Chapter 23

103K 4.6K 37
                                    

Nafisah, kamu yakin kamu sedang baik-baik saja?"

"Iya, aku baik kok, ini lagi dijalan mau kesana."

"Tapi, ini sudah jam 8 malam-"

"Percayalah, Insya Allah aku baik-baik saja, Alina. Lagian, Lisa cuma minta di temani ke acara pernikahan sepupunya kok di hotel. Nanti kalau ada apa-apa, aku hubungi kamu, ya."

"Em, baiklah."

"Kalau ngantuk, tidur gih, kan nanti aku masih bisa sms kamu kalau sudah dirumah."

"Aku nggak bisa tidur. Lagi sibuk ngerjain tugas kelompok."

"Oke deh. Semangat ya. Baiklah, aku tutup dulu panggilan ini, Assalamualaikum."

"Wa'alaikumussalam."

Nafisah pun segera memutuskan panggilannya dengan Alina. Ia sudah tiba di tujuan. Tak lama kemudian, Andara, gadis cantik yang menjadi teman kelasnya itu berdiri dengan penampilan yang sangat cantik.

"Assalamualaikum, Lisa apakah kamu sudah lama menunggu?"

"Wa'alaikumussalam. Nggak juga. Ah ayo kita masuk sekarang."

Nafisah pun mengangguk. Keduanya sudah memasuki lobby hotel dan menuju lift. Kotak besi itu bergerak ke lantai 5.

"Em, Nafisah?"

"Ya?"

"Kayaknya kita ke kamar aku dulu deh."

"Kamu nginap disini?"

"Iya, semua keluarga aku datang dari luar kota. Aku mau ke kamar dulu, aku merasa pakai baju ini gerah banget. Kamu mau kan, temani aku ke sana sebentar?"

"Iya, boleh."

Setelahnya Lisa hanya diam dan mengangguk. Tidak ada yang mengetahui niat sebenarnya sampai akhirnya mereka pun tiba di salah satu kamar kemudian memasukinya.

Nafisah memperhatikan sekitarnya, melihat-lihat keselililingnya yang memang luas dan besar bahkan memiliki fasilitas ruang tamu. Sembari menunggu, tanpa sadar diam-diam dengan langkah pelan, seorang pria tak di kenal berdiri di belakang Nafisah. Ia menatap Nafisah yang memang cantik. Dalam sekali gerak, ia pun langsung menutup mulut Nafisah yang masih terpasang sarung tangan hitam agar teriakannya terbungkam.

Nafisah panik. Detik berikutnya, hanya perlawanan dan pemberontak yang di lakukan oleh Nafisah hingga membuat Lisa hanya tersenyum puas dan segera keluar dari kamar hotelnya.

"Kuharap kamu menyukai gadis pilihanku malam ini buatmu, Randi."

****

Seminggu kemudian. Tepat pada pukul 11.00 siang, salah satu pesawat penerbangan dari Kalimantan tiba di kota Jakarta. Danish masih setia menunggu kedatangan Diyah sembari duduk di ruang tunggu. Sesekali ia berjalan mondar-mandir.

Untuk sementara, Danish mengesampingkan urusannya dengan Nafisah karena sesungguhnya ia begitu merindukan Diyah.

"Papa!"

Tanpa diduga, Diyah sudah berdiri dengan jarak kejauhan. Gadis kecil itu terlihat baik-baik saja dan ceria. Danish segera mempercepat langkahnya dan langsung berjongkok hanya untuk memeluk Diyah.

"Masya Allah, Papa begitu merindukanmu sayang. Bagaimana perjalanan hari ini?"

"Diyah juga kangen Papa." Diyah mencium pipi Danish. "Tapi kepala Diyah pusing. Rasanya mau muntah."

"Apakah Diyah sakit?"

"Tidak Mas. Diyah begini hanya karena mabuk perjalanan udara." sela Nafisah tiba-tiba.

Danish terdiam, tatapannya tidak sedikitpun melirik kearah Nafisah. Ia lebih menatap ke arah Diyah.

"Mas.."

Dan lagi, Nafisah hendak mencium punggung tangan Danish. Danish hanya diam sembari menyerahkan tangannya.

"Ayo sayang, bagaimana kalau kita makan siang di sekitar bandara sini? Apakah Diyah lapar?"

"Iya, Diyah juga haus."

Danish tersenyum tipis dan segera berlalu. Sementara Nafisah terdiam sambil memandang keduanya dari belakang.

"Alina, apakah Mas Danish tidak akan bisa menerimaku meskipun waktu terus bejalan? Maafkan aku, seharusnya aku mendengarkan semua ucapanmu di masalalu." ucap Nafisah dengan pelan.

Nafisah menarik napasnya sejenak, kemudian menghembuskannya secara perlahan. Ia pun segera melanjutkan langkahnya untuk menyusul Danish dan Diyah.

Dari jarak beberapa meter, seorang pria terdiam menatap Nafisah. Tentu saja ia tidak pernah melupakan wanita itu sedikitpun. Di lihatnya Nafisah sedang menarik koper di tangannya.

"Beberapa tahun silam, aku menorehkan luka untukmu dengan segenap penyesalan. Tapi kenapa, hadirnya dirimu kembali mengingatkan semua itu?"

Pria itu melepaskan kaca mata yang terpasang di matanya lalu ia masukan ke dalam saku kemeja nya.

"Kenapa tiba-tiba kamu berada di kota ini?" gumam pria itu dengan perasaan berkecamuk.

"Pak Randi?"

Randi menoleh ke samping. Asistennya datang di saat yang tepat. Seketika pikirannya mengenai pekerjaan kembali teringat di pikirannya.

"Ya?"

"Apakah semuanya baik-baik saja Pak?"

"Ya semua baik."

Lalu tatapan Asisten Randi pun tanpa sengaja menatap ke arah Nafisah yang sudah semakin menjauh. Sadar bahwa sejak tadi atasannya itu menatap Nafisah tanpa berkedip, Randi berdeham. Berusaha mengalihkan semuanya.

"Ayo, pesawat kita sudah menunggu. Waktu kita tidak banyak. Klien sudah menunggu di luar kota."

Randi pun melanjutkan langkahnya yang tertunda setelah mengucapkan semuanya dengan nada suara yang datar. Lagi-lagi masalalu yang kelam itu kembali membayang seperti kenangan buruk.

"Kuharap ini semua hanya kebetulan saja."

****

Masya Allah Alhamdulillah, Chapter 23 sudah up. Bersyukur bisa up malam ini dan kemarin. Moga bs rutin tiap hari ya di sela-sela kesibukan aku di dunia nyata ☺

Satu per satu masalalu nafisah terbuka buat kalian. Moga tetap sabar ikutin alur ini. Sedikit nyesek dan gak rela soalnya hhe 😌😁🙏

Jazzakallah khairan sudah pada baca. Jgn lupa vote dan komentarnya ya. Karena kedua hal tersebut sangat berarti buat author 🥺🥰

With Love ❤
LiaRezaVahlefi

Instagram :
lia_rezaa_vahlefii

Jodoh Dari Lauhul MahfudzTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang