10. 🌓Bertemu Calon Papa Baru

1.1K 87 6
                                    

Aku sampai di Pekanbaru setelah menempuh perjalanan melelahkan dua malam tiga hari

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Aku sampai di Pekanbaru setelah menempuh perjalanan melelahkan dua malam tiga hari. Kakiku bengkak, kulitku berminyak tak tersentuh kosmetik apapun. Tapi aku legah akhirnya aku sampai di rumah. Dengan senyum bahagia upeluk Mama yang terkaget melihat kemunculanku siang menjelang sore ini.

"Ya Allah, Rosa! Kau ini hilang-hilang timbul. Mama telpon tak aktif-aktif, tahu-tahu sudah sampai di rumah. Mama kan mau ngirimin kamu ongkos naik pesawat. Jadi kamu gak perlu capek macam gini." Mama mengomel sambil menuntunku masuk ke rumah.

"Naik pesawat? Gaya sekali Mamaku ini. Udah banyak duit ya?" aku menjawil wajah cantiknya yang mulai nampak sedikit keriput.

"Calon Papamu yang ngasih, dia gak mau calon anaknya capek di jalan,"

"Serius, Ma? Orang kaya ya? Wuiih, Mamaku ini hebat."

"Sudah-sudah, lalu kenapa Kau tiba-tiba sampai di rumah, mana hape yang kata Kau baru dibeli itu? Cepat kali majikan panjaitanmu itu ngasih izin."

Aku duduk di sofa lusuh ruang tamu. Aku tak akan menceritakan kisah pilu pengusiranku dari rumah Ibas.

"Udah ah, Ma, Rosa gerah, mau mandi. Yang penting kan Rosa sudah di hadapan Mama tercinta." Kucium pipi Mama. Ah, ternyata aku sangat merindukannya. Sudah dua tahun lebih aku tak pulang. Salahkan keadaan saja. Hhh.

"Butet-Butet, Kau itu terlalu berani, ntahlah, tak ngerti Mama Kau ini. Sekarang mandi, Mama mau telpon calon Papa Kau."

"Ih, Mama jangan bilang aku jual hape untuk ongkos pulang,Ma"

"Hah? Jadi hape yang baru itu Kau jual?" Mama geleng-geleng kepala. Aku yang keceplosan langsung kabur ke kamar mandi, takut diomelin mama.

*****

Aku dan Mama duduk manis di sebuah restoran mewah salah satu hotel yang ada di Pekanbaru. Di depan kami duduk seorang lelaki yang sebaya dengan mama namun masih tampak gagah. Kulitnya putih, rambutnya lurus belah samping, ada kaca mata minus di wajahnya yang tampan, sangat cocok menurutku bersanding dengan mamaku yang cantik. Di atas meja sudah terhidang aneka makanan enak yang sering kuimpikan akan mengecapnya suatu hari nanti, inilah saatnya. Lelaki itu memandangku dengan senyum di bibirnya. Sesi perkenalan sudah kami lewati tadi.

"Ayo Rosa, kita makan, jangan sungkan semua ini untuk dihabiskan, kalau tak habis boleh dibawa pulang."

"Iya, Om, eh, Pa,." Aku lalu menyenggol tangan mama agar dia duluan yang mengambil makanan. Mama hanya tersenyum. Lalu seolah mengerti mama mulai mengambil centong nasi dan menyendokkan terlebih dulu ke piring calon papaku. Duh, Mama romantis sekali. Aku juga tak sabar mengambil makanan yang kuincar sejak lama. Spageti, aku pernah lihat gambarnya di instagram Nisa teman sekosku, aku penasaran bagaimana rasanya, sepertinya enak. Setelah kumakan aku menahan rasa tak biasa di mulutku, dalam hati otak kampungku menggerutu, uuh, dua kali lebih enak indomi rebus kalau begini. Tapi kulanjutkan juga mengunyah spageti yang sudah terlanjur masuk ke mulut dan piringku.

"Jadi Rosa tak keberatan ya kalau pernikahan Papa dan Mama dipercepat seminggu, yang artinya minggu depan." Calon Papaku yang bernama Aditia Muliana ini mengisi kekosongan ruang yang tercipta, agak aneh saja Cuma diam-diaman di meja makan.

"Ya,silahkan ,Pa, Rosa setuju aja, untuk niat yang mulia ini, lebih cepat lebih baik." Papa Adit tersenyum.

"Habis ini kita lihat rumah ya, maksud Papa rumah baru kita."

"Rumah baru? Untuk Mama ya,Pa?" aku antusias sekali.

"Rumah Mama rumahmu juga, rumah Papa rumah Mama dan rumah kamu juga. Segala yang Papa punya, punya kalian berdua juga, kita akan menjadi satu keluarga. Bukan begitu?" Calon Papa memandangku masih dengan senyum di bibirnya. Aku terharu melihat niat tulus lelaki ini ingin menikahi Mamaku sekaligus menerima kehadiranku sebagai anaknya sepenuhnya.

"Terima kasih,Pa. "

"Iya, ayo makan lagi yang banyak, tubuhmu kurus, Papa gak suka anak Papa terlalu kurus.

Aku kembali mengangguk dan melanjutkan makan. Mama memandangku dengan senyum.
"Makan aja apa yang suka, kalau tak suka mi lidi itu kau makan lah yang lain, jangan dipaksa," kata mama pelan.

"Ma, ini bukan mi lidi, ini spageti," Aku mengoreksi.

"Ah apalah namanya, bentuknya sama pun."
Papa tertawa pelan melihat perdebatan dua wanita kampungan di depannya. Harap maklum ya Papa baru, inilah kami apa adanya.

Hai guys, aku apdet lagi nih, tapi maklum kalo typo, langsung main aplot aja gak pakai dibaca lagi. hepi riding ya...enjoi mai stori. hihii. salam sayang, mmmuuuaahh

After The DarkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang