Memandangmu
Walau selalu
Tak pernah bosan aku
Bila menatapmu..
(Lagu Ike Nurjanah-Dangduters)Seperti lagu di atas itulah yang kulakukan selama makan siang. Menatap seraut wajah di samping depanku. Kadang aku kepergok sedang menatapnya. Dingin, itulah kesan yang kuserap dari pancaran mata itu. Aku tak peduli. Bagiku menatap wajahnya adalah melepas rindu. Andai mata Ibas tidak buta pastilah tatapnya seperti itu, andai rambutnya tidak panjang, andai badannya tak kurus, andai..
"Lin, catet ya pelatihannya di pulau seribu, dua minggu dari sekarang!" Bu Nia menyentakkan lamunanku. Aku mengangguk, dengan sedikit gugup menulis di agenda yang aku bawa.
"Saya dan level di bawah saya mau membaur dengan karyawan disaat pelatihan itu, jadi saya mau konsep yang matang." Tegas suaranya memecah hening di ruang VIP restoran. Matanya menatapku sekilas seakan menyuruhku mencatat.
"Oke, udah dicatat,Lin?" Aku lagi-lagi mengangguk. Heran juga dengan pita suaraku yang tiba-tiba memberat. Sekedar menyahut ya,Bu pun tak mampu kulakukan.
"Baiklah, saya masih ada urusan, saya tunggu konsep pelatihannya," Pak Jaya menyudahi makannya dan bangkit sembari menyalami bu Nia yang juga ikut berdiri. Aku pun ikut mengikuti jejak mereka. Pak Jaya mengulurkan tangan padaku hendak bersalaman yang kusambut dengan kikuk. Ketika tangan kami bersentuhan dimana jemariku berada dalam genggaman tangannya kurasakan urat-urat tangan besar itu menegang. Aku yang heran dengan reflek menatap Pak Jaya yang ada di seberang meja. Matanya melebar, ada binar keterkejutan disana. Rahang kokoh itu juga nampak kaku. Untuk beberapa detik yang kurasa sangat membingungkan itu tanganku masih belum dilepaskan. Aku jadi resah dan malu. Bu Nia menatap heran yang kutahu disamarkan dengan tersenyum kecil pada pimpinan cabang Yogya yang masih menggenggam jemariku di sesi salaman itu. Seolah tersadar lelaki yang mirip dengan Ibas itu mengurai genggamannya sambil tersenyum kaku. Aku melepas napas yang tanpa kusadari tertahan beberapa detik yang lalu.
"Oke, saya permisi dulu," kaki panjang itu melangkah mantap meninggalkan ruang VIP. Bu Nia dan aku mengikutinya sampai ke depan restoran dimana mobilnya terparkir.
"Hati-hati,Pak," seru Bu Nia penuh senyum yang dibalas dengan anggukan sekilas. Ketika lelaki tinggi itu membuka pintu hendak masuk mobil sepasang mata tajamnya kembali menatapku dan bibir bagusnya tersenyum. Aku membalas dengan senyum canggung. Lagi dan lagi pita suaraku macet untuk sekedar mengucap hati-hati di jalan,Pak Jaya, atau sampai bertemu lagi, dan bla bla bla yang sekiranya bisa menyantaikan suasana.
"Senang bertemu denganmu, sampai jumpa lagi," ucapnya sebelum menghilang ke dalam mobil.
Mobil keluaran terbaru itu bergerak meninggalkan halaman restoran. Kurasakan tangan Bu Nia mencolekku. Aku menoleh terkejut.
"Rosalin, kamu kaku banget sih ketemu klien. Walau dia bos cabang itu sama dengan klien, karena dia memakai jasa pelatihan kita untuk perusahaannya. Jadi bersikaplah lebih santai, oke?" Aku hanya mengangguk sambil menggaruk kepalaku yang tak gatal.
"Kamu harus banyak latihan dan belajar bagaimana gestur yang baik saat bertemu orang-orang baru, terutama klien. Bisa?" tegas Bu Nia.
"Iya,Bu Nia, saya akan belajar, maaf yang tadi," Bu Nia mengangguk dan berjalan menuju mobil kami. Pak Jaya, bagaimana aku harus bersikap ketika harus bertemu dengannya lagi?
KAMU SEDANG MEMBACA
After The Dark
RomanceRosalinda mencintai Ibas yang buta penglihatannya . Tak pernah diungkapkan, hanya dibuktikan dengan melayani Ibas sepenuh hati dan segenap tabah. Ibas mencintai Rosa dalam kegelapan penglihatan yang melingkupinya. Dia percaya Rosa adalah cintanya wa...