Tiga

3K 284 19
                                    

Mata tajam seorang pria semakin menajam saat melihat ke arah jendela kedai coklat. Dia bisa tahu siapa gadis yang berada di jalan bersama seseorang lelaki itu.

Ada amarah yang tiba-tiba meletup. Dia menggeram kesal dan mengabaikan seorang gadis yang duduk di hadapannya. Gadis di hadapannya sempat terpengarah dengan apa yang dilihatnya. Pria itu tak pernah menunjukkan ekspresi seseram itu di hadapannya.

Dengan rasa sedikit takut, gadis itu menyentuh tangan sang pria yang sesang menngepal dengan kuat. Pria itu sempat terkejut dengan sentuhan gadis di hadapannya, tatapannya mendadak melunak saat menatap mata teduh gadis itu.

"Aku keluar dulu ya. Ada urusan yang perlu aku selesaiin sebentar." Pria itu melepas genggaman gadis itu.

Lelaki itu berlalu begitu saja yang membuat sang gadis mendesah pasrah. Sang lelaki menuruni tangga dan keluar dari kedai. Lelaki itu segera berjalan ke arah jalan belakang kedai tersebut.

Tatapan lelaki itu langsung menajam saat melihat dua sejoli sedang berpelukan di bawah hujan. Yang perempuan memakai jaket, sedang yang pria hanya memakai seragam sekolah putih abu-abunya.

Tanpa bisa dicegah, lelaki itu segera menarik yang perempuan dan melayangkan bogeman mentah pada sang pria. Sang perempuan memekik saat melihat adegan yang tak ingin dilihatnya sekarang.

"Gera, berhenti!" seru perempuan itu.

Gera tak mengindahkan seruan Novi, perempuan tersebut, dan kembali melayangkan bogemannya pada Adrian yang tak melakukan perlawanan sama sekali. Dia hanya pasrah menerima semua itu.

Novi yang melihat Gera mulai membabi buta, segera mendekati Gera dan memegang bahu lelaki itu. "Gera, cukup!" kata Novi disertai isak tangis.

Lelaki itu menepis tangan Novi di bahunya, lalu menatap Novi dengan tajam. "Siapa yang ngajarin lo meluk cowok secara asal?"

"Dia cuma membantu gue, Ger." Novi menjelaskan dengan air mata yang terus mengalir deras.

"Bodoh. Lo bodoh, Nov. Mau-maunya dipeluk cowok. Di mana harga diri lo, Nov!" bentak Gera yang semakin membuat Novi menangis.

Adrian berdiri. Dia tahu pasti merasa hatinya semakin sakit, lalu pria itu angkat bicara, "Lo yang bodoh brengsek!"

Gera segera mengalihkan tatapannya ke arah Adrian. Lelaki itu menatap Adrian dengan tajam. "Apa urusan lo?"

Adrian tersenyum meremehkan Gera."Urusan gue?" Adrian tertawa mengejek Gera. "Emang gue nggak ada urusan sama lo, tapi gue berurusan dengan orang yang menyakiti Novi."

Gera mengepalkan tangannya kuat-kuat. Dia merasa emosi. "Lo!"  desisnya penuh emosi.

"Gera, jangan sentuh Adrian!" bentak Novi.

Amarah Gera semakin memuncak. Lelaki itu sudah siap melayangkan kembali bogemnya, tapi dengan sigap Novi bediri di hadapan Adrian. Gera sudah tidak bisa menahan tangannya yang tadi dia ingin bogemkan ke Adrian. Dan bogeman itu sukses mengenai wajah Novi yang membuat gadis itu terhuyung dan dengan sigap Adrian menangkapnya.

Novi merasa napasnya terhenti untuk sejenak, seluruh kinerja dalam tubuhnya seakan lumpuh, pandangannya menghitam, pendengarannya seolah tuli. Dia tak merasakan apapun, hingga kesadarannya seolah kembali dan merasakan nyeri di hidung dan kepalanya terasa pening. Novi meringis, dia tak kuat untuk membuka matanya. Ini terlalu sakit.

Novi mengerang kesakitan, dia tidak mempedulikan panggilan Adrian yang menyuruhnya untuk membuka mata. Sedangkan Gera, lelaki itu hanya bisa diam dan menyesal telah memukul Novi walau bukan keinginannya.

Gera mulai melangkah mendekat ke arah Novi. Dia ingin melihat kondisi Novi yang kini berada di pelukan Adrian yang seolah menghalau air hujan agar tidak menghujami Novi.

