L. T 20 : Another Day, Another Act

9.9K 600 19
                                    

***

Hari-hari menegangkan itu akhirnya datang. Malam ini, Tim basket James Madison dan beberapa tim basket sekolah lainnya saling berkompetisi. Aïden dan cowok lainnya benar-benar bersemangat demi nama baik sekolah mereka. Beberapa gadis-gadis James Madison yang menjadi pemandu sorak menari-nari. Membuat para penonton bersuka ria..

Bukan hanya di lapangan basket saja yang ramai. Kegiatan drama yang merupakan kegiatan yang kecil pun diminati untuk ditonton. Di panggung aula pementasan drama James Madison Miles dan teman-teman komunitasnya melakukan drama Romeo dan Juliet. Kegiatan malam ini sangat-sangat menakjubkan.

Kursi dalam gedung dipenuhi cewek-cewek junior yang merupakan penggemar Miles. Ada beberapa cowok kutubuku yang menyukai Aurel juga. Sementara di kursi kedua dari depan ada Justine yang duduk mengamati betapa mengagumkannya Miles di atas panggung drama.

"Miles pacarmu, bukan? Kenapa kau bisa mengizinkannya memainkan drama bersama Aurel? Bukankah kau tahu Aurel terkenal licik?" Gabriel yang ada di samping Justine berkomentar. Dia tidak punya kelas hari ini. Dan Justine mengundangnya untuk datang menonton penampilan komunitas drama sekolah.

"Aku hanya berusaha untuk memisahkan kegitan sekolah dan kegiatan pribadi. Aku tidak mau terlalu posesif. Aku berusaha berdamai dengan hatiku." jelas Justine sembari menampilkan senyum manisnya. Ia mengarahkan kamera ponselnya merekam Miles yang tengah memerankan peran Romeo. Pria itu sangat mengagumkan. "Kau harus tahu kalau kau sungguh pacar yang baik. Aku tidak yakin ada gadis lain seperti kau. Aku malah berpikir kau harus marah pada Miles."

Justine menghentikan rekaman videonya. Ia melirik Gabriel bingung. Lalu sedetik kemudian menyelipkan rambutnya di telinga. "Aku pikir aku tidak harus cemburu. Lagipula kisah Romeo dan Juliet itu kisah yang tragis. Aku tidak pernah berpikir hubunganku dan Miles harus berakhir dengan meminum racun sianida? Aku harus mengalah. Terkadang kita harus mengambil sedikit jarak yang jauh agar rasa rindu itu tumbuh. Ketahuilah aku tak mau Miles bosan padaku. Lagi pula ini hanyalah hari lain dengan tindakan lain dari Miles."

Gabriel mengangguk. Namun sedetik kemudian bibirnya mengerucut. Ia menghisap jus gelas yang ia beli sebelum masuk ke dalam aula pertunjukan teater. "Kau terlalu setia. Lain kali datanglah minum kopi bersamaku. Sejak kau pindah ke James Madison kita jarang nongkrong lagi."

"Mungkin suatu hari kita bisa nongkrong. Aku dan Miles punya rencana kuliah yang cukup rumit. Jadi kami memutuskan untuk menghabiskan waktu di semester akhir sekolah bersama-sama. Sebelum aku pergi." Gabriel terkejut. Tanpa sadar ia menjatuhkan gelas plastik jus jeruknya. Ia melongo seperti mendapatkan hadiah natal yang buruk. Dan itu terlalu daramatis bagi Aurel.

"Di mana? Apa itu tempat yang jauh? Eropa?" Justine membenarkan. "Benar. Orang tua angkatku ingin aku memiliki kehidupan yang baru. Setidaknya di Eropa punya keindahan yang berbeda dengan Amerika. Mereka punya musim salju yang bagus." Gabriel membantah. Ia menegaskan jika New York juga punya salju terkadang. Gabriel bilang jika Eropa hanyalah salinan dari kota New York.

"Ah tidak juga. Eropa lebih menyenangkan. Aku bisa dipanggil Mademoiselle bila di Paris, aku bisa dipanggil Miss saat berada di London dan bisa dipanggil Juffrouw saat berada di Amsterdam. Betapa Eropa sangat kaya akan istilah-istilah keren." Justine mengamati ponselnya lalu merekam kegiatan Miles selanjutnya.

"Aku akan kuliah di Eropa juga kalau begitu. Sebenarnya aku penasaran dengan tulip Belanda." Gabriel memutuskan. Justine tidak terlalu memerdulikannya karena asyik merekam Miles. "Justine, apa aku boleh bertanya?"

Justine berdeham sehingga Gabriel akhirnya bertanya. "Pria seperti apa Miles itu? Apa dia sangat menyenangkan? Kautahu bahwa dulu dia terkenal pemain perempuan. Dia punya alat kelamin yang besar!" Gabriel tertawa kecil. Merasa geli dengan ucapannya sendiri. Gabriel menghentikan tawanya ketika tatapan tajam Justine menerkamnya.

"Miles tidak seperti itu lagi! Dia cowok yang baik sekarang. Dia adalah cowok pertama yang menyanyikan lagu khusus untukku, dia... romantis. Orangnya manis, tampan pula." Justine tidak menyadari betapa merahnya pipinya ketika sedang memuji Miles. "Aku tidak berpikir sejauh itu, Justine. Aku tidak bisa mengatakan dia romantis sebelum melihat buktinya langsung."

"Kau tidak harus melihatnya. Cukup aku yang tahu betapa baik dia." Justine bertepuk tangan ketika pementasan drama berakhir, digantikan dengan acara hiburan. Yoana menjadi sukarelawan. Menyanyikan lagu Just A Little bit your heart milik Ariana Grande sebagai nyanyian duka untuk kematian Juliet.

Sementara Miles turun dari panggung. Bergegas mendekati Justine yang ada di kursi kedua. "Apa Gibran tadi menggodamu?" Miles langsung mewawancarai Justine ketika pria itu duduk di samping Justine. "Oh namaku Gabriel bukan Gibran. Apa kau disleksia?" tanya Gabriel sinis.

"Sayangnya tidak. Aku baik-baik saja. Bahkan terlahir dengan wajah yang menawan." Gabriel mendengus saat mendemgarnya. "Kau terlalu berlebihan, Miles! Gabriel tidak akan merayuku. Dia sahabatku di New Utrech." seru Justine. Miles mengangkat bahu, masih tak sepaham dengan Justine.

"Semua cowok normal adalah penggoda, itu kenyataannya." Miles memegang tangan Justine. "Acaranya sudah selesai, jadi aku ingin jalan-jalan bersamamu. Ada pesta kembang api. Aku sudah beli kembang apinya." Justine menyanbut rencana itu dengan riang.

"Seharusnya kau tak memberitahunya jika itu kejutan. Kau sungguh bukan pria romantis!" celoteh Gabriel. Miles terkekeh-kekeh. "Tidak usah cemburu, Gary. Kau akan mendapatkan cewek suatu hari nanti." bisik Miles lalu menarik tangan Justine pergi dari hadapan Gabriel.

"Namaku Gabriel bukan Gary bukan Gibran. Astaga, kau sangat menjengkelkan!" seru Gabriel. Miles mengabaikan terikannya membuatnya merasa jengkel. Gabriel memghela napas--mengalihkan pandangannya ke atas panggung dan menyadari betapa cantiknya seorang Yoana. Dia terpukau.

Di tempat lain, di parkiran sekolah. Miles dan Justine tengah berduaan ketika Aurelie muncul. "Acaranya belum selesai. Kau mau kemana, Miles? Apa kau akan meninggalkan kami?" Aurelie kelihatan gugup untuk beberapa detik sebelum akhirnya mempertahankan mimik senangnya. "Aku ada urusan dengan Justine. Aku rasa kita tidak berteman, Aurel. Aku tidak berteman dengan orang jahat. Aku risih melihat sikapmu yang bertingkah seolah kita akrab. Malu-lah pada dirimu, Aurel." kata Miles disertai seringaian. Justine menegur Miles atas kesinisan pria itu terhadap Aurel.

"Tidak usah membelaku, Justine! Kau adalah gadis munafik yang pernah ada. Miles seperti ini padaku semua karena dirimu! Kau selalu pura-pura baik. Kau adalah iblis." Aurel mengepalkan tangannya kemudian berbalik memasuki gedung aula lagi. "Apa kau selalu menyalahkan orang lain atas keburukanmu? Ketahuilah, Aurel! Tidakanmu itu sangat menjijikkan. Kau sungguh tak diuntung. Aku tidak tahu siapa si malang yang akan berteman denganmu." Miles berseru.

Miles menggenggam tangan Justine. "Ayo kita pergi. Tidak ada gunanya bicara dengan Aurel. Dia akan senang kalau kita susah." Miles menuntun Justine masuk ke dalam limusinnya. Membawa Justine menyusuri kota Brooklyn. Miles membawa Justine ke tempat sunyi. Merayakan pesta kembang api bersama. Miles memegang tangan Justine ketika menembakkan kembang api raksasa ke atas langit.

Sangat menakjubkan melihat ledakan keras menghasilkan butiran cahaya bertaburan di langit. Justine tidak bisa menggambarkan betapa bahagianya ia malam ini. Miles begitu membuatnya terpukau. Ketika Justine tertawa, Miles mengambil kesempatan untuk mencium Justine. Sampai malam ini terasa lebih menyenangkan bagi dua orang itu.

See u next time!

Follow me

Instagram

Sastrabisu dan erwingg__

Despacito (Ayana And The Bastard Billionaire)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang