22. 🌅Benalu

957 72 2
                                    


Apdet setengah ngantuk, maklum jika banyak tipo ya say...hepi riding aja, do'akan Mak sehat selalu ya ya ya...

Aku dan Ibas saling diam di dalam mobil yang membawaku entah kemana. Selepas makan siang Ibas mengirimkan direct massage agar aku menemuinya di parkiran. Setelah pamit pada Papa dan Mama dan meminta sopir merangkap bodyguard ku itu untuk pulang ke rumah aku segera menuju mobil Ibas yang sudah menunggu di depan restoran.

"Eumm, kita mau kemana, Mas? Tanyaku mencoba membangun percakapan. Jujur aku tidak mengerti dengan sikap Ibas yang seolah mendiami dan menjaga jarak denganku.

"Nona Rosalinda mau diantar kemana? Tanya bernada sinis itu membuatku menatapnya seketika. Pandanganku menyipit.

"Apa maksudnya tuh manggil kaya gitu?" aku jelas tak suka. Sikap Ibas nampak sekali dibuat-buat.

"Nona kan anak bos besar, tak sopan rasanya hanya memanggil Ros,"

"Hentikan! Aku tak suka mendengarnya!" tegasku.

"Aku juga tak suka selama ini kamu menipuku!" Ibas juga menggunakan nada tinggi.

"Menipumu?Apa yang kamu pikirkan?!"

Ibas menepikan mobil dan berhenti di pinggir jalan. Suasana disini cukup lengang. Ibas membuka sabuk pengamannya dan menghadapku. Aku juga melakukan hal yang sama. Tatapannya tajam dan menggoreskan kecewa. Aku jadi semakin bingung.

"Kamu kenapa,Mas Ibas? Apa karena aku putri tiri Papa sikap Mas berubah?" aku menatapnya dengan sendu. Sedang Ibas masih mempertahankan sikap sinisnya.

"Kamu menipuku,Ros, menipu mamaku juga dengan berpura-pur jadi mahasiswa kere yang butuh pekerjaan. Apa maksud semua itu?"

Aku ternganga mendengar kata-kata Ibas. Ini jelas salah paham, harus aku luruskan.

"Aku memang mahasiswi kere akut ketika bertemu Tante Diana, tak ada tipuan sama sekali. Aku miskin, hidup sendirian, lagi nyari kerja untuk bayar biaya kuliah. Itu aku sebelum Mama menikah dengan teman lama." Kutatap Ibas yang masih menunggu lanjutan ceritaku.

"Ketika aku meninggalkan rumahmu aku langsung pulang ke Sumatra. Dua minggu setelahnya Mama menikah dan hidupku berubah. Aku tak tahu persis sekaya apa Papa baruku. Yang kutahu dia mencintai Mama, Mama pun mencintainya. Sampailah aku dalam kondisi sekarang. Nyaris seperti mimpi."

"Jika yang kamu katakan itu benar aku minta maaf." Nada suara Ibas melembut. Matanya tak lagi sarat kemarahan dan kekecewaan.

"Tak ada yang perlu Mas ragukan. Teman tidak akan menipu temannya."

"Teman?" nada suaranya terkesan pahit. Aku tidak menjawabnya. Jauh di dalam sana hatiku sangat berharap hubungan ini bisa lebih jauh dari sekedar teman.

"Mas, aku mau ketemu Tante Diana, boleh?" permintaanku membuat senyum Ibas mengembang.

"Of Course, dia merindukanmu setiap saatnya. Seperti kehilangan anak perempuan satu-satunya. Aku saja tak disebut sesering namamu."

"Apa? Tante merindukanku? Bukannya.." ah, sudahlah. Anggap saja pengusiran dulu tak pernah ku alami. Aku merindukannya terlepas dari sikapnya padaku.

"Dia pasti senang ketemu kamu. Sudah lama dia menyuruhku mengajakmu main ke rumah," aku tersenyum saja mendengar kata-kata Ibas.

Tak lama mobil Ibas memasuki pekarangan rumah yang terlihat lebih asri dari terakhir kali aku melihatnya. Tanaman anggrek menghiasi kiri-kanan jalan masuk. Beberapa bunga seperti azalea, krisan dan mawar merekah indah membuat suasana semakin ceria. Kebahagiaan itu telah kembali ke rumah ini seiring sembuhnya putra mahkota. Putra mahkota itu sekarang sedang membuka pintu dan memanggil mamanya.

After The DarkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang