***
"Maafkan aku. Aku tidak tahu akan jadi seperti ini." Justine merasa bersalah karena sudah menyusun rencana untuk Michael. Rencana yang menjadikan situasi semakin buruk. "Tidak apa-apa. Mungkin ini memang harus terjadi." jawab Michael. Scarlette dan Yoana pulang sepuluh menit yang lalu. Yoana merasa Scarlette butuh waktu sendiri. Jadi, dia memutuskan untuk membawa Scarlette pulang.
"Aku tahu rasanya bertengkar dengan pasangan kekasih. Dan kupikir kalian masih saling menyukai. Sungguh, aku tidak tahu kalau kalian benar-benar akan berakhir." Justine sempat berpikir kalau Michael dan Scarlette akan kembali berpacaran. Nyatanya tidak, semua telah berubah. Jauh dari dugaannya. "Harus kuakui, apa.yang kaulakukan sedikit keterlaluan. Tapi aku memakluminya. Kalian bertiga teman baik." Justine mengangguk sedih. Dia kehabisan banyak kata.
"Aku sedang dilanda perasaan bingung beberapa hari ini. Zalima adalah gadis pertama yang mengisi hatiku. Dialah yang kusuka. Zalima sudah mengakui kalau dia menyukaiku." Michael membuka obrolan dengan helaan napas. Justine ragu, apakah ia mengenal Zalima atau tidak. Dulu, Scarlette dan Miles mengadakan pertemuan di sebuah kafe. Lalu Justine muncul dan bergabung dengan mereka. Dan saat itu Zalima tiba-tiba menghampiri meja mereka, dia dan Scarlette menuju kursi lain untuk mengobrol. Justine tidak terlalu mengingatnya.
"Lalu? Apa kau dan Zalima berpacaran?" Michael menggeleng. "Zalima bukan tipe cewek yang mudah diajak berpacaran. Dia gadis religius. Apalagi sekarang dia berada di Britania. Aku ragu kalau aku masih menyukainya. Faktanya aku menyukainya hanya beberapa bulan yang lalu. Hadirnya Scarlette menghapus rasaku pada Zalima. Lalu sekarang mungkin aku menyukai orang lain selain mereka." Michael murung. Justine percaya, inilah yang tersulit yang dialami Michael.
"Cinta memang membingungkan." kata Justine. Michael menghela napas. "Apa aku terdengar berengsek melupakan Scarlette secepat ini? Maksudku, Scarlette dan Zhou berkencan di hari kami putus. Aku terluka, kemudian mencoba merelakannya. Dan ketika aku merelakannya, Scarlette mengakui bahwa itu semua sandiwara. Apa aku bajingan karena telah melupakannya?" Justine mengerti seperti apa perasaan Michael. Situasi membuat pria itu berada di pihak yang salah.
"Entahlah. Kebenaran itu rumit. Aku akan membenarkan tindakan Scarlette jika aku mendengarkan penjelasannya. Lalu aku juga akan membenarkan tindakanmu ketika aku mendengar kau menjelaskan alasanmu. Aku tidak terlalu yakin kau benar, begitu pun Scarlette. Mungkin kalian berdua bersalah." Justine mengamati Michael yang semakin frustasi. "Roda kehidupan terus berjalan. Mungkin kau harus mengikuti kemana roda kehidupan akan membawamu?" Dan Michael bergeming. Dia memikirkan saat-saat singkat bersama Aurel. Dan itu adalah bagian yang menyenangkan dalam hidupnya.
"Entahlah. Mungkin kau benar." Michael mengembuskan napas. Ia bangkit dari duduknya. Ia bilang akan mandi. Justine mempersilahkannya pergi. Sudah saatnya untuk tidak mencampuri kehidupan cinta Michael dan Scarlette. Mereka berdua butuh waktu memahami situasi masing-masing. Justine mengirim pesan kepada Miley, ia menanyakan apa yang dilakukannya bersama Ian.
***
Miley tidak menyadari ponselnya berdering. Ia terlalu asyik memandangi wajah manis Ian. Sungguh, wajah Ian akan terlihat sempurna apa pun yang terjadi. "Jadi, apa rencanamu tahun depan?" Miley bertanya. Jika Ian ingin menikah, mungkin Miley akan bilang kalau dia juga merencanakan hal itu. "Tahun ini aku membantu Ibu agar tidak bekerja keras di toko. Aku berniat melanjutkan kuliah setelah berhasil mendapatkan beasiswa. Aku menyadari bahwa lulusan diploma tidak cukup untuk mendapatkan pekerjaan layak. Paling tidak, ada perusahaan yang mau menerima aku sebagai karyawan setelah kuliah." Ibunya Ian bekerja di toko bunga milik sahabatnya. Ian sudah melarang Ibunya bekerja tapi ibunya tetap pada pendiriannya.
"Daddy membuka peluang beasiswa. Kalau kau mau, aku akan merekomendasikan dirimu." Miley bersimpati. Dia kasihan mendengar betapa sulitnya Ian dan Ibunya mendapatkan uang. Miley menyadari, mungkin inilah salah satu alasan mengapa ibunya tidak menyewa pelayan di rumah meski mereka kaya raya. Atau melarangnya menghambur-hamburkan uang di LA. Uang adalah segalanya. Masih banyak yang membutuhkan uang.
"Tidak usah. Aku akan mengusahakannya sendiri. Aku hanya perlu mengirim esai ke beberapa perusahaan besar." Ian mencomot sandwich buatan Miley dengan lahap. Ia berusaha untuk tidak merepotkan Miley untuk masa depannya. "Ian, kau harus tahu bahwa ada hal yang tidak harus kautolak di dunia ini. Kau adalah orang yang disukai Daddy. Kau pekerja keras. Aku bisa melihatnya dari keseharianmu." Miley tidak tahu kenapa dirinya mendadak sebijak ini.
Ian menggeleng. "Pria sejati adalah pria yang mampu menunjukkan usahanya sendiri. Bukan karena bantuan orang lain." Miley tidak sependapat. Laki-laki selalu mementingkan akal sehatnya. Mereka selalu memikirkan pandangan orang lain terhadap dirinya. "Semua pria tidak harus menjadi pria sejati. Pikirkanlah baik-baik, Ian. Satu lagi, pria sejati adalah pria yang mampu mengalahkan ego-nya. Dialah pria yang sesungguhnya." Ian mematung. Obrolan serius ini membuatnya tidak nyaman.
Ian mencolek pipi Miley. "Hei kenapa pembahasan jadi serius begini? Kau membuatku nyaris menangis." tutur Ian sambil tertawa. Tawa yang dirasakan Miley sebagai tawa yang dibuat-buat, terlalu dipaksakan. "Tanganmu berminyak, Ian!" Miley mengusap pipinya dengan tangannya. Ia mengamati Ian yang masih tertawa.
"Aku serius, Ian. Aku peduli padamu." ujar Miley serius. Ian menelan ludahnya kuat-kuat. Ia tidak bisa berkata-kata. Ia hanya bisa menatap Miley dengan tatapan penuh tanda tanya. "Dengarkan aku, Ian. Dengarkan baik-baik." Miley memegang tangan Ian lembut. Mata mereka beradu, debaran jantung tak terhindarkan.
"Kau hanya harus mengikuti saranku. Kau tidak perlu gengsi. Astaga, kau hanya akan menderita kalau terus menolak peluang. Aku punya teori jahat, manfaatkanlah kesempatan selagi kaupunya waktu. Kau mengerti maksudnya 'kan?" Miley tidak tahu apa yang sedang ia katakan. Semuanya terlalu cepat. Dia hanya ingin Ian menyadari bahwa hidup tidak selalu mengalah. Ada saatnya kita harus serakah.
Ian merapikan rambut Miley. Memandangi wajah Miley dengan tatapan tulus. "Apa kau menyukaiku? Perhatianmu membuatku merasa ada sesuatu di antara kita. Ada yang aneh dan aku harus memastikannnya." Miley menegang, ia menggigit bibir bawahnya. Kemudian mengembuskan napas. "Aku harus bertanya kembali. Bagimu, apa arti ciuman tadi? Apa itu hanyalah permainan?" Miley tidak mau mendengar jawaban Ian. Dia tidak mau mendengar penolakan Ian.
"Entahlah. Aku merasakan sesuatu bahwa aku menginginkan hubungan lebih dari sekadar teman. Ciuman itu spesial, mungkin aku menginginkan sosok adik perempuan? Aku juga bingung." Miley merasa seperti ditenggelamkan di dasar laut yang dalam. Tega sekali Ian menganggapnya adik? Miley menginginkan lebih dari kata adik.
"Aku tidak berpikir ada seorang kakak yang mencium bibir adiknya. Maafkan aku, Ian. Tapi kau sudah menghancurkan harapanku. Aku mencintaimu. Tapi kurasa kau tidak merasakan hal yang sama." Miley terlalu sakit hati. Ia melangkah untuk pergi namun Ian menahannya. "Miley! Miley dengarkan aku. Kau tidak boleh jatuh cinta dengan pria sepertiku. Kau pantas mendapatkan yang lebih baik."
"Tidak ada yang lebih baik darimu, Ian. Aku hanya menyukaimu. Apa aku salah? Kenapa aku tidak boleh menyukaimu? Kenapa, Ian?" Miley berteriak. Ian merengkuh tubuhnya lembut. "Karena aku juga menyukaimu, Miley. Keadaan akan semakin buruk kalau kita saling mencintai. Apa kata orang-orang nanti? Mereka akan menyebutmu gadis murahan atau panggilan terburuk lainnya. Kau menyukai pria yang pernah melecehkanmu. Itu tidak dibenarkan. Akan lebih baik kalau kita menjadi kakak-adik." ujar Ian.
"Jangan dengarkan kata orang-orang Ian. Ada masanya ketika kita tidak harus mendengarkan penilaian orang-orang. Mereka tidak akan mengerti apa yang kita rasakan. Mereka tidak bisa merasakan kebahagiaan kita." Miley melemah. Pelukan Ian sangat menenangkan hatinya yang bergejolak. Ian melepas pelukan mereka. Ian menyeka air mata Miley seraya berkata, "Jangan menangis lagi. Aku tidak suka kau menangis."
"Aku menangis karenamu. Kenapa kau tidak memberiku bunga? Kenapa kau harus membuatku menangis ketika kau sedang mengatakan mencintaiku. Bukan ini yang kumau, Ian. Kenapa kau bodoh sekali? Kenapa kau berpura-pura tidak tahu perasaanku? Kau tega sekali, Ian." Ian malah tertawa kecil sehingga Miley memukulinya. "Kau manis sekali!" bisik Ian.
Miley semakin memukuli lengan Ian dampai cowok itu meringis sakit. "Aku memang bodoh. Maafkan aku." kata Ian beberapa menit kemudian. Miley merasakan hatinya menghangat kembali. Sungguh, Ian sangat keterlaluan. Mengungkapkan cinta saja sampai berputar-putar. "Sekarang peluk aku. Kau membuatku menangis. Kau harus menghiburku." kata Miley dengan senyum terukir di bibirnya. Dia sedang jatuh cinta. Cinta membuatnya melakukan hal-hal konyol.
See u next time!
Sastrabisu dan erwingg__
KAMU SEDANG MEMBACA
Despacito (Ayana And The Bastard Billionaire)
RomanceSebagian part diprivate (part 40-50) Jadi kalau enggak mau repot pas pertengahan baca.. Lebih baik follow dulu sebelum baca (biar followers aku nambah juga) Aku sedih kalau kalian enggak bisa baca.. Kamu susah aku juga susah. ... Seavey Sean. Pengu...