Gera menatap gadis di hadapannya dengan senyum yang mengembang. Gadis yang sejak awal masuk kuliah sudah menarik perhatiannya. Gadis yang akhirnya bisa dimilikinya. Ada rasa bahagia saat gadis itu menerima pernyataan cintanya seminggu yang lalu.
"Gimana? Enak nggak?" tanya Gera meminta pendapat sang kekasih.
Tampak binar pada mata yang biasanya tajam itu melembut. Dia sangat jarang menampakkan tatapan selembut ini kepada siapapun termasuk Novi. Gera bahkan sering marah-marah kalau di hadapan Novi.
"Enak banget. Kamu tahu tempat makan kaya gini dari mana?" tanya gadis yang tampak anggun dengan balutan kemeja berwarna putih tulang.
Gera tersenyum bangga. Dia bersyukur pernah menuruti Novi untuk makan di tempat dengan menu serba coklat itu. "Kamu inget Novi yang pernah aku ceritain?" Gadis itu mengangguk. "Dari dia."
Eva tampak menyesap coklat panas yang aromanya menggelitiki indera penciumannya. Dia meletakkan kembali cangkir beirisi coklat panas itu. "Novi sahabat kamu itu? Kamu nggak suka sama dia, kan?" tanya Eva penuh selidik.
Gera tertawa renyah. Mana mungkin dia suka sama Novi si gadis kecil itu. "Enggak lah. Dia tuh udah aku anggap kaya adik sendiri. Kalau aku suka dikira aku kena brother complex dong."
Eva tersenyum lega, tapi tetap saja ada rasa takut yang bergelayut di benaknya. Dia percaya teori bahwa lelaki dan perempuan bersahabat, tidak ada yang memiliki rasa murni bersahabat, pasti ada diantara keduanya yang akan jatuh pada pesona salah satunya.
"Tapi kalau Novi suka sama kamu gimana?" tanya Eva menyuarakan apa yang ada di kepalanya.
Gera kembali tertawa, lalu mengacak rambut Eva dengan sayang. "Itu nggak mungkin, Sayang. Dia masih terlalu kecil buat jatuh cinta."
"Tapi bukannya dia udah kelas dua belas ya? Dia sudah cukup dewasa untuk merasakan cinta, Gera," sentak Eva yang membuat Gera menaikkan sebelah alisnya.
"Itu nggak mungkin terjadi, Sayang. Kamu jangan khawatir!" ujar Gera lembut, tak seperti biasanya.
Eva menghela napasnya. Dia tidak merasa khawatir akan hal itu, tapi dia takut keberadaannya akan membuat hubungan sepasang sahabat itu merenggang. Sifat Gera yang tidak peka terhadap sesuatu di sekitarnya membuat Eva merasa was-was, dia takut Gera menyakiti hati sahabatnya yang mungkin saja suka padanya.
💣💣💣
Novi memandang langit yang mulai menggelap. Dia tidak biasa pulang sendiri. Biasanya dia akan dijemput Gera maupun Artha, kakaknya. Tapi tadi kakaknya sudah mengiriminya pesan bahwa dia tidak menjemput adiknya hari ini.
Novi menghela napasnya, dia tahu dia memang anak manja yang selalu diantar jemput, padahal dia bisa berangkat sendiri membawa kendaraan sendiri. Novi mengeluarkan ponselnya untuk memesan taksi online.
Belum sempat Novi memesan, tepukan pada pundaknya membuatnya menoleh. "Eh, Adrian. Belum pulang?"
"Harusnya yang tanya gitu tuh gue. Lo belum pulang? Belum dijemput?" Adrian balik bertanya.
Novi mengangguk. "Iya. Ini baru mau pesen taksi online."
"Nggak usah pesen taksi aja. Pulang bareng gue. Uang lo nggak bakal berkurang," ujar Adrian.
"Eh? Nggak usah, nanti malah ngrepotin," tolak Novi tidak enak.
"Santai aja. Gue anter ya!" pinta Adrian sekali lagi, yang membuat Novi tak enak untuk menolaknya lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kode (Completed)
Teen Fiction"Lo kenapa sih, selalu marah kalau gue deket sama cowok?" tanya Novi dengan marah kepada cowok di depannya. "Masih nanya?" "Lo itu sebenarnya siapa sih, selalu ngatur gue? Emang selama ini apa hubungan kita?" Novi geram dengan cowok di hadapannya...