L.T 24 : Liars (2)

8.7K 529 38
                                    

***

Hari ini Justine bolos jam pertama dan kedua. Miley mengajaknya menemui seseorang. Miley bilang hanya sebentar, tetapi nyatanya apa yang dikatakan Miley tak benar adanya. Miley dan Justine menunggu sangat lama di kedai makan namun tidak ada siapa pun yang datang. "Aku rasa aku harus ke sekolah. Apa orang itu masih lama? Kelas komunikasi akan segera dimulai. Aku tidak mau terlambat masuk kelas itu."

"Bagaimana ya Justine. Dia bilang sebentar lagi sampai. Tunggu beberapa menit lagi ya? Dia bilang ingin menemuiku asalkan ada orang lain yang ikut bersamaku." jelas Miley. Justine menghela napas dan memberi solusi agar mengirim pesan pada Yoana agar bisa menemaninya. Miley pasrah saja. Dia tidak akan memaksa Justine di sini.

Setelah menghubungi Yoana. Justine bertanya ragu pada Miley. Ada sesuatu yang terus mengganggu pikirannya. "Apa kau mengenal Patricia? Apa dia cantik?" Miley tersentak mendengar pertanyaan Justine. Ia heran mengapa Justine bisa mengenal cinta pertama Miles itu. "Aku tidak tahu apa maksud dari pertanyaanmu tapi jujur saja bahwa Patricia adalah dewi di sekolah kami waktu SMP. Dia adalah gadis yang diinginkan semua cowok dulu." Justine seketika lemas mendengarnya. Dan Miley pun sadar kalau ia sudah mengatakan hal yang salah. Hal yang membuat Justine patah hati.

"Aku tidak bermaksud membandingkanmu dengannya. Sungguh. Ketahuilah kalau semua cewek punya sisi cantik. Kecantikan itu relatif, bergantung yang melihat. Apa kau dan Miles baik-baik saja?" Miley belum tahu apa pun. Justine menggeleng. Dia tak berniat menjelaskan apa-apa. "Aku akan ke sekolah. Aku rasa Yoana sudah jalan ke sini." Miley membiarkan Justine pergi. Dia tahu bahwa tipe gadis seperti Justine sangat tertutup. Dia tidak akan membagi perasaannya ke sembarang orang.

Miley sendirian ketika Ian muncul di kedai di mana ia berada. "Kau tidak membawa orang? Kita hanya berdua." Ian kurang nyaman bila hanya berdua dengan Miley. Di pesta Aïden, mereka berciuman. Dan itu membuatnya merasa gugup setiap kali menemui Miley. "Justine barusaja pergi. Katanya kau terlalu lama. Maafkan aku. Ini salahku." Ian bilang tidak apa-apa. Ia memanggil pramusaji dan memesan kopi hitam.

"Malam itu aku tidak mengerti apa yang kaulakukan. Aku sangat terkejut. Aku tidak menduga kalau kau akan menciumku di depan orang banyak. Itu sungguh membuatku bingung." Ian memulai pembahasannya. Miley meremas jari jemarinya. Ia bahkan belum menemukan jawaban yang tepat untuk menjawab pertanyaan Ian.

"Aku rasa aku mabuk. Maafkan aku. Aku tahu kau pasti akan marah karena aku melakukan itu tanpa seizinmu." Miley sangat malu atas tindakannya, ia mengutuk dirinya yang bertingkah murahan malam itu. Ia pun mencomot hamburger di piringnya dengan kekesalan tak terkendalikan. "Benar. Kau pasti mabuk." Ian menjawab seperti tidak yakin. Ia mengamati Miley yang menggigit hamburger tanpa menikmati makanan itu.

"Kau lucu sekali!" Ian tertawa kecil saat melihat Miley belepotan saus salmon. "Aku tahu tindakanku malam itu memang seperti sebuah lelucon." Miley menunduk. Ian bilang kalau bukan itu yang lucu. Miley bertanya karena bingung. "Sudut bibirmu dibanjiri salmon." Miley langsung mengambil tisu untuk membersihkan bibirnya. Tapi Ian lebih dulu membersihkan salmon itu dengan tangannya. Miley merasakan pipinya merona. Ian terlihat tiga kali lebih tampan jika tersenyum. Baru kali ini Miley menyadarinya.

Jika boleh berharap, Miley menginginkan sebuah ciuman saat ini. Andaikan Ian mau melakukannya, mungkin Miley akan sangat bersyukur. Miley masih terpukau memandangi Ian saat Yoana muncul dan mengacaukan imajinasi Miley. Yoana membuat suasana romantis Miley berantakan. Tidak ada lagi hal yang spesial terjadi setelah kehadiran Yoana. Sungguh mimpi buruk bagi Miley.

***

Di James Madison Justine berjalan menuju lokernya dengan pandangan menunduk ke bawah. Ia tidak tahu apakah Miles akan menyapanya jika bertemu lagi atau tidak. Justine merindukan lelaki yang melukai hatinya itu. "Hei, apa yang kaupikirkan, Justine? Kau melamun sejak kau memasuki gedung ini." Michael menyapa Justine di tengah perjalanannya menuju loker.

"Oh... aku lupa mengerjakan tugas Bahasa Prancis. Mungkin aku mengkhawatirkan hal itu." Justine tidak punya alasan untuk menjawab. Jadi dia memilih berbohong. "Bukankah tugas itu minggu depan? Kurasa jam pelajaran kita sama. Kelas komunikasi 'kan?" Dan Justine memberikan anggukan kepala.

Sepuluh meter dari jarak mereka ada Miles yang tengah mengobrol bersama The Aureliest. Miles kelihatan marah. Dan itu bukanlah pemandangan tak biasa. Setiap hari Miles selalu marah jika melihat Aurel. "Apa yang mereka bicarakan? Apa ini berkaitan dengan tepung yang dibeli Aurel malam itu?" Michael bertanya-tanya. "Aku tidak tahu."

Justine tidak jadi menuju lokernya. Ia belum siap bertatapan muka dengan Miles. "Justine! Jangan menghindariku, Justine!" Suara Miles menggema. Justine ketahuan akan melangkah pergi. "Kupikir kau tidak harus menghindarinya, Justine. Kau harus menyelesaikan masalahmu dengannya." kata Michael sehingga Justine tetap diam di tempatnya.

"Aku ingin bicara, Justine! Apa yang terjadi semalam hanyalah kesalahpahaman. Bukan aku yang mengirimkan pesan itu pada Patricia." jelas Miles. Michael yang ada di dekat mereka memilih untuk pergi. Urusan percintaan Miles dan Justine bukan urusannya. "Kalau bukan kau, siapa lagi? Hanya kau yang memakai ponselmu. Aku tahu karena kita selalu bersama." Justine melipat tangan di dada sambil melihat Aurel dan dua temannya menjauh.

"Itu karena... itu karena... Baiklah aku akan jujur kalau aku memang menulisnya. Aku menulis pesan itu hanya bermain-main. Malam itu teman-teman grup tim basket menantangku untuk melakukannya. Aku hanya bercanda, lebih tepatnya aku terpaksa menulisnya." Justine menggeleng tak percaya. Ia merasa seperti dipermainkan. Dan perasaan itu terus menerus menghantui pikirannya. Bahwa Miles hanya menjadikannya boneka yang bisa dipamerkan.

"Jadi teman-temanmu lebih penting dari pada perasaanku? Aku tidak percaya kau setega itu padaku, Miles. Kau terlalu menganggap sepele cinta yang kuberikan. Aku kecewa, kau pembohong." kata Justine menahan air matanya. Dia merasa ingin menangis setiap kali Miles tidak memerdulikan perasaannya.

"Aku mencintaimu, Justine. Tentusaja kau lebih penting dari teman-temanku." Miles menggenggam tangan Justine. Ia memeluk gadis itu lembut. Banyak mata memandang mereka. Bisikan demi bisikan dilakukan cewek-cewek. "Cinta bukan hanya kata-kata yang keluar dari mulut. Cinta adalah bagaimana kau membuktikan bahwa kau sedang jatuh cinta. Aku sadar bahwa kata-katamu tak sesuai dengan tindakanmu. Kau terus membohongiku, dan aku tahu betapa bodohnya aku percaya padamu." Justine melepaskan diri dari pelukan Miles. Justine beranjak, ia menyeka air matanya kemudian berlari menuju kelas komunikasi. Miles berteriak memanggilnya namun Justine tak memerdulikannya. Miles tetap di sana tanpa peduli bahwa Justine membutuhkan pundaknya.

See u next time

Follow me

Instagram

Sasrrabisu dan erwingg__

Despacito (Ayana And The Bastard Billionaire)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang