Eng ing engggg, mencoba apdet kilat di tengah suasana rapat kerja sekolah. Tenaaang sodara, raport sudah terisi, jadi mari kita hepi-hepi...selamat membaca, semoga suka.Mak rempong yang girang banget habis bagi rapor.
"Rosalin, ada yang nyari." Suara Vina salah seorang rekan magang di bagian HRD menghentikan aktifitas di depan lepi.
"Siapa,Vin pagi-pagi juga," gerutuku sembari membereskan berkas penelitian yang kukumpulkan selama magang di kantor Papa.
"Hai, Ros maaf pagi-pagi ganggu," sebuah suara berat menghentikan aktifitasku secara mendadak. Bahkan map yang tadi ku pegang terjatuh begitu saja. Mataku membulat melihat sosok tegap gagah muncul di depan mejaku.
"Mas, eh Pak Jaya, kok disini pagi-pagi?" suaraku kacau saking gugupnya. Aku langsung berdiri dari kursi putarku. Hampir saja aku terjengkang. Ih, malu,Ros!
"Mau ketemu kamu. Kalau gak gini rasanya sulit sekali bertemu," katanya sambil tersenyum tipis. Ya Tuhan, ingatkan hamba bahwa dia ini calon tunangan orang. Plis jangan baper,Ros.
"Oh, ada urusan pekerjaan,Pak? Maaf saya memang tidak terlibat lagi di tim karena masa magang saya akan berakhir." Aku mencoba tersenyum, menjawab dengan professional seperti yang biasa dilakukan Bu Nia.
"Tidak, ini tidak ada hubungannya dengan kerjaan kamu, ini tentang kita. Boleh kita bicara berdua?" pintanya. Sorot mata Ibas memandang penuh harap. Aku jadi ragu antara ingin mengabulkan permintaannya. Tapi aku kan lagi berjuang untuk menjauhinya, melupakannya karena dia akan bertunangan.
"Eumm, maaf Pak, saya kebetulan sedang banyak kerjaan," trik menghindar pertama ku luncurkan. Matanya menatapku menyelidik, aku jadi gugup. Aku gak bohong kan? Aku memang lagi kerja, walau tak banyak-banyak amat. Ku lihat Ibas mengangguk sambil menggigit tipis bibirnya. Cih, sejak kapan pula dia punya tingkah kaya gitu? Aku kan jadi gimana gitu. Uhuk. Plak! Eling,Roooossss.
"Gak sekarang kok, nanti pas makan siang. Bisa ya?" Gubrak. Aku terdiam, bingung nyari alasan lainnya. Duh, mikir kenapa, Ros? Omel hatiku.
"Ada j..janji, ya, saya ada janji nanti,Pak." yess! Aku dapat alasan yang tepat kurasa. Mataku tak berani bersitatap dengan matanya. Helaan napas berat ku dengar darinya. Lama suasana diam diantara kami. Rekan yang lain entah kemana. Ini masih pagi juga sih, baru jam sembilan. Wadaow! Pasti mereka di ruang pertemuan nih, ada inspirasi pagi. Budaya kerja di kantor papa. Tapi yang tak habis pikir kenapa Ibas pagi-pagi ada disini?
"Kamu menghindariku,Ros?" suara dingin itu membuatku seketika merinding. Reflek ku angkat kepalaku dan mata kami langsung bertemu. Degup jantungku menggila. Ada luka ku lihat di mata bersorot tajam itu.
"Kamu mencoba menjauhiku,Ros? Katamu kamu tidak marah lagi pada keluargaku karena peristiwa lalu, tapi kenapa kamu menghindariku,Ros?" suaranya penuh penekanan, aku ternganga.
"A..ak eh, saya tidak marah,Pak." selaku. Kernyit kecewa masih ku lihat di wajahnya.
"Ros, kamu gak pintar bohong. Aku kenal kamu walau cuma dua bulan." Nada suaranya getir. Aku jadi pingin nangis.Ihik. Lalu aku harus gimana?
"Saya gak bohong,Pak." aku berusaha meyakinkannya. Dengus kecewa masih ku dengar sebelum dia tiba-tiba merengkuhku dalam pelukan. Mama....
