Chapter 37

48.6K 1.2K 34
                                    

"Pak Sofian?"

"Ya?"

"Tolong bakar ini. Pastikan tidak ada yang tersisa sedikitpun."

Pria paruh baya yang baru saja mendapat perintah dari atasannya itu hanya mengangguk dan menuruti perintah atasannya Tuan Randi. Sementara Randi, iya yakin, Sofian adalah sosok asisten yang bisa di percaya. Salah satunya untuk urusan pribadi. Sebuah amplop yang berisi foto Nafisah. Foto yang pernah di beri langsung oleh Lisa ketika wanita itu tega menjual temannya sendiri. Ia sudah berhijrah, tidak ingin menyimpan foto wanita selain mahramnya.

"Baik, Pak."

"Aku percayakan semuanya padamu."

Setelah mengatakan itu, Sofian pergi menjalankan tugasnya. Ia keluar ruangan menuju ke belakang perusahaan untuk membakar amplop tersebut. Sesampainya disana, ia segera mengeluarkan amplop tadi bersama korek api tepat di atas tong sampah drum. Api sudah menyala, namun tiba-tiba ponselnya berdering.

"Halo, iya Pak Randi?"

Raut wajah Sofian terlihat serius dan saat itu juga ia langsung mengakhiri panggilannya. Dengan cepat Sofian kembali memasuki gedung perusahaan lalu menuju ruangannya. Sofian membuka laci dan meletakkan begitu saja amplop coklat tadi sambil meraih berkas penting hasil rapat yang di butuhkan Randi saat itu juga.

****

Danish mengepalkan salah satu tangannya ke dalam saku celana kain nya. Mau marah? Tentu saja iya. Tetapi sayang, saat ini situasinya tidak tepat. Ia masih berada di lingkungan perusahaan. Apalagi Randi adalah penyebab masalahnya, sudah menjadi resiko jika hal-hal seperti ini akan terjadi ketika pria itu memiliki masalalu yang buruk dengan Nafisah.

Tanpa pikir panjang Danish menuju toilet. Mencuci wajah didepan wastafel adalah salah satu langkah yang ia butuhkan agar wajahnya tidak terlihat kusut. Ini minggu pertama profesi barunya, jangan sampai hal-hal urusan pribadi mempengaruhi jiwanya meskipun membutuhkan usaha yang tidak mudah. Ini soal Nafisah, rasa cemburunya pada Randi tentu saja ada.

Setelah selesai dengan semuanya, Danish merasa wajahnya segar kembali. Tetapi mau bagaimana lagi, kalau hatinya saat ini terbakar rasa cemburu.

"Bisa-bisanya dia masih menyimpan foto istri orang." kesalnya dalam hati.

Ponsel Danish berdering, nama Randi terpampang di layarnya. Danish mendengkus kesal sambil berdeham untuk menerima panggilan tersebut.

"Iya, Pak?"

"Saya tunggu di ruangan. Ada hal penting yang ingin saya bicarakan mengenai rapat besok. "

"Baik."

Panggilan berakhir. Danish mempercepat langkahnya. Dalam hati ia juga merasa bersalah. Harusnya ia diam di tempat agar Randi tidak sulit mencarinya apalagi sampai menghubungi nya. Danish menghela napasnya, berusaha menekan perasaan campur aduk dengan atasannya sendiri.

****

"Mama, malam ini kita masak apa?"

"Em, memangnya kamu mau di masakin apa?"

"Bagaimana kalau menu kesukaan Papa? Diyah juga suka, kok."

Nafisah tersenyum tipis. Ia memegang pergelangan tangan putrinya yang baru saja keluar dari kelas PAUD. Seragam kotak-kotak berwarna pink yang di pakai Diyah membuat gadis itu terlihat menggemaskan bagi Nafisah.

Jodoh Dari Lauhul MahfudzTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang