***
Kalung emas putih mewah menjadi hadiah perpisahan yang diberikan Mr dan Mrs Smith kepada putrinya Miley dan Justine. Itu adalah kejutan menyenangkan, mudah dibawa, dan tidak menyusahkan untuk dimasukkan ke dalam koper. Berulang kali Miley memegangi kalung itu saking takjubnya. Dan di sinilah mereka, berkumpul di bandara.
"Jaga diri kalian di sana. Jangan pulang larut malam, jangan lupa menelepon." Mrs Smith akan menangis jika suaminya tak memberikan pelukan untuk menguatkannya. Berulang kali ia berbisik agar istrinya bersabar. "Aku dan Justine akan baik-baik di Paris. Tenang saja, Mommy. Semua orang bahagia saat ke sana." Miley tersenyum.
Mrs Smith memberikan pelukan untuk kesekian kalinya. "Ini terlalu cepat. Tidak ada lagi yang akan merengek karena cowok, tidak ada lagi yang akan marah pada Mommy. Hal yang akan Mommy rindukan adalah ketika kau marah." Mrs Smith sangat mencintai putrinya. Dan inilah saat yang paling berat, ia harus membiarkan putrinya pergi ke benua lain.
"Tenang saja Mommy. Aku akan merengek saat Miley sudah pergi. Aku akan merengek meminta Justine dibawa ke sini lagi." timpal Miles. Tidak ada yang lucu, namun semuanya tertawa. Akan aneh kalau Miles merengek dengan usianya yang sudah dewasa. "Itu tidak lucu, Miles." kata Michael. Lalu Miles bilang ia telah berusaha melucu.
"Mommy jangan sedih lagi. Kehidupan Mommy akan tetap bahagia tanpa aku dan Justine." Miley melanjutkan dengan berbisik. "Jika aku jadi Mommy, aku akan bersyukur karena bisa bermesraan bersama Daddy di rumah tanpa anak-anak. Astaga, Daddy adalah pria paling hot Mommy." Mrs kemudian tersenyum. Ia menyikut putrinya dengan pipi merah.
"Apa yang kaukatakan pada Mommy? Sampai dia bahagia kembali?" Mr Smith sangat penasaran. Miley menaruh jari telunjuknya di atas bibirnya sambil berkata. "Rahasia perempuan." tuturnya. Miley kemudian memeluk ayahnya, dan saudaranya Michael.
Sementara Justine berjalan ke arah Miles. Mereka berpelukan sangat erat. Justine berusaha sekeras mungkin agar tidak menangis tapi setetes air mata bergulir di pipinya begitu saja. "Jangan jatuh cinta pada siapa pun." bisiknya. Ia masih sempat menyimak Miles tergelak.
"Hanya kamu di hatiku." Miles melepaskan pelukan mereka. Ia memegang pipi Justine penuh keyakinan. Sorot matanya penuh makna. Dan Justine yakin pria itu tak bohong. Miles hanya mencintainya seorang, untuk saat ini. Benar-benar melegakan. "Kau janji akan ke Paris seminggu sekali?" Miles menyanggupinya. Ia bilang tak akan tahan jika tak melihat wajahnya. Dia benar-benar meyakinkan sampai Justine melupakan bagaimana rasanya cemburu.
"Oke."
Tibalah waktunya Miley dan Justine pergi. Mau tak mau mereka mengusaikan pertemuan ini. Mereka melambaikan tangannya sampai benar-benar menjauh dari keluarga mereka. Kehidupan baru sungguh telah dimulai. Kuliah, dan hubungan jarak jauh.
"Miley."
"Apa?"
Mereka telah di pesawat. Miley terlihat begitu serius. Ia tidak menyadari seseorang di ruang VIP melihatnya. "Aïden ada di sini?" Miley langsung membelalakkan mata. Ia melirik laki-laki yang dibicarakan Justine. Di sana, Aïden tersenyum padanya. Senyum licik dan jahat. "Inilah yang aku benci. Jikakutahu seperti ini, aku akan setuju dengan saran Daddy untuk naik pesawat pribadi. Bagaimana dia bisa di sini?"
Justine menggeleng. "Aku tidak tahu. Tunggu, dia berjalan ke sini." Justine berbisik. Miley kemudian pura-pura tidur. Tepat ketika Aïden muncul denga botol wiski di tangannya. "Jangan pura-pura tak melihat, Miley. Kita sudah melewati banyak hal. Kau tidak bisa menghindariku. Kita akan sering bertemu manis."
Miley membuka kacamatanya. "Kau adalah orang terakhir yang akan kutemui, Aïden." tegasnya. Aïden menyeringai. "Aku tahu kau dan pacarmu Ian sedang dalam masalah. Kau butuh aku saat ini. Jangan munafik, manisku." Kalimat Aïden yang tidak disukai oleh Miley. Sungguh, kalmatnya memuakkan.
"Untuk apa kau ke Paris?" Miley berapi-api. Aïden mengelus pipinya, membuat Miley sangat marah. Andai bukan di pesawat, ia sudah mengamuk sejak tadi. "Karena gosip mengatakan aku homo maka jawabanku adalah mencari pria homo. Apa kau tidak keberatan, sayangku?"
"Menjijikkan. Pergi dari sini sekarang juga!" Miley membentak. Aïden masih sempat tersenyum jahat sebelum memutuskan kembali ke kursinya. Aïden sudah mengombang-ambing hidup Miley.
"Kau baik-baik saja? Keadaanmu tidak baik-baik sejak kemarin. Dan sekarang ada Aïden. Bagaimana menurutmu?" tanya Justine. Miley hanya berusaha terlihat biasa saja di depan orang tuanya. Ia dan pacarnya Ian berada dalam masalah. "Entahlah. Aku masih berpikir mengenai hubunganku bersama Ian. Dia berubah saat aku mengakui kesalahanku bersama Aïden. Dia tidak bicara waktu kami bertemu terakhir kali. Aku tanya apa kami sudah putus dan dia tetap diam."
Miley merasakan matanya merah. "Aku memahami rasa sakitnya. Jadi aku mencoba tidak merengek agar dimaafkan olehnya. Aku tidak bisa dimaafkan, Justine. Inilah alasan aku berusaha melepasnya meski hatiku sakit." Justine mengelus pundaknya. "Dan sekarang ada Aïden. Aku semakin tidak mengerti takdirku. Aku benci pernah menyukai Aïden."
"Kau dan Ian belum berakhir. Dia hanya butuh waktu sendiri. Aku yakin itu." Meski Justine menghiburnya seperti itu, Miley malah meragukannya. "Ian tidak mengantar kepergianku. Tanda apa itu, Justine? Dia tidak mau denganku lagi." Justine mengakui kekuatan Miley menghadapi masalah yang dihadapi. Dia tidak secengeng biasanya. Dia lebih matang dari sebelumnya.
"Ian akan kembali. Percayalah." Justine masih menghibur Miley. Ia menyarankan Miley istirahat. Mereka berdua berbaring, mengabaikan Aïden yang nyatanya akan mengacaukan kehidupan mereka di Paris. Masa di sekolah telah berganti. Orang-orang berubah secara perlahan. Siapa yang tahu, dengan siapa kau akhirnya dipasangkan. Miley pernah berpikir Aïden diciptakan untuknya tapi Ian akhirnya hadir dalam hidupnya juga. Lalu segalanya berubah, inilah hidup.
Justine tidak tidur. Ia melihat layar ponselnya yag sedang dalam mode Airplane. Justine melihat-lihat foto pentas drama James Madison High School. Waktu itu, Miles menjadi Romeo dan Aurel menjadi Juliette. Beberapa foto menampilkan kebersamaan dirinya, Miles, Tedd, Scarlette, Gabriel, Yoana, Zhou, Aurel, Michael, dan Amy. Tidak ada Miley dalam foto itu.
"Kau lihat apa?" Miley mendapati Justine membuka ponsel. "Tidak ada. Hanya melihat foto." Miley mengambil ponsel Justine. Ia mendengus karena dirinya tidak ada di dalam foto itu. Justine mengatakan mereka akan sering berfoto bersama di masa depan.
"Lihat. Yoana dan Scarlette selalu kompak. Mereka bahkan liburan ke Korea tanpa mengajak kita berdua." Rencananya mereka berempat akan kuliah di Eropa serta berangkat sama-sama. Namun Yoana dan Scarlette malah liburan. Mereka bilang akan menyusul. Keduanya, diam-diam berlibur di Korea sebelum ke Eropa.
"Kita akan memarahi keduanya kalau sudah sampai di Paris." ujar Justine. Miley mengiakan. Ia memikirkan bahan obrolan untuk beberapa menit. "Justine, apakah kau ingat judul serial Korea berjudul Golden yang ada di laptop Scarlette? Yang tentang lelaki berumur seratus tahun yang masih kelihatan muda."
"Golden? Kurasa judulnya Goblin." Miley tergelak, seketika melupakan jika dirinya sedang galau. "Benar. Serial itu cukup unik. Untuk pertama kalinya aku bilang aku suka menonton serial." katanya lalu menutup wajahnya dengan selimut.
See u next time
Instgram
Erwingg__ dan sastrabisu
KAMU SEDANG MEMBACA
Despacito (Ayana And The Bastard Billionaire)
RomansaSebagian part diprivate (part 40-50) Jadi kalau enggak mau repot pas pertengahan baca.. Lebih baik follow dulu sebelum baca (biar followers aku nambah juga) Aku sedih kalau kalian enggak bisa baca.. Kamu susah aku juga susah. ... Seavey Sean. Pengu...