"Ros, aku gak ngerti dengan situasi ini. Di pulau seribu rasanya aku bahagia sekali bisa menemukanmu. Kamu pun kurasakan juga bahagia menemukanku. Tapi sekarang kamu kembali menganggapku orang asing, seolah kita tak pernah dekat, seolah kita gak pernah bertemu. Kamu melupakan bahwa aku pernah kamu anggap teman," katanya seraya melepas pelukan. Aku masih tergugu meresapi setiap kata-katanya. Bait kata terakhir menyentakku. Aku pernah mengatakan bersedia menjadi temannya, menyokongnya, mempercayainya dalam situasi apapun. Sekarang aku menjauh. Oh, Ros! Jangan berlebihan deh. Dia hanya ingin berteman denganmu. Jangan gee r gitu lah. Just friend okey? Ku tatap matanya yang sendu. Mencoba tersenyum walau dada bergetar menahan luahan rasa. Malu, menyesal, marah pada diri sendiri itu yang ku rasakan di hatiku yang selalu berusaha kuat pada dunia.
"Mas, maafin Rosa. Yap, kita teman, selamanya teman. Maaf sikapku mengecewakan." Ku raih jemarinya, berusaha mendapat maafnya. Aku tak mau membuatnya menganggapku orang yang plin-plan. Tak konsisten dengan perkataan. Aku kan calon psikolog. Dan kurasa itu kode etik profesi, menjaga kepercayaan orang, konsisten dengan omongan.
"Jangan menghindar lagi, jangan menghilang lagi, aku butuh kamu,Ros," usapan di jemariku membuatku semakin pilu. Belum lagi kata-katanya barusan. Aku baper maksimal.
"Tapi,Mas, kamu kan akan...." Aku tak sanggup meneruskan kata-kata. Aku mengerjap mengusir air mata yang datang tanpa di undang. Duh aku benci menjadi cengeng. Ibas kembali merengkuhku dalam pelukan. Aih, kalau ada yang lihat gimana? Aku bermain dengan calon tunangan orang. Tapi aku mencintainya sodara. Ihik, salahkan saja air mata ini yang tak mau berhenti mengalir. Kemeja depannya basah. Ibas mengusap air mata yang mengalir di pipiku. Dia tersenyum.
"Gak nyangka kamu cengeng," tangannya beralih menjawil hidungku. Aku merengut dan melepas diri dari pelukan.
"Ini air mata minta maaf, tau?" ketusku. Dia tertawa.
"Okey, jadi nanti siang kita ketemu lagi,ya." Katanya lembut. Cepat aku mengangguk.
"Janji dengan temanmu gimana?"
"Hah?" waduh. Aku membongkar kebohonganku sendiri dengan mengiyakan ajakannya terlalu cepat. Ketahuan aku gak ada janji dengan siapa-siapa. Aku memutar mata sambil mengatup bibir.
"Aku batalkan saja. Ada yang maksa disini." Ibas tertawa mendengar kata-kata ngelesku.
"Ya udah, aku ke ruangan dulu, pasti mereka sudah nunggu." Katanya meminta izin.
"Mas mau kemana?" kejarku. Idih kaya anak kecil ditinggal Mamanya belanja ke mall. Takut ilang.
"Aku ke aula pertemuan, ngisi materi inspirasi pagi, yaa semacam motivasi gitu deh. Kamu mau kesana juga kan?" Aku mengerjap cepat ketika menyadari keterlambatanku juga.
"Iya! Dan aku sudah terlambat. Duluaaan....." aku langsung ngacir. Ku dengar tawa Ibas memenuhi ruangan. Tuhan, kenapa rencana menjauhku jadi kacau seperti ini? Ini namanya rencana mendekat. Walau judulnya mendekat sebagai teman. Apalagi yang aku harap? Ibas berharap aku jadi temannya seperti dulu. Yang sabar ya ,Ros. Mode Sopo di film Sopo Jarwo.
KAMU SEDANG MEMBACA
After The Dark
RomanceRosalinda mencintai Ibas yang buta penglihatannya . Tak pernah diungkapkan, hanya dibuktikan dengan melayani Ibas sepenuh hati dan segenap tabah. Ibas mencintai Rosa dalam kegelapan penglihatan yang melingkupinya. Dia percaya Rosa adalah cintanya wa...