Novi menemui Adam yang sudah terbangun dari koma. Melihat luka yang dialami oleh Adam, membuat Novi merasa bersalah. Andai saja Adam tidak melindunginya.
"Maaf." Hanya kata itu yang terlontar dari mulut Novi.
Adam menatap Novi, lalu tersenyum. "Sudahlah, jangan minta maaf!"
"Lo nggak seharusnya ngelindungi gue, Dam." Novi menatap Adam dengan rasa sesal.
"Udah deh, Nov. Nggak usah dibahas!"
Novi menghela napasnya. "Izinin gue ngerawat lo sebagai tanda terimakasih ya?"
Adam tertawa, lalu merintih karena badannya terasa sakit semua. "Aduh. Udah deh, Nov. Nggak perlu, gue udah sembuh juga."
Novi mengerucutkan bibirnya. "Ya udah deh, gimana kalau lo jadi sahabat gue aja?"
Adam lagi-lagi tertawa. "Lo mau buat gue dibunuh sama Bang Gera?"
"Ih. Terus gimana cara gue balas budi sama lo?" tanya Novi kesal.
"Berteman aja, sudah cukup nggak lebih! Lagian sahabat lo, kan cuma Bang Gera," goda Adam yang membuat Novi memutar bola matanya jengah. "Eh, lo beneran cuma sahabatan sama Bang Gera? Padahal Bang Gera tuh posesif banget sama lo, Nov."
"Iya cuma sahabat!" seru Novi.
Adam tertawa. Lelaki itu melihat bayangan Adrian yang ingin masuk, tapi tak jadi. Adam menghentikan tawanya, dia menatap Novi dengan wajah penasaran.
"Kenapa, Dam?" tanya Novi.
"Tadi gue lihat Adrian, tapi dia nggak jadi masuk? Ada masalah sama lo?" Adam mengutarakan apa yang mengganggu pikirannya.
Novi menghela napasnya. "Adrian kemarin nembak gue, dan gue nggak tahu harus seperti apa."
Adam menutup matanya. Dia tak tahu jika selama ini Adrian suka pada Novi. "Lo balik ke kamar lo aja deh! Soal Adrian, biar nanti gue bicarain sama dia, lo tenang aja!"
Novi mengangguk, lalu dengan langkah tertatih-tatih, Novi meninggalkan ruangan Adam dan kembali ke kamar inapnya.
Saat membuka pintu ruang rawatnya, di sana sudah ada Gera yang duduk di atas sofa dengan kepala yang menengadah ke atas sambil memejamkan matanya.
"Dari mana aja lo?" tanya Gera tanpa membuka matanya.
Novi berjalan ke arah tempat tidurnya, lalu memosisikan dirinya dengan nyaman. "Bukan urusan lo juga."
Gera menegakkan tubuhnya, menatap Novi dengan tajam. "Apapun yang menyangkut diri lo, itu urusan gue, Novi."
"Ger, gue capek, lagi banyak pikiran, tolong bisa biarin gue tidur dulu atau sendirian gitu nggak? Gue lagi males berdebat," ujar Novi sambil memejamkan matanya dan tak memedulikan Gera yang menatapnya tajam.
"Fine!" seru Gera yang langsung keluar dari ruang rawat Novi dengan membanting pintu dengan keras.
Gera berjalan dengan cepat menuju ke arah parkiran. Pikirannya begitu kacau. Novi mengacuhkannya, seperti sengaja menjauh. Ini semua karena salahnya sendiri karena tak pernah peduli pada Novi. Gera benar-benar merasa dirinya egois dan tak berguna.
Dia merasa tak seharusnya hidup, tapi tak memiliki guna. Dia hanya benalu dalam hidup Novi, makanya Novi tak ingin diganggu oleh Gera.
Lelaki itu memasuki mobilnya dan memacunya dengan cepat dan ugal-ugalan. Saat diperjalanan, banyak klakson yang dari kendaraan lain yang tak ia hiraukan setiap kali ia mendahului atau hampir menabrak kendaraan lain. Sungguh, Gera tak peduli kalau dia harus berakhir saat ini, tapi sayangnya harapannya itu tak terwujud karena kini dia berada di garasi rumah miliknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kode (Completed)
Teen Fiction"Lo kenapa sih, selalu marah kalau gue deket sama cowok?" tanya Novi dengan marah kepada cowok di depannya. "Masih nanya?" "Lo itu sebenarnya siapa sih, selalu ngatur gue? Emang selama ini apa hubungan kita?" Novi geram dengan cowok di hadapannya...