Adrian masih terlalu fokus dengan Novi sampai dia tak sadar Gera sudah berada di hadapannya. Gera bisa melihat hidung Novi yang mengeluarkan darah. Dia telah melukai Novi. Dia tidak bisa menjaga gadis itu.

Tangan Gera terulur untuk mengusap darah di hidung Novi, tapi tangan Adrian sudah terlebih dahulu menepisnya, lalu melayangkan tatapan tajam pada lelaki di hadapannya itu. Rasanya ingin sekali Adrian mengeluarkan semua jurus karate, silat, taekwondo serta wushu yang ia kuasai.

"Jangan sentuh Novi!" bentak Adrian menahan amarah.

Adrian segera mengangkat tubuh Novi dan membawanya ke jalan raya untuk mencari taksi. Sangat tidak mungkin dia membawa Novi ke rumah sakit dengan motornya yang kehabisan bensin. Itu sebabnya dia tadi lebih memilih berjalan kaki untuk mengantar Novi, juga karena jarak rumah Novi tidak jauh dari kedai itu.

Gera yang melihat itu segera menurunkan sedikit egonya. Novi butuh bantuannya sekarang. Ini semua karena dirinya juga. Dia mengejar Adrian yang dengan susah payah menggendong Novi.

"Mau apa lagi?" sentak Adrian saat Gera menyentuh bahunya untuk menahan langkahnya.

"Pakai mobil gue aja! Biar gue anterin," ucap Gera mencoba setenang mungkin.

Adrian menatap lelaki itu tajam. "Lalu pacar lo?"

Gera sempat menoleh ke atas, dia sempat melupakan keberadaan Eva. Lelaki itu menghela napasnya, lalu menyerahkan kunci mobilnya kepada Adrian.

"Lo bawa Novi ke mobil dulu, gue ajak  cewek gue." Gera segera melangkah untuk memasuki area kedai, tapi Adrian berseru dan menghentikan langkah pria itu.

"Nggak perlu! Mending gue aja yang bawa Novi." Adrian sangat memikirkan perasaan Novi nantinya. Dia tak ingin Novi semakin sakit hati.

"Jangan! Tunggu gue!" Gera membentak Adrian. Dia tidak ingin di bantah untuk urusan Novi.

Adrian hanya bisa pasrah. Dia menatap Novi, lalu membawa gadis itu masuk ke dalam mobil Gera. Novi masih meringis kesakitan, bisa Adrian simpulkan bahwa gadis itu masih sadar dan mendengar semua ucapan Gera dengan dirinya.

Menyadari hal itu, Adrian mengeratkan pelukannya pada Novi. Dia melihat air mata menetes dari mata yang masih setia terpejam itu, Adrian mengerti, gadis itu pasti merasakan sakit yang luar biasa. Bukan hanya fisik tapi hati dan perasaan gadis itu pasti hancur lebur.

"Nangis aja kalau itu bisa nyalurin semua rasa sakit lo, bisa meluruhkan sesak yang lo rasain!" bisik Adrian penuh perhatian.

Novi semakin menangis. Selain karena sakit hati, juga karena rasa sakit di wajahnya. Dia hanya perlu mengeluarkan, bukan menahan. Dia sakit, pasti. Tapi bukan berarti dia harus menjadi lemah dan berusaha sok tegar. Dia hanya perlu benar-benar tegar, bukan hanya sok.

"Kalau dia tidak bisa melihat lo. Lo hanya perlu cahaya untuk menunjukkan diri lo. Karena bayangan akan terlihat saat terang, maka buatlah cahaya untuk dirinya saat gelap, dengan itu lo akan terlihat." Ucapan Adrian membuat Novi bisa menghentikan tangisnya.

Gadis itu mencoba membuka matanya dan menatap Adrian sejenak, gadis itu tersenyum tipis, Adrian membalasnya, tak lama kemudian rasa pening menghantamnya, gadis itu kehilangan kesadarannya.

"Nov, bangun!" Tak ada sahutan. Adrian panik sendiri, dia menatap ke arah luar, dia bisa melihat Gera dan seorang gadis berjalan mendekati mobilnya.

Saat Gera memasuki mobilnya, Adrian segera bertitah dengan panik, "Cepetan! Novi pingsan."

Gera melirik ke belakang, lalu kepanikan menghampirinya, lelaki itu segera menginjak pedal gas dan mobilnya melaju dengan cepat membelah jalanan ibu kota yang cukup macet. Dia harus segera sampai di rumah sakit.

🌧️🌧️🌧️

Hola, semuanya. Apa kabar? Ada yang nungguin cerita ini?

Vomment ya😘

Kode (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang