii

Jodoh Dari Lauhul MahfudzTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang