14. 🌓Seraut Wajah Memupus Duka

1K 67 1
                                    

Benar kata papa, di kantornya berkeliaran dalam tanda kutip cogan-cogan yang bergaya kekinian. Stelan kantor berupa kemeja warna bebas dan celana bahan warna gelap dengan rambut di pomade rapi memanjakan mata setiap hari. Aku tak menampik hal itu. Tapi hatiku belum tertarik untuk memfokuskan tatap pada satu orang diantara mereka.
"Lin, modul pelatihan sudah dijilid semua?" suara bu Nia kepala HRD yang juga seorang Psikolog bidang industri dan organisasi yang baru keluar dari ruang HRD mengalihkan atensiku dari konsep games atau permainan yang ditugaskan padaku untuk membuatnya.Bu Nia memanggilku Rosalin, kadang disingkat jadi Lin. Aku tak mempermasalahkan hal itu. Bagiku beliau sosok yang baik dan tak pelit berbagi ilmu.
"Belum,Bu, nanti siang kata Abang foto copy, langsung diantar kesini,"
"Oke, ntar siang habis istirahat jangan lupa ya rapat tim pelatihan,"
"Iya,Bu," jawabku.

Kerja dua minggu di bagian HRD cukup menyenangkan. Bergelut dengan aneka tema pelatihan dan membuat modul sampai membuat aneka games sesuai tema dan tujuan pelatihan menyita fokusku. Selama seminggu pertama aku mengamati sambil belajar. Aku diikutkan dalam aneka rapat tim HRD yang membidangi pelatihan karyawan. Akhirnya aku bisa mengikuti ritme dan pola kerj disini. Tim pelatihan bertugas memproses data karyawan berbagai level di seluruh cabang perusahaan, mengevaluasi kinerja, dan menyiapkan model pelatihan yang cocok untuk meningkatkan kekurangan yang ada.

"Santi, kantor Yogyakarta udah deal masalah waktu dan materi pelatihan?" kali ini bu Nia memanggil Santi, staf HRD yang sudah bekerja lumayan lama di bagian ini.

"Sudah,Bu, siang ini pimpinan cabang Yogya mau ketemuan,"

"Lho? Kok kamu gak bilang sih? Kalau gitu rapat pelatihan cabang Kalimantan kamu yang pimpin ya, saya yang hendel pertemuan dengan pimpinan cabang Yogya,"

"Maaf,Bu, saya lupa kasih tau Ibu, Pak Jayanya baru nelpon mastikan jadwalnya bisa siang ini," jawab Santi takut-takut. Bu Nia yang sudah merengut mendengar keteledoran Santi jadi bisa memaklumi. Pimpinan cabang Yogya memang paling sulit di tebak. Lelaki muda yang enerjik dan punya bisnis sampingan yang banyak membuatnya kesulitan mencari jadwal untuk bertemu dengan tim pelatihan.

"Rosalin! Kamu ikut saya ya nyatet-nyatet hasil pertemuan," perinth Bu Nia tegas.

"Iya,Bu,"

"Dimana ketemuannya,San?" Bu Nia menoleh ke Santi. Beliau sudah siap-siap mau berangkat, aku juga segera merapikan meja dan mengambil agenda untuk mencatat hasil pertemuan.

"Di restoran samping kantor,Bu, beliau mau sekalian makan siang," Bu Nia mengangguk cepat.

"Yuk, Lin, Pak Jaya tak senang menunggu, beliau orang super sibuk," Aku segera berdiri dan mengikuti langkah kaki Bu Nia yang lincah walau kaki jenjangnya ditopang stiletto 7 senti. Alamak, aku tak bisa membayangkan akan berjalan cepat dengan sepatu setinggi itu.

Tak lama aku dan bu Nia sampai di restoran. setelah bertanya ke resepsionis langkah kami menuju ruang VIP. ketika pintu terbuka nafasku serasa berhenti mengalir, di ruangan itu seorang lelaki yang mirip dengan Ibas duduk menunggu dengan gagah.

 ketika pintu terbuka nafasku serasa berhenti mengalir, di ruangan itu seorang lelaki yang mirip dengan Ibas duduk menunggu dengan gagah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



After The DarkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang