Tentang Tiara (02)

163 6 0
                                    


Tentang Tiara - Part 02




"Menurut Kakak, siapakah yang harus berkorban? Aku atau Samuel?" tanya Tiara.

"Aku tidak bisa menjawab itu, Ra. Setiap orang memiliki alasannya sendiri ketika hendak mengorbankan sesuatu atas nama cinta."

"Sekarang aku dilema, Kak. Entah harus bagaimana sekarang," ujar Tiara pelan.

"Aku sudah memberi tahu Samuel beberapa minggu yang lalu, mungkin kamu juga sudah diberi tahu olehnya."

"Tentang apa?" tanyanya bingung.

"Tentang hubungan kalian. Complicated feelings."

"Justru hal itulah yang membuatku bingung, Kak. Aku tak tahu lagi harus bagaimana. Aku merasa kalau kami hanya pacaran main-main," ujar Tiara, suaranya menyiratkan putus asa.

"Kalau menurut aku, salah satu dari kalian harus berkorban. Jika tidak, maka harus rela mengakhiri semua kisah yang pernah ada." Aku mencoba memberi saran.

"Entahlah. Beberapa hari ini aku sudah berpikir, mungkin aku yang harus berkorban."

"Berkorban untuk?!" Aku belum paham maksud Tiara.

"Berganti keyakinan," jawab Tiara pelan, nyaris seperti bisikan.

"Kalau tentang itu, aku no comment. Aku tidak bisa menyarankan kamu atau Sam untuk berkorban. Intinya, setiap keputusan dan pilihan mesti didasarkan pada pertimbangan yang matang agar tidak disesali kemudian." Aku menatap lurus wajah Tiara.

"Hal itulah yang masih membebani pikiran aku, Kak. Satu bulan yang lalu aku dan Sam sudah membicarakan tentang hubungan kami, saat itu pula ia memintaku agar ikut dengannya. Seminggu sebelum pertemuan kami, ayahnya juga sudah memintaku agar pindah agama jika tetap melanjutkan hubunganku dengan Sam," ujar Tiara memberitahu.

Aku terdiam. Sam benar-benar melakukan seperti yang dikatakannya padaku beberapa minggu yang lalu. Tiara akan sering diajak ikut kebaktian minggu di gereja untuk menggerogoti iman dan kepercayaannya secara perlahan. Apalagi ayahnya kini sudah mengetahui kalau Tiara itu muslim.

"Apakah kamu tidak takut dosa? Dalam pandangan Islam, yang non muslim itu kafir, Ra. Nanti prosesi pernikahannya bagaimana? Trus, kalau nanti punya anak, agama apa yang akan diajarkan pada mereka?" tanyaku beruntun.

"Aku tahu itu, Kak. Sedari awal aku sudah menyadari bahwa kami tidak akan mungkin bersatu. Tetapi, apakah yang salah ketika salib dan tasbih mencoba untuk menyatu? Bisakah agama tidak membebani cinta hanya karena kami menyebut nama Tuhan dengan sebutan yang berbeda? Tidakkah semboyan Bhinneka Tunggal Ika juga semestinya berlaku untuk cinta?"

Aku terdiam, tak tahu harus menjawab apa. Cinta yang datang tidak pernah memandang perbedaan agama. Samuel dan Tiara hanyalah saling mencintai dan menyayangi, tetapi sanggupkah mereka melewati setiap cibiran, cemoohan dari siapapun karena meskipun Tuhan itu satu, namun berbeda dalam pandangan dunia yang luas? Sepenggal kisah pun diungkapkan Tiara.


-----ooOoo-----


"Semuanya sudah aku pikirkan semalam, Sam. Aku sudah capek dan bosan dengan keadaan kita. Sampai sejauh ini, kita cuma pacaran main-main. Ujung-ujungnya cuma bikin sakit. Adalah lebih baik bila hubungan kita ini diakhiri sekarang," ujarku pelan.

"Yang cuma main-main sama kamu itu siapa, Ra?" Samuel terkejut mendengar perkataanku barusan.

"Sebenarnya mau dibawa ke mana hubungan kita selanjutnya? Kamu tahu kan kalau kita tidak akan pernah mungkin bisa bersatu dalam cinta," ucapku miris.

Dilarang Jatuh Cinta! 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang