05. 🌓Setitik Cahaya

1.3K 114 7
                                    


"Mas Ibas gue masuk ya." Kulongokkan kepalaku ke dalam kamar. Ibas sedang bergelung di kasurnya. Aku melihat selimut itu agak basah dan suara gemeletuk samar di dalamnya. Kuberanikan diri mendekati ranjang king size itu. Selama ini aku tak berani mendekat, tapi ini darurat. Kusibakkan selimut yang membungkus tubuh kurusnya. Ya Tuhan, wajah Ibas pucat, keringat sebesar butiran jagung memenuhi dahinya. Reflek aku menyentuh dahi lebar itu. Panas! Fiks, Ibas demam.

"Mas..bangun Mas..makan dulu, biar bisa minum obat.." Ku goyang-goyang badannya. Matanya yang beriris hitam pekat terbuka. Tapi dia lemah, tak berdaya, itu yang kurasakan. Aku cemas sekali. Tante Diana sedang keluar kota menemani Om Pras menghadiri pernikahan salah satu rekan bisnisnya. Aku hanya berdua dengan Ibas di rumah besar ini. Kalau terjadi sesuatu dengan Ibas bagaimana?

"IBAS.." Suaraku lebih nyaring. Tak ada panggilan Mas lagi.

"Bangun, lo harus sembuh..sini gue suapin lo makan." Aku mengangkat dengan susah payah tubuh besar ringkih itu agar menyandar ke tumpukan bantal yang sudah ku susun. Kusuapkan sesendok nasi lembek bercampur kuah sayur dan ikan tanpa tulang ke mulut Ibas, dia menolak.

"Lo harus makan, Bas, biar Lo sembuh.."

"Gue ingin mati saja, jadi gak usah ngurusin gue." Katanya lemah, namun ketus. Aku menghela nafas jengkel.

"Perkara mati sih mudah aja, gak usah diminta-minta. Tapi apa lo gak mikir kedua orang tua lo bakal sedih kalau anak mereka satu-satunya mati? Apa lo udah jadi anak yang berbakti?! Apa Lo udah tobat atas segala dosa-dosa Lo?!" Aku membentaknya, suaraku naik beberapa oktaf. Ibas berjengit kaget. Yah, selama ini aku tak pernah membentaknya. Rasain Lo putra mahkota manja!

"APA URUSAN LO!?" Nah, suaranya yang keras itu lagi. Berarti gak parah kali nih demamnya.

"Walau gue cuma pembantu Lo, tapi gue tulus berharap agar lo sembuh. Gue mau jadi teman lo kalau lo mau.."

"Gue gak butuh teman..teman-teman gue semua ninggalin gue.." Wuaah! Mulai terbuka lorong gelap itu.

"Kalau Lo mau jadiin gue teman Lo...Gue tidak akan ninggalin Lo Bas...jadi pliiisss...kita berteman ya.." Aku mengusap keringat di dahinya dengan tisu. Ibas nampak kaku.

"Apa Lo mau berteman dengan seorang pembunuh?" Kalimat itu mengagetkanku. Kulihat nafas Ibas menjadi sesak. Jemarinya saling mengepal. Keringatnya semakin banyak. Dia ketakutan. Ku coba mengulum senyum.

"Gue gak percaya Lo seorang pembunuh, Bas.."

"Mereka bilang gue pembunuh, Gue membunuh Fadli." Serunya putus asa. Air matanya mengalir deras.

"Siapa Fadli? Teman Lo?" Ibas tak mau menjawab. Dia diam saja. Baiklah, aku tidak akan memaksa.

"Ibas, Gue tetap mau jadi teman Lo walaupun Lo kata telah membunuh Fadli. Tapi pasti Lo gak niat kan. Lo orang baik, di didik secara baik, gak mungkin Lo lakuin itu." Diam beberapa lama. Ibas masih sesenggukan di atas kasurnya, dia nampak sangat putus asa.. dan lemah.

"Makan lagi ya.., biar Lo sehal, kalau pun Lo benar telah membunuh Fadli, Lo kudu minta maaf pada keluarganya. Kalau keadaan Lo kaya gini, gimana cara Lo nemui mereka? Makan ya.." Aku sodorkan lagi sesendok nasi ke mulut Ibas. Kali ini dia menerimanya dan mengunyahnya dengan pelan.

"Apa Lo percaya sama Gue?" tanyanya tiba-tiba. Aku tersenyum dan mengusap-usap bahunya.

"Seratus persen gue percaya dan bakal dukung Lo, bukannya gue teman sejati Lo sekarang?" Aku berusaha bercanda. Untuk pertama kalinya aku melihat senyum tipis tersungging di bibir Ibas.

"Beneran Lo mau jadi temen sejati Gue?" tanyanya minta penguatan.

"Apa perlu gue umumin di toa masjid?" Ibas tertawa pemirsa. Manis sekali. Ups. Kok dadaku jadi berdenyut ya? Kacau. Kalau aku, pelayan pribadinya sakit, apa kabar Ibas coba? Hah! Sakit di dada ini mungkin hanya kebetulan, kebetulan ketika melihat Ibas tertawa. Tapi suwer pemirsah, dia tampan banget saat tertawa. Giginya yang berbaris rapi, dibingkai bibir yang seksih. Ih! Eror deh otak aku. Nyebut Rosa!

"Gak perlu.." Katanya datar. Hening beberapa saat, ku angsurkan lagi sesendok nasi ke mulutnya. Kali ini Ibas mengunyahnya lebih semangat.

" Kalau Gue bilang Gue gak niat membunuh Fadli Lo mau percaya sama gue?" Aku menghentikan suapan berikutnya yang hendak ku sodorkan ke mulutnya.

"Percaya banget. Gue emang yakin Lo gak akan pernah punya niat seperti itu." Ibas menghembuskan nafas legah. Tangannya meraba-raba mencari sesuatu, lalu ketika tangan itu menemukan tanganku

jemari besar kurus itu meremas jemariku. Tubuhku kaku seketika. Seumur-umur belum ada seorang lelaki pun yang ku biarkan meremas jemariku. Yah, Ibas mungkin butuh kekuatan, butuh sokongan, jadi tak apalah jemariku di remasnya.

"Terima kasih Rosa.." katanya terharu. Akupun tanpa sadar menitikkan air mata.

" Lo bisa cerita semuanya ke Gue Bas, jangan disimpan sendiri. Setiap masalah ada jalan keluarnya.." aku mencoba menasehati.

Ibas terkekeh pelan. "Umur Lo berapa sih?" tanyanya. Tangannya masih menggengam jemariku. Aku sedikit canggung. " dua puluh.."

"Dua puluh? Gue lebih tua dari lo, tapi cara Lo mikir jauh lebih dewasa di banding gue."

"Dewasa itu pilihan Mas Ibas...kalau Lo mau bersikap dewasa, pasti bisa."

"Thank ya udah mau jadi temen gue. Mana obatnya? Gue mau minum." Aku tersenyum melihatnya mulai nampak bergairah hidup, lalu kubantu dia memasukkan obat demam ke mulutnya.

"Oke..Lo istirahat..Lo harus sembuh.."

"Mm...Wokey.." sahutnya lemah. Aku membereskan peralatan makan dan membawanya keluar kamar. Rasanya hatiku begitu lapang bisa ngobrol lebih banyak dengan Ibas. Apalagi sekarang dia sudah menerima aku sebagai temannya. Dan bagian pentingnya adalah aku sudah mendapat setitik petunjuk penyebab sakit yang dideritanya. Menurut buku yang aku baca, ada istilah Psikosomatis, penyakit psikis yang tidak terselesaikan mempengaruhi kesehatan fisik, seperti bisa menyebabkan kebutaan pada kasus Ibas. Dan cara untuk menyembuhkan kebutaan pada Ibas adalah dengan menyelesaikan masalah kejiwaannya. Aku tak sabar menunggu dua suami istri alias Papa Mama Ibas pulang ke rumah. Aku harus ceritakan semuanya...semua yang ku tahu.

+++++

Ehaa, apdet lagi, semangat! TApi still typo ya sobat dan tak sesuai eyd, maklum baru bekal semangat doang, teori nulis minus. Maafkeun aku yaa..but, hope you enjoy my story. boleh minta bintangnya? hehe

After The DarkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang