Terkejut dan tidak menyangka, itulah yang Danish rasakan saat ini. Kedua matanya menatap ke arah jendela di sampingnya, sementara Randi masih diam setelah kurang lebih selama beberapa menit menceritakan semua masa lalunya dengan Nafisah.
Randi menatap Danish. Pria itu terlihat tidak sudi menatapnya meskipun sejak tadi terlihat tenang. Tapi sesungguhnya ia paham, apa yang ia ucapkan semuanya membuat pria itu pasti tidak menyangka dengan semuanya.
"Saya baru tahu kalau Nafisah sudah menikah dan kamu adalah suaminya. Seandainya dia belum menikah, maaf, ada kemungkinan saya akan bertanggung jawab atas masalalu itu dengan menikahinya." ucap Randi apa adanya.
"Itu hanya masalalu."
"Kuharap kamu mau memaafkan saya. Saya mengerti, tidak mudah bagi seorang suami menerima kenyataan pahit ini. Apalagi seseorang yang melukainya ada didepan matanya."
Danish berdeham, ia menatap atasannya. "Itu benar. Tapi di kembalikan lagi, semua sudah menjadi takdir. Sekarang Nafisah sudah sah menjadi istri saya. Saya harap Bapak tidak mengusiknya lagi."
"Saya tidak berniat mengusiknya. Saya hanya ingin meminta maaf padanya. Karena dia sudah berkeluarga, saya harap kamu bisa menyampaikan permintaan maaf saya padanya."
"Baik. Maaf kalau tidak ada pembahasan lagi, saya mau bersiap-siap sholat jumat."
Randi mengangguk. Ia pun berdiri dan mempersilahkan Danish keluar. Setelah kepergian Danish, Randi menghembuskan napasnya secara perlahan. Hampir kurang lebih 20 menit berada satu ruangan dengan Danish dengan situasi seperti tadi bukanlah hal yang mudah. Bahkan ia sudah siap menerima konsekuensi seandainya Danish memukul wajahnya atau memarahinya habis-habisan. Tapi kenyataannya tidak.
Randi menggulung kemeja lengan panjangnya hingga kesiku. Ia juga melonggarkan ikatan dasinya yang terasa mencekik di lehernya dan menatap sinar mentari yang menyinari gedung-gedung pencakar langit melalui jendela besar yang ada didepan matanya.
"Ya Allah, hilangkan rasa suka ini pada seorang wanita yang sudah bersuami. Hamba tahu, rasa ini sangat salah. Syaitan tengah menggoda diri hamba untuk menyukai Nafisah yang jelas-jelas bukan mahram hamda."
"Naudzubillah min dzalik."
****
"Kalau Randi adalah seorang pria yang merenggut kehormatan Nafisah, kenapa keluarga Irsyad menganggapnya perusak kebahagiaan mereka?" sela Danish dalam hati. "Apakah setelah menyadari dirinya sudah tidak suci lagi, dia bertemu Ayahnya Irsyad dan.. "
Danish melangkahkan kedua kakinya menelusuri lorong lantai tempat dimana kamar apartemennya berada. Sebentar lagi ia akan memasuki pintu apartemennya. Disana ada Nafisah. Tetapi bagaimana situasinya nanti setelah apa yang terjadi? Sekarang ia sudah tahu, Nafisah hanyalah korban dari teman sekolahnya yang tega menjualnya kepada Randi. Meskipun ia masih tidak tahu secara sepenuhnya tentang masalalu Nafisah dengan keluarga Irsyad secara detail. Tidak mungkin ia menanyakan hal itu pada Randi. Satu-satunya jawaban ada di Nafisah.
Danish memasukan kode password sebagai akses membuka pintu apartemennya. Pintu terbuka lebar, aroma masakan yang begitu lezat menyapa penciumannya.
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumussalam. Papa?"
Dengan semangat Diyah mendekati Papanya dan memeluk nya. Tak lupa Diyah juga mencium punggung tangannya.
"Hai sayang, bagaimana keadaanmu? Obat nya sudah di minum?"
"Alhamdulillah aku baik, Pa. Aku juga sudah minum obat."
"Alhamdulillah." Danish mengusap kepala Diyah dengan penuh kasih sayang lalu mencium pipi nya. Setelahnya, gadis kecil itu kembali pergi ke ruang tengah sembari melanjutkan kegiatannya yang sedang menggambar mewarnai.
Nafisah yang mendengar kedatangan Danish pun sadar, bahwa suaminya itu sudah pulang. Sementara pekerjaannya yang sedang memasak untuk makan malam belum selesai.
Raut wajahnya terlihat sedih. Merasa kalau setelah kejadian yang ada Danish jarang makan bersama nya dalam satu meja yang sama.
"Argh, Astagfirullah, tanganku."
"Apa yang terjadi?!"
Nafisah terkejut, Tiba-tiba Danish datang begitu saja. Sementara tangannya sudah berdarah setelah memotong sayuran sambil melamun memikirkan Danish.
Dengan cepat Danish langsung memegang tangan Nafisah dan mengajaknya ke arah wastafel. Nafisah terdiam menatap Danish yang terlihat panik, bahkan rasa sakit dan perih akibat luka teriris pisau dapur tanpa sadar membuatnya lupa.
"Kenapa bisa teledor? Apakah kamu melamun selama memasak. Tanganmu-"
Danish menghentikan ucapannya, ia menatap Nafisah yang juga menatapnya. Keduanya sama-sama terdiam. Sekarang Danish baru sadar, kalau kedua mata Nafisah sembab. Lingkaran hitam di bawah matanya juga terlihat. Yang ia tahu, Nafisah selalu tidur di sebelahnya. Tapi apakah istrinya itu benar-benar tertidur nyenyak?
Rasa bersalah memenuhi hatinya, ntah dorong darimana, Danish malah meremas pelan tangan Nafisah dalam genggamannya. Sementara kucuran air kran masih mengalir. Tetapi saat itu juga, Nafisah menarik kembali tangannya dan pergi berlalu mencari tisu.
"Tanganmu-"
"Aku tidak apa-apa." sela Nafisah cepat. Ntah kenapa rasa kecewa itu masih ada.
"Tapi Nafisah, tanganmu harus di obati."
"Hanya luka teriris pisau. Tidak seberapa dengan luka yang ada."
"Luka di hatiku. Itu paling sakit" ucap Nafisah dalam hati.
****
Masya Allah Alhamdulillah. Akhirnya aku up chapter 27 ☺
Sekarang Danish sudah tahu masalalu Nafisah. Dan Nafisah, mencoba untuk bersikap baik-baik aja padahal nggak 🥺
Jazzakallah khairan sudah pada baca. Sehat selalu buat kalian yaaaa..
Stay safe yg lagi PPKM 😘With Love❤LiaRezaVahlefi
Akun instagram : lia_rezaa_vahlefii
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Dari Lauhul Mahfudz
RomanceTidak mudah bagi Danish untuk menjalin sebuah hubungan baru, ketika istri yang ia cintai meninggal dunia. Tidak mudah juga bagi Nafisah, ketika pria yang ia cintai malah mencampakkan dirinya. Namun siapa sangka, Danish dan Nafisah malah di pertemuk...