Novi memainkan ponselnya karena merasa bosan. Televisi yang menyala seakan tak ada gunanya karena tak ada acara yang mampu mengusir rasa bosan. Dia butuh teman, tapi orang yang tadi menemaninya sedang membeli cemilan di kantin rumah sakit.
"Kak Rena lama banget, sumpah ya gue bosen di sini." Novi menggerutu karena bosan membuat moodnya hancur.
Tak lama pintu kamar dibuka. Novi mengalihkan tatapannya dari ponsel. Orang yang membuka pintu itu tampak tersenyum canggung. Novi membalas senyuman itu tak kalah canggung. Dia pernah melihat wanita itu, walau dia tak mengenal secara personal.
Wanita itu berjalan mendekat. Lalu dia berdiri di samping Novi. "Boleh bicara bentar?"
Novi mengangguk lamat-lamat. Ada keraguan di dalamnya. Wanita itu kembali tersenyum, lalu dia mendudukan dirinya di kursi yang berada di samping ranjang Novi. Wanita itu tampak memainkan tas selempangnya sejenak.
"Mau bicara soal Gera?" tanya Novi untuk memecah keheningan.
Wanita itu menghela napasnya, lalu menganggukkan kepalanya. Wanita itu membuka mulutnya untuk bersuara, tapi belum sempat dia mengeluarkan suara, pintu kamar Novi terbuka diiringi dengan suara lembut milik si pembuka pintu.
"Nov, maaf lam-" Kalimat itu menggantung di udara saat orang itu melihat wanita di samping Novi. "Eh, ada temennya?" tanya orang itu kikuk.
"Eh, kak Rena. Bisa tolong beri waktu kami buat bicara bentar nggak?" tanya Novi yang membuat Rena mengangguk pelan.
"Ya udah, aku tunggu di depan, kalau ada apa-apa panggil aku ya!" ucap wanita itu lembut. Novi tersenyum.
Setelah itu Ren keluar dan kembali menutup pintunya. Wanita di samping Novi tampak mengembuskan napasnya. Novi menatap wanita itu sebagai isyarat untuk segera bicara.
"Gue mau lepas Gera buat lo." Dengan sekali tarikan napas, wanita itu mengucapkan sederet kalimat yang membuat Novi membulatkan matanya.
"Hah?" Hanya itu respon yang Novi berikan.
Wanita itu menghela napasnya. "Sebenernya berat buat gue, tapi gue sadar. Kalian berdua, lo dan Gera saling mencintai dan Gera hanya butuh lo."
Novi masih diam. Dia tak tahu harus memberi respon seperti apa. Novi masih terlalu terkejut dengan pernyataan Eva. Eva yang melihat itu hanya tersenyum tipis. Dia memang sudah memutuskan Gera, saat lelaki itu mengambil mobil beserta ponsel yang sudah remuk di rumahnya. Saat Eva memutuskan Gera, respon lelaki itu hanya mengangguk dan kemudian berlalu begitu saja.
Eva saat itu hanya bisa memejamkan matanya sambil menangis karena sesak dan sakit yang dia rasakan, tapi menurutnya itu keputusan yang paling tepat, karena pada kenyataannya, dia akan lebih sakit apabila mempertahankan Gera yang hatinya untuk orang lain.
"Gue sadar, kehadiran gue hanya merusak kebahagiaan kalian berdua. Awalnya gue pengen egois dan memiliki Gera, tapi dengan begitu gue sadar hal itu akan menyakiti perasaan Gera, lo, dan tentunya gue sendiri," ucap Eva dengan mata berkaca-kaca.
Novi yang melihat itu segera mendudukan dirinya dan memeluk Eva untuk menenangkan orang yang satu tahun lebih tua darinya itu. Menurut Novi, Eva merupakan wanita yang luar biasa.
"Kehadiran kak Eva nggak merusak kebahagiaan kami, Kak," ucap Novi sambil mengusap bahu Eva yang tampak bergetar.
Eva mengurai pelukannya. Wanita itu menatap Novi dengan seulas senyum yang dipaksakan. "Yang dibutuhkan Gera itu lo, Nov. Bukan gue. Jaga Gera ya!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Kode (Completed)
Teen Fiction"Lo kenapa sih, selalu marah kalau gue deket sama cowok?" tanya Novi dengan marah kepada cowok di depannya. "Masih nanya?" "Lo itu sebenarnya siapa sih, selalu ngatur gue? Emang selama ini apa hubungan kita?" Novi geram dengan cowok di hadapannya...