L. T 21 : A Dollar Valentine (2)

9.3K 550 30
                                    

***

A Dollar Valentine masih mencari pasangan mana yang berhak mendapatkan hadiah uang. Permainan ini belum berakhir. Miss Jensen tak henti-hentinya mencetak rekomendasi kencan kepada murid-murid yang sudah mengisi survei. Aïden melakukannya juga. Melakukan survei itu dan mencetak hasilnya. Komputer merekomendasikan Yoana, Scarlette, Miley, Stephanie dan Vivienne.

Aïden menginginkan nama Miley di urutan pertama. Sayangnya komputer berkata lain. Benda itu merekomendasikan Yoana sebagai gadis pertama. Aïden mengambil kertasnya lalu berlari mencari keberadaan Miley. Pria ini tak pernah lelah memperjuangkan cintanya. Aïden bernapas lega ketika menyaksikan Miley belum pulang sekolah. Miley masih berada di ruang komunitas puisi.

"Apa yang kaulakukan di sini?" Michael lebih dulu mendapati kehadiran Aïden. Belakangan ini Michael sangat protektif pada Miley. Dia benar-benar menunjukkan tekadnya untuk menjaga adiknya. "Aku mau bicara dengan Miley." Aïden berjalan santai mendekati Miley.

"Kau tidak bisa masuk ruangan komunitas kami seenaknya. Keluar kau sekarang, Aïden!" Michael membentak. Pertama kalinya Miley mendengar suara Michael meninggi. "Aku tidak mau keluar dari sini sebelum bicara dengan Miley." Aïden memegang teguh pendiriannya.

"Kau!" Michael hendak memberi pukulan pada Aïden namun Miley menahannya. "Kau tidak perlu mengotori tanganmu untukku, Mike!" katanya. Miley mengarahkan perhatiannya kepada Aïden. Miley bilang agar mereka bicara di luar ruangan. Aïden setuju.

"Ada apa?" Miley bertanya datar. Dia enggan menatap mata Aïden. Tangannya terlipat di depan dada. Miley sungguh tak menginginkan Aïden memperjuangkannya. "A Dollar Valentine. Namamu ada di dalam daftar ini. Aku mau kita berkencan, Miley. Ada banyak tempat yang belum kudatangi bersamamu." Miley diam untuk beberapa alasan.

Mata hitamnya tertarik pada kertas A4 di tangan Aïden. Miley mengambil kertas itu tanpa diduga. "Komputer ini sangat jujur, Aïden. Aku hanya orang ketiga dalam hatimu. Aku tidak berpikir kita bisa berkencan. Jadi pergilah. Hatiku sudah mati untukmu." Miley tidak mau berlama-lama di dekat Aïden. Dia bergegas masuk ke dalam ruang komunitas puisi.

Aïden menahan tangannya. "Sampai kapan kau akan begini, Miley? Kau sudah menyiksa hatimu terlalu banyak. Tidak bisakah kita bahagia seperti dulu lagi? Apa yang harus kulakukan agar kau memaafkanku, Miley? Apa? Katakan agar aku bisa tenang." Aïden Parker semakin hari semakin bersemangat. "Sudah terlambat, Aïden. Kau meninggalkan aku di saat aku benar-benar membutuhkanmu. Aku mencintai lelaki lain. Bukan kau orangnya." Kali ini Miley yakin bahwa apa uang ia lakukan sudah tepat. Aïden bergeming. "Yang harus kaulakukan adalah menjauhiku. Aku hanya menginginkan itu." Miley berlalu. Aïden mematung, memikirkan betapa Miley tidak lagi menci tainya selama ini.

Aïden tiba-tiba membuka pintu. "Siapa cowok itu, Miley? Siapa cowok yang kausuka? Aku akan menyerah jika kau menyebutkan namanya." Tanpa ragu-ragu Aïden berseru. Michael dan beberapa anggota komunitas puisi tercengang dengan tindakan Aïden. "Keluar kau! Miley tidak akan menjawab pertanyaan konyolmu. Pergi..."

Aïden tak melakukan apa-apa. "Aku menyukai Ian Aguires. Kataku aku menyukai Ian. Kau puas?" Michael dan Aïden terbelalak. "Bagaimana bisa--, Dia adalah pria yang... apa kau sadar atas apa yang kauungkapkan?" Aïden melemas. Tubuhnya bagai tak bertulang.

"Aku sudah berkata jujur. Sekarang menyerahlah. Kau tidak perlu tahu alasan kenapa aku menyukai Ian." Miley mengalihkan perhatiannya dengan membahas puisi bersama Michael. Aïden terpukul. Ia sangat terkejut mendengar kejujuran Miley. Ia bahkan tidak bisa membayangkannya. Pelan, Aïden berjalan keluar dari ruangan komunitas puisi.

***

"Kau tidak apa-apa, Aïden?" Miles berpapasan dengan Aïden ketika dia dan Justine berencana akan menuju toko buku. Hubungan Miles dan Aïden sudah cukup membaik. Sesekali Miles mampir ke studio Aïden untuk nongkrong. "Aku tidak apa-apa. Hanya sedikit pukulan. Tenang saja, aku tidak akan mati karena hal itu." Miles mengangguk sambil menepuk pundak lelaki itu.

"Miley adalah saudara perempuanku. Aku menyayanginya. Kadang aku tidak tahu harus seperti apa. Kau juga temanku. Kau populer, kau akan menemukan cewek lain." Miles menasehati. "Aku dan Justine punya rencana. Jadi aku pergi dulu." Miles menggengam tangan Justine lalu membawa gadis itu ke tempat parkir.

Di dalam mobil, Justine menghubungi Yoana karena khawatir mendengar sepupunya sakit. Yoana bilang sudah baikan karena ada Scarlette. Jadi Justine merasa lebih baik untuk berangkat bersama Miles menuju toko buku. "Aku tidak tahu, kenapa semakin hari kau semakin cantik, Justine. Aku selalu tidak sabar untuk berduaan denganmu."

"Sudahlah. Aku tidak akan termakan oleh gombalanmu. Segera nyalakan limusinnya dan meluncur ke toko buku. Aku butuh buku mengenai revolusi Jerman." Justine membuka ponselnya. Ada beberapa pemberitahuan grup. Oh, The Aureliest sekarang menjadi bahan perbincangan. "Aurelie akhirnya punya teman seperjuangan. Dia punya grup namanya The Aureliest."

Miles menyeringai. "Aku berani bertaruh James Madison akan semakin rusuh karena grup-nya Aurel itu. Dia adalah biang masalah. Dia menciptakan masalah untukku, untuk Miley, untuk Yoana, bahkan Aïden saudaranya sendiri." Selama ini Aurel tak pernah jera dengan apa yang ia lakukan. Ada banyak masalah dan Aurel adalah sumber dari semua itu.

"Kurasa dia tidak akan membuat masalah lagi. Dia sudah punya teman. Dulu dia membuat masalah hanya karena kesepian." ucap Justine. Dia tidak harus bersimpati pada gadis itu lagi. "Aku suka keoptimisanmu itu, Justine. Kita lihat saja, apakah Aurel bisa menahan diri untuk tak berbuat jahat." Mobil terus melaju sampai tak terasa mereka sampai di toko buku.

Miles mendampingi Justine menuju deretan buku sastra. Miles banyak menggombal membuat Justine tak berhenti untuk tertawa. Keberadaan Miles membuat Justine merasa tenang. Sekarang ada pria itu yang membantunya melewati masa-masa sulit. "Setelah ini, apa yang harus kita lakukan? Apa kau lapar? Bagaimana kalau kita makan saja. Aku tahu tempat makan yang bagus."

"Ide itu brillian, Miles. Tapi kurasa makanan rumah lebih enak. Aku akan membuatkan makaroni atau mungkin salad untukmu. Dari yang kubaca, cowok suka masakan dari kekasihnya." Miles mengangkat jempol. "Kau istri yang cerdas!" katanya sambil mengacak rambut Justine.

"Sejak kapan kita menikah! Astaga, jangan membicarakan hal semacam itu di depanku." Justine merasa geli tapi merasa suka secara bersamaan. "Aku tidak sabar menunggu hari semacam itu. Pokoknya kita harus menikah. Kau tidak akan bisa lari dariku, Justine!" Entah kenapa Justine merasa pipinya terbakar.

"Oh, bagaimana kalau aku mencari buku memasak. Aku butuh buku semacam itu." Justine berusah mengalihkan pembicaraan. Namun Miles menarik tangan gadis itu. "Aku merasa harus mencium pacarku di toko buku." bisik Miles kemudian mengecup kening Justine. Jika kesenangan bisa dihitung, Justine tidak tahu sudah berapa banyak kesenangan yang diciptakan Miles untuknya. Justine bersyukur memiliki Miles dalam hidupnya. Mereka berbahagia.

Dan tanpa mereka sadari, ada hati yang membenci mereka bahagia. Aurel bersama dua temannya barusaja tiba di toko buku ketika Miles dan Justine tertawa bersama. Aurel mengepalkan tangannya. "Perlukah kita memberi Justine pelajaran?" Vivienne bertanya simpatik. Aurel tidak membalas. Gadis itu menggenggam tangan Stephanie dan Vivienne dengan maksud tak terdefinisikan.

See u next time!

Follow me

Instagram

@sastrabisu dan @erwingg__

Despacito (Ayana And The Bastard Billionaire)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang