Toko buku di akhir pekan? Rame! Walau tak seramai toko sebelah yg menjual aneka aksesoris cantik serba pink. Aku membolak-balik novel yang sampulnya menarik perhatian mencari dan membaca cuplikan kisah di dalamnya. Kakiku pegal karena sudah cukup lama berdiri. Kusandarkan sedikit punggung di sudut jejeran rak yang terbuat dari rangkaian besi.
"Rosa? Kamu Rosalinda yang jadi pelayan Tante Diana dulu ya? Ya ampun, cantik banget sekarang? Majikanmu pasti kaya banget ya," cerocos suara yang tak pernah lupa diingatan setahun ini.
"Eum, Mba Dilla, mau beli novel juga?" balasku berusaha tenang. Padahal nyatanya aku dongkol banget."
Dilla tersenyum mengejek.
"Gak zaman beli-beli novel. Aku kan bukan pengangguran, gak ada waktu baca," katanya ketus dan pongah. Aku berusaha biasa saja.
"Jadi kalau gak beli novel ngapain,Mbak?" timpalku. Wajahnya langsung sumringah.
"Ah, iya, sampai lupa. Aku nemenin Ibas calon tunanganku, masih ingat?" senyum penuh bangga di bibir berlipstik merah muda membuat sesuatu dalam tubuhku seolah berhenti berdetak. Ibas mau tunangan dengan Dilla? Oh, pantas saja Ibas begitu mantap mengatakan bahwa sahabatnya yang tercantik adalah perempuan yang sekarang ini masih berdiri sambil senyum-senyum bahagia di depanku. Tapi mereka kan sahabat? Lho? Emang kenapa? Banyak yang friendlove after friendzone kan?
"Selamat ya,Mba, moga lancar prosesnya sampai pelaminan," kataku memaksakan senyum. Dilla mengangguk sebelum matanya menangkap gerak seseorang yang kukenal sebagai Ibas di ujung rak. Aku memandangi sosok Ibas yang nampak khusuk memilih-milih buku. Dengan manja Dilla bersandar di tubuh tegapnya membuat lelaki itu terkejut awalnya sebelum tersenyum ceria. Sakit, itu yang kurasakan. Ternyata selama ini aku hanya cinta sendiri. Malu? Entahlah. Semoga Ibas tak menyadari rasa sukaku padanya. Jadi tak perlu ada drama diantara kami berdua.
Kulangkahkan kaki menuju kasir. Sengaja kuhindari rak tempat keberadaan Ibas. Setelah menerima plastik putih bermerk toko buku ini aku bergegas hendak meninggalkan meja kasir. Namun sebuah suara menginterupsi langkahku.
"Ros? Kamu disini juga rupanya, kok tadi gak ketemu ya?" sapa lelaki yang tadi kuhindari,Ibas. Aku tersenyum canggung. Tatapan keangkuhan dan jalinan manja tangan Dilla di lengannya membuatku tak nyaman.
"Eum, nyari buku,Mas, tugas kuliah. Ah, saya duluan," kulayangkan senyum seolah tak terjadi apa-apa pada hatiku sebelum berlalu dari hadapan Ibas dan Dilla. Tapi cekalan di lenganku menghentikan langkahku.
"Kok buru-buru? Ini Dilla, masih ingat?" Oh Tuhan. Apakah aku masih sanggup bersandiwara? Aku tak kuasa mendengar kata-kata kami sudah tunangan meluncur dari bibir Ibas.
"Ingat,dong, tadi udah ngobrol di dekat rak," ucapku singkat sembari memandang Dilla.
"Duluan Mbak, Mas," tanpa menunggu jawaban Ibas aku menyeret langkahku menjauh. Tak kuhiraukan Ibas yang memanggil namaku penuh keheranan. Yah, wajar saja dia heran. Beberapa hari yang lalu kami begitu dekat. Ibas menggendongku ketika aku pingsan di pinggir pantai. Dia juga menemaniku semalaman dan berniat mengantarku sampai ke rumah. Aku menolaknya dan memintanya mengantarkanku ke kantor saja.
Sesampainya di parkiran aku memasuki mobil yang pintunya sudah di bukakan pak Agung supir pribadiku merangkap bodyguard. Ketika aku menoleh ke belakang saat mobilku mulai beranjak pelan kulihat Ibas berdiri di tangga toko, menatap dengan sorot aneh. Seperti sedih atau kehilangan? Gerak dadanya yang turun naik sedikit kencang menandakan dia habis berlari. Apa tadi dia bermaksud mengejarku? "Stop Rosalinda! Berhentilah berkhayal dan berpikir bahwa dia menyukaimu. Itu memalukan!" cecar sebagian pikiranku. Aku menunduk lesu. Berusaha menerima apapun kenyataan di depan mata. Sudahlah. Ku tunggu saja seseorang yang akan dijodohkan mama dan papa padaku. Toh hidup tak akan berhenti berdetak jika tak menikah dengan Ibas. Bukankah begitu? Oh, benarkah? Aku mencibir, tak yakin hatiku akan kuat menanggung semua ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
After The Dark
RomanceRosalinda mencintai Ibas yang buta penglihatannya . Tak pernah diungkapkan, hanya dibuktikan dengan melayani Ibas sepenuh hati dan segenap tabah. Ibas mencintai Rosa dalam kegelapan penglihatan yang melingkupinya. Dia percaya Rosa adalah cintanya wa...