Enam

2.7K 238 10
                                    

Novi berjalan dengan ringan saat menuju ke kantin dengan tas di gendongannya. Dia ingin menghampiri Gera. Dia ingin menikmati waktu pulang sekolah kali ini bersama Gera, karena setelah ini Novi akan merelakan Gera dan perlahan menjauh dari lelaki yang dia sukai itu.

Saat sampai di kantin, mata Novi langsung bisa menangkap bayangan Gera yang memang tampak mencolok dibandingkan siswa yang mengenakan seragam putih abu-abu. Novi segera menghampiri Gera yang tampak sedang mengobrol dengan siswa lelaki dengan tas hitam di gendongannya.

"Iya, Bang. Selain ada gelar ekskul nanti juga bakal ada pensi juga. Ini untuk perpisahan OSIS angkatan kami. Memang konsepnya nanti sedikit beda dengan tahun sebelumnya, Bang," kata lelaki yang Novi kenal sebagai ketua OSIS angkatannya.

"Oh, itu ide bagus. Acaranya dilakukan sebelum sertijab, kan ya?" tanya Gera.

"Iya, Bang. Dan ini sudah H-10. Jadi sekarang lagi sibuk-sibuknya. Nanti kalau Bang Gera nggak sibuk, datang ya!" jelas ketua OSIS bernama Ervan.

"Gue usahain datang. Mumpung gue juga belum sibuk ikut organisasi," jawab Gera.

"Ya udah, Bang. Saya permisi dulu," pamit Ervan. Yang diangguki oleh Gera. Ervan kemudian berlalu dari hadapan Gera dan sempat menyapa Novi yang berdiri tak jauh di belakang Gera.

Gera membalikkan badannya dan menatap Novi dengan satu alis terangkat. "Udah lama?"

"Baru kok," jawab Novi yang kemudian duduk di samping Gera.

Gera menatap Novi yang kini duduk, lalu mengerutkan keningnya. "Lo mau ngapain? Ayo pulang!"

Novi terkekeh, lalu dia bangkit dari duduknya. "Ayo, tapi ke toko buku sama ke time zone dulu ya!" pinta Novi.

"Terserah lo deh. Hitung-hitung untuk nebus kesalahan gue yang nonjok lo," kata Gera menyetujui.

Novi tersenyum senang. Hari ini dia akan menghabiskan waktunya bersama Gera. Sebelum dia melupakan lelaki itu. Dia ingin mengukir kisah indah bersama Gera walau hanya sebagai sahabat. Tak lebih.

Kini keduanya berjalan beriringan menuju ke area parkir. Novi melambatkan langkahnya, hingga dia bisa berjalan di belakang lelaki itu. Gadis itu tersenyum masam. Memang begini harusnya dirinya, berjalan di belakang Gera, bukan beriringan, kalau pun beriringan tapi dia tetap tak bisa menggenggam. Dia harus sadar diri.

Gera yang menyadari Novi tidak berjalan di sampingnya, menghentikan langkahnya. Lelaki itu kemudian menengok ke belakang, dan menatap Novi lelah.

"Lo kalau jalan lemot banget sih, Nov." Gera berteriak sebal.

Novi mengerucutkan bibirnya. "Enggak, lo aja yang kecepetan."

Gera akhirnya meraih tangan Novi dan menggenggamnya agar bisa berjalan beriringan. Novi menatap tangan Gera yang menggenggam erat tangannya. Novi harus sadar, ini hanya ilusi semata, tak mungkin menjadi nyata.

"Ger, jangan genggam tangan gue kalau pada kenyataannya lo nggak bisa gue genggam," gumam Novi yang cukup keras.

Gera mengerutkan keningnya. Lalu mengubah posisi tangannya hingga tangan mereka saling bertautan dan menggenggam satu sama lain. "Udah, kan? Lo bisa genggam gue, dan gue bisa genggam lo."

Novi menghela napasnya. "Jangan beri gue harapan, Ger! Gue udah capek. Pada kenyataannya lo nggak bisa gue genggam. Gue hanya bisa melepas lo, karena memang kenyataannya nggak seharusnya gue genggam lo, kan?"

Novi melepaskan tautan tangan mereka. Dia tak mau jatuh terlalu dalam. Dia memang terbilang berani mengatakan apa yang ada dipikirannya. Karena Gera merupakan makhluk paling tidak peka. Jadi, Novi bisa dengan bebas mengatakan kode yang sebenarnya terlalu frontal.

Kode (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang