28. Skak Mat Ala Ibas

1.3K 58 8
                                    

Malam hari di rumah kami yang tidak bisa dibilang mungil, perasaanku masih kacau. Setelah menidurkan buah hatiku kubenamkan tubuh lelah di sofa ruang keluarga. Ibas yang baru selesai mandi menghampiriku dengan kernyit di dahi.
"Kenapa,Yang? Ada klien yang punya masalah berat?" tanyanya sambil merengkuh bahuku dalam pelukan. Sejak menikah dia dengan noraknya memanggilku sayang. Awalnya aku keberatan tapi dia tetap ngotot.
"Malu,Mas dipanggil gitu, ntar diketawain yang denger," protesku. Ibas malah tersenyum.
"Mau gimana lagi, Mas beneran sayang sama kamu,"
"Gombal," aku tersipu.
"Dari dulu aku memang merencanakan memanggil istriku dengab panggilan gitu. Kalau kamu keberatan gimana lagi. Terpaksa deh cari satu lagi yang mau dipanggil Sayang,"
"Coba aja kalau berani!" Aku mencubit pinggangnya.
"Au, ampun Sayang..," jerit Ibas.
Begitulah, akhirnya aku pasrah dipanggil sayang.
"Yang, ditanya kok bengong? Cerita dong,"
Suara Ibas mengagetkanku. Aku menghela napas sebelum memutuskan menceritakan kejadian siang tadi di kantor.

"Ck, Dilla gak habis-habisnya cari sensasi, gak lihat umur apa?" dengus Ibas menanggapi ceritaku.

"Mas gak simpati sama masalah Dilla? Ini karena dirimu loh,Mas..," protesku.

"Jadi menurutmu, Mas harus gimana?" Ibas menghempaskan punggung ke sofa.

"Cari solusi kek, kasian dia defresi kaya gitu." aku menyurukkan hidung ke leher Ibas, meresapi wangi tubuhnya yang baru mandi.

"Geli,Yang, gak tahan ini...," desahnya. Aku hanya nyengir. Bagian leher adalah yang paling sensitif di tubuh Ibas, disamping bagian rahasia yang satu itu. Hehe.

"Biarin, aku suka gini," ujarku bandel. Ibas mencoba menjauhkan kepalaku yang langsung kutahan dengan mengetatkan rangkulan di lehernya.

"Sayaangg, ah, kamu, katanya minta Mas cari solusi, tapi godain Mas kaya gini."

Aku terkikik lalu menjauhkan wajahku dari leher Ibas. Wajahnya merah menahan geli.

"Sori-sori, jadi gimana solusinya? Kasian Dilla,Mas. Kita bahagia, dia enggak."

"Sayang, dia gak bahagia karena mengambil keputusan yang salah. Mencintai suami orang yang jelas-jelas sangat mencintai istrinya. Aku sudah dekatkan dia dengan Zaki karena kutahu temanku itu sudah dari lama menyukai Dilla, tapi nyatanya Dilla nolak dia." 

"Karena kepikiran kamu terus,Mas, makanya dia kaya gitu."

"Aku gak nyuruh dia mikirin Mas, Yang," bela Ibas.

"Tapi Mas ngasih harapan ke dia dengan menjawab telpon-telpon dan juga pesan darinya," aku mulai mengeluarkan rasa kesalku.

"Aku bersikap sewajarnya kok, masa harus menolak panggilan teman lama?"

Aku tersentak mendengar Ibas menaikkan volume suaranya, dan dia ber aku-aku menggantikan kata Mas yang dia bahasakan pada dirinya sejak pertama kami menikah.

"Kok kamu marah,Mas?" aku terpancing emosi.

"Aku heran sama kamu,Yang. Kenapa kamu menceritakan masalah perempuan ke suami kamu? Asal kamu tahu saja, kami kaum laki-laki ini panjang pikirannya kalau sudah menyangkut perempuan. Walaupun istri ada di samping, kalau diceritain perempuan pikiran kami bisa kemana-mana." Ibas bangkit dan berjalan ke arah kamar. Aku terperangah. Tak menyangka reaksi Ibas seperti ini. Maksudku baik kok, mencarikan solusi masalah Dilla. Tapi aku tercenung lagi. Benar juga apa yang dikatakan Ibas. Aku merutuki kebodohanku. Melupakan nasehat buku pernikahan yang pernah kubaca, salah satunya larangan istri terlalu banyak menceritakan perihal wanita lain ke suami. Hal itu membuka peluang suami jadi banyak menghabiskan pikirannya untuk membayangkan wanita yang diceritakan.

"Duh, aku harus gimana?" keluhku. Tapi sesudahnya aku berjalan menyusul Ibas ke kamar. Aku harus minta maaf. Toh, masalah yang dihadapi Dilla bukan karena dirinya, walau secara tidak langsung memang berkaitan dengannya.

"Sayaang, maafin adek,ya...," ku peluk Ibas yang sudah berbaring di atas ranjang. Dia memiringkan badan ke arahku. Membelai helai rambut yang jatuh di keningku. Aku memejamkan mata meresapi sentuhan Ibas.

"Jangan diulang lagi ya,Yang. Kami kaum lelaki ini mudah mencintai wanita. Kalau dipancing-pancing kami bisa memakan umpannya dengan senang hati. Kamu ntar yang rugi." dia mencium bibirku. Aku mengeratkan pelukan di tubuhnya.

"Maaf, gak lagi-lagi deh. Tapi masa laki-laki kaya gitu? Mas aja kali," aku merengut ke arahnya. Ibas tergelak, namun kembali ke mode serius setelahnya.

"Menurutmu apa rahasia Allah dibalik membolehkan lelaki memiliki empat istri sekaligus?"

"Gak tahu,Mas," jawabku polos. Emang gak tahu dan gak mencari tahu sih.

"Itu karena lelaki bisa mencintai banyak perempuan sekaligus."

"Tapi Mas gak kaya gitu kan?" aku melotot padanya. Ibas senyum-senyum sendiri.

"Tergantung," katanya.

"Tergantung apa?"

"Tergantung service mu malam ini," bisik Ibas tepat di depan bibirku. Aku gelagapan menerima serangan mendadak bibir Ibas di bibirku, dan jangan lupakan serangan gerilya tangannya juga. Sepertinya malam ini akan menjadi malam panjang untuk kami berdua. Akan kubuktikan akulah satu-satunya bagi Ibas, tidak ada tempat untuk memikirkan perempuan lain.

Ada yang masih menunggu cerita ini? hope u enjoy it yaaa...

After The DarkